Jumat, 31 Juli 2009

Budi Fitra Helmi,SS.

KOMENTAR
I. Pengantar
Responden yang kami hormati. Seminggu yang lalu peneliti sudah meminta bantuan Saudara untuk membaca, memahami, dan mengkritisi tulisan yang diberi judul “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas” yang ditulis oleh Sawirman tahun 1999 (32 halaman, ketikan 1 spasi, font geramond 11, ukuran kertas A4). Berkenaan dengan tulisan tersebut, kami berharap bantuan Saudara untuk menjawab sejumlah pertanyaan berikut dengan sekritis-kritisnya. Jawaban Saudara tidak akan berpengaruh sama sekali dengan profesi, pendidikan, dan pekerjaan yang sedang Saudara tekuni saat ini. Terima kasih atas bantuan Saudara.

II. Identitas Diri
Nama : Budi Fitra Helmi,SS.
Pekerjaan : Dosen Sekolah Tinggi Bahasa Asing Haji Agus Salim Bukittinggi

III. Pertanyaan
A. Terma E-135
(1)
Apakah Saudara pernah membaca/ mendengar terma E-135 dalam referensi lain selain rancangan model yang ditulis dan dirancang oleh Sawirman yang ada di tangan Saudara? Bila iya dimana?

I never heard about it.

(2)
Terma E-135 adalah singkatan dari E=Eksemplar, 1=Hermeneutika, 3=formalis, kritis, dan cultural studