Minggu, 20 September 2009

Iklan A.M. Fatwa dalam Koran Republika (Dibandingkan dengan e-135 Sawirman, red.)

Iklan A.M. Fatwa dalam Koran Republika
(Dibandingkan dengan e-135 Sawirman, red.)

Oleh
Budi Fitra Helmi
(Dosen Universitas Muh. Yamin Solok)

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Iklan, adalah terminologi yang sering kita dengar sehari-hari. Saat kita menonton televisi atau mendengar radio, ada iklan di antara potongan-potongan program acara, atau saat berkendaraan, ada iklan di pinggir jalan. Iklan selalu menarik, memukau, menimbulkan harapan, menyediakan informasi, memunculkan kesenangan atas sesuatu. Namun iklan juga sering membuat kita berpikir kritis, menciptakan keragu-raguan, membayangkan tentang kebohongan, membuat kita muak, muntah, jijik, dan pesimis.
Juga mungkin saja hanya iklan baris yang cuma terdiri dari atas kolom dan beberapa baris saja, dengan kata-kata yang disingkat, padat, bercetak tebal atau bercetak miring, sehingga tak jarang kata yang disingkat tersebut membuat berkerut pula kening kita untuk mencerna informasi apa yang ingin disampaikan oleh pemasang iklan. Iklan baris dapat ditemukan di media cetak dan media maya. Iklan-iklan tersebut tentunya akan menarik perhatian kita jika “merasa” ada sesuatu yang membuat kita tertarik, baik tertarik pada isinya, pada gambarnya, pada modelnya, pada warnanya atau pada letaknya.
Menurut Dr. Muhammad Iqbal, iklan berasal dari Bahasa Arab “i'lan”, yang pada asalnya berarti menyampaikan, menyatakan, lawan dari menyembunyikan. Iqbal menambahkan kutipan yang diambilnya dari A Dictionary of Modern Written Arabic, iklan berarti; to be or become known, manifest, evident, to indicate, make known; to make public, publicize, publish dan proclaim. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata iklan diartikan sebagai, 1) “berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan”. 2) “pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar dan majalah atau di tempat umum.”
Dalam KBBI tidak ditemukan istilah iklan politik. Oleh karena itu, penulis mencoba mengelaborasi dengan mencari definisi politik terlebih dahulu. Merujuk pada sebuah portal dunia maya; http://id.wikipedia.org, banyak sekali tokoh yang mengemukakan definisi tentang politik. Antara lain Aristoteles yang mengemukakan Teori Politik Klasik; politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Dalam hal ini, politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
Niccolo Machiavelli dalam bukunya Il Principe (Sang Pangeran) menguraikan bahwa politik adalah tindakan yang bisa atau perlu dilakukan seorang seseorang untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. Nama Machiavelli, kemudian diasosiasikan dengan hal yang buruk, untuk menghalalkan cara untuk mencapai tujuan.
Dari uraian tersebut, saya merumuskan definisi iklan politik sebagai iklan yang berusaha mempengaruhi kalayak yang bertujuan mendapatkan dan atau mempertahankan kekuasaan. Namun dalam Harian Seputar Indonesia terbitan Rabu 4 Maret 2009, Dr. Ali Masykur Musa mengetengahkan tentang politik imagologi. Politik imagologi adalah sebuah pemasaran politik yang didesain sedemikian rupa melalui iklan televisi dan media massa untuk memengaruhi konstituen dengan daya tarik artistik dan bujuk rayu. Sebagai imagologi, iklan politik menciptakan dan membentuk cita rasa lewat serangkaian representasi visual dan naratif. Semua yang terlibat dalam panggung politik adalah agensi periklanan, entah itu skala kecil atau skala besar. Disadari atau tidak, ia telah menciptakan suatu hyper realitas demokrasi, yaitu penghapusan realitas sesungguhnya (real reality) dan menciptakan realitas semu (pseudo reality) dalam kehidupan politik dengan janji dan penonjolan keberhasilan yang pernah diraih sebelumnya.

1.2. Rumusan Masalah
Pembahasan dalam makalah ini dibatasi pada objek iklan A.M. Fatwa yang dimuat di harian Republika nomor 078 tanggal 25 Maret 2009 halaman 8. Mengapa saya memilih iklan tersebut A.M. Fatwa? Pertama, karena A.M. Fatwa adalah mantan Wakil Ketua DPR-RI periode 1999-2004 dan Wakil Ketua MPR-RI 2004-2009. Sebagai mantan pimpinan dua lembaga tersebut, tentunya ia bukanlah seorang yang biasa saja. Ia punya banyak massa pemilih yang telah menghantarkannya duduk di lembaga yang terhormat tersebut selama dua periode. Kedua, sebagai mantan pimpinan di dua lembaga tersebut pada dua periode berturut-turut, ia dipercaya oleh anggota DPR/MPR. Ketiga, ia pernah menjadi anggota militer di TNI Angkatan Laut pada Korps Komando (sekarang Marinir), menjabat sebagai salah seorang komandan di Komando Wilayah Timur, Surabaya. Suasana zaman ketika itu, dimana militer merupakan salah satu pendukung utama kepentingan kekuasaan. Keempat, ia juga seorang ulama, pernah menjadi Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta dan salah satu pengurus MUI Pusat. Tentunya ia mempunyai nilai-nilai dan ideologi islam yang sangat ia anut dan ia yakini. Kelima, ia adalah mantan aktivis (berkecimpung di PII, HMI dan Muhammadiyah) yang pernah dipenjara karena menentang rezim Orde Baru-nya Soeharto melalui gerakan yang dikenal dengan nama Petisi 50. Pada era itu hanya sedikit orang yang berani menentang rezim tersebut.
Pertanyaan selanjutnya, apa yang menjadi goal dari pembahasan ini? Makalah ini berusaha mengupas lebih dalam mengenai iklannya. Apa saja yang ingin ia sampaikan melalui iklan tersebut (elaborasi), sign apa saja ia gunakan untuk memperkuat representasinya (representasi), dan siapa target pembaca iklan yang ingin ia tuju (signifikasi).
Dalam hal membedah iklan tersebut, saya menggunakan pisau bedah semiotik, yang membahas studi tentang tanda, bagaimana memaknakan tanda dan memahaminya, baik tanda yang tampil individu maupun tanda yang tampil dalam suatu kelompok sistem tanda.

2. PEMBAHASAN
2.1 Tahap Elaborasi
Republika menggunakan format ukuran 8 kolom. Iklan A.M. Fatwa (AMF) terletak di sudut kiri bagian bawah halaman 8 pada kolom 7 dan kolom 8. Di bawah iklan tersebut ada iklan kaki (memanjang di dari kolom 1 hingga kolom 8) Caleg DPR-RI dari Partai Persatuan Pembangunan Daerah Pemilihan III DKI Jakarta.
Mengapa iklan AMF terletak di halaman 8, bukan di halaman muka atau halaman belakang yang nota bene adalah halaman lebih dahulu terlihat oleh pembaca? Halaman 8 adalah termasuk kategori halaman dalam dari surat kabar berformat halaman 12, 20, 24 dan seterusnya. Harga iklan untuk format halaman dalam, biasanya lebih murah dari halaman muka atau halaman belakang. Sehingga saya cenderung menilai bahwa pemilihan letak iklan AMF ini berkaitan dengan strategi finansial kampanye medianya (media campaign).

2.2 Tahap Representasi
Kondisi finansial AMF cukup bagus, ini dibuktikan iklannya yang full color. Iklan full color biasanya lebih mahal dari iklan hitam putih. Sehingga saya simpulkan, dari letak iklannya AMF mempunyai strategi keuangan yang cukup jitu, dan hal ini memberikan gambaran kepada pembaca bahwa AMF layak dipertimbangkan untuk dipilih karena ia bisa memanajemen uang dengan baik.
Dari pemilihan warna, iklan AMF lebih menarik dibanding iklan “lawannya”. Iklan AMF berwarna dominan kuning sehingga terkesan lebih terang dan mengena di mata pembaca koran, dibanding warna hijau di iklan di bawahnya. Pada kolom 1-6 (dijadikan format 4 kolom), berita dikemas dengan menggunakan block style warna coklat muda yang membuat iklan AMF menjadi lebih tampak dan tegas dibanding iklan di bawahnya. Dapat saya katakan bahwa posisi iklan AMF lebih menggoda untuk dilihat oleh mata pembaca.
Jika menilik lebih lanjut tentang warna, ternyata iklan AMF menggunakan lima warna yang utama, yakni hitam, merah, kuning, biru dan putih. Untuk lebih jelasnya, saya akan mencoba membongkar makna atas lima warna ini:
1) Hitam, adalah salah satu warna yang merepresentasikan Islam, kedekatan dengan sang khalik, di samping warna hijau. Akan lebih tegas lagi pesan tentang itu jika AMF menggunakan kolaborasi warna hitam-hijau.
2) Merah, adalah warna yang merepresentasikan keberanian, semangat dan energitas.
3) Kuning adalah warna yang merepresentasikan juara, pemuncak, sesuatu yang lebih mulia dan agung.
4) Biru adalah warna yang diasosiasikan dengan basis asal tempat ia berpolitik, yakni representasi Partai Amanat Nasional. Meskipun warna biru juga dipakai oleh partai politik lain, namun jika pembaca mempunyai referensi lebih mengenai AMF, maka pembaca tentu paham atas representasi warna biru yang dimaksud.
5) Putih adalah warna yang merepresentasikan kesucian, ketulusan dan kelembutan.

3. Tahap Siginifikasi
Dari warna yang AMF gunakan, membuktikan bahwa ia memang pantas dipilih, teruma bagi konstituen yang mendambakan orang yang Islami, punya energi dan semangat yang tinggi, punya daya saing untuk menjadi pemuncak, punya rasa tulus dalam pengabdian, serta tentunya AMF berharap basis konstituen juga tidak lupa bahwa ia berasal dari PAN – partai yang dilahirkan dari rahim Muhammadiyah.
Iklan AMF adalah iklan yang ingin menyampaikan pesan kepada pembaca bahwa ia adalah seorang yang tegas, sehingga ia patut untuk dipilih. Penegasan ini dibuktikan dengan:
1) Kerangka bagian luar iklan di bentuk dengan garis lurus yang membentuk persegi (kotak) dengan sudut 90°. Tiap sudut menunjukkan patahan 90° yang tegas. Begitu juga dengan sudut-sudut yang ada di bingkai fotonya, kotak berisi teks angka 5, kotak berisi teks A.M. FATWA Drs.,H, kotak yang berisi teks CALON DPD RI DAPIL DKI JAKARTA, kotak yang berisi teks MOHON DOA & DUKUNGANNYA.
2) Di bagian atas iklan AMF, ada teks yang tertulis CALON DPD RI DAPIL DKI JAKARTA dengan dasar hitam. Penegasan ini terbukti dengan digunakannya huruf kapital yang ditulis dengan warna putih dengan dasar warna hitam.
3) Teks BERANI, JUJUR, AMANAH, GIGIH, BERJUANG, dibuat dengan huruf kapital dan sangat menonjol dengan penggunaan ruangan yang dominan, yang bervariasi warna merah-hitam.
4) Di bagian terbawah ada teks MOHON DOA & DUKUNGANNYA, ditulis dengan huruf kapital dengan warna dasar merah.
Ada gambar (foto) AMF dengan memakai kupiah hitam, berkacamata, berjas hitam dengan memakai baju kaos putih di dalamnya. Kupiah hitam mencerminkan penguatan terhadap citra Islamnya. Berkacamata mengesankan tingginya intelektualitasnya. Berjas menegaskan kelas sosialnya sebagai bagian orang elit, sedangkan kaos oblong putihnya menghadirkan dirinya sebagai bagian wong cilik. Ada angka 5 di atas gambarnya. Ini menginformasikan kepada pembaca bahwa sesuai dengan nomor pengurutan abjad calon anggota DPD-RI, ia berada di nomor 5. Lalu juga ada tanda contreng (ini istilah resmi KPU lho…) yang berwarna merah. Hal ini menjelaskan kepada pembaca, bahwa seperti itulah menandai pilihan yang benar.
Sebagai latar, tampak oleh kita ada gambar tugu Monumen Nasional. Nah, ini bagian dari cara AMF merepresentasikan ke-Jakarta-annya. Hal ini ia lakukan karena aslinya, ia bukan orang Betawi yang merupakan penduduk asli kota Jakarta. Ia pria Sulawesi Selatan kelahiran Bone.

2.4 Eksplorasi
Makanya, untuk menutupi jati dirinya yang bukan anak sini, ia juga menyingkat namanya menjadi AM Fatwa. Nama lengkapnya adalah Andi Mapetahang Fatwa. Andi adalah gelar kebangsawanan di Sulawesi Selatan.
AMF menyampaikan pesan agar ia dipilih oleh rakyat karena ia termasuk orang yang gaul di tengah masyarakat. Sehingga dengan gaul-nya itu, ia mengisyaratkan bahwa ia mampu memperjuangkan aspirasi rakyat jika terpilih sebagai anggota DPD-RI nanti. Hal ini dapat dilihat dari teks Sejak 1960 sudah tinggal di Jakarta dengan berbagai aktivitas social kemasyarakatan.
AMF juga menyampaikan pesan bahwa ia memang layak dipilih karena sudah berpengalaman cukup banyak dan menjadi salah seorang pamong yang ikut menyukseskan pemerintahan Gubernur Ali Sadikin. Ini terlihat dari teks Selama 9 tahun sebagai Pegawai/Pejabat Pemda DKI di bawah Gubernur Ali Sadikin.
Lalu AMF berpesan bahwa ia layak mewakili warga kota Jakarta. Pesan ini dapat disidik melalui teks Cukup memahami, menghayati aspirasi dan permasalahan di Ibu Kota Jakarta untuk diperjuangkan di Forum Nasional melalui DPD RI.
Jika AMF terpilih menjadi anggota DPD-RI, ia berjanji tidak akan meninggalkan begitu saja para konstituennya. Ia berjanji akan tetap selalu bahu membahu bersama warga kota Jakarta. Ini dapat disimpulkan dari teks BERJUANG bersama Warga Jakarta.
Dari uraian di atas, saya menyimpulkan bahwa target konstituen yang ingin dituju oleh AMF adalah warga kota Jakarta yang beragama islam. Tentunya dengan dasar massa Muhammadiyah yang terkonsentrasi di daerah urban, seperti DKI Jakarta.

2.5 Transfigurasi
Iklan seyogyanya memberikan informasi yang gamblang kepada masyarakat pembaca. Iklan sedapat mungkin ditampilkan secara jujur dan informatif. Namun justru tatkala jasa iklan dimanfaatkan oleh para politikus, iklan menjadi media informasi yang cenderung meleset dari khittah-nya. Dengan menjamurnya iklan politik, maka tentu saja iklan sebagai salah satu media penyampai informasi ikut “terpolitiki”. Sehingga iklan politik yang diproduksi terkesan mengumbar hawa nafsu para politikus untuk ber-narsis-ria, gombal dan arogan.
Padahal, selain berfungsi sebagai salah satu media informasi, iklan juga berfungsi sebagai media pencitraan. Namun iklan politik justru dapat menimbulkan citra negatif bagi orang yang diiklankan jika tidak cermat berpolitik di iklannya tersebut.
AMF cukup jitu mengatur siasat (politik) iklannya sehingga iklannya dapat terlihat oleh pembaca. Setelah terlihat, pembaca lalu pasti akan membaca iklan itu. Kemudian pembaca tadi menginap-renungkan tentang AMF. Lalu pembaca memutuskan untuk memilih AMF pada pemilu legislatif tanggal 9 April 2009. Itulah target politik iklan AMF dalam iklan politiknya di Republika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar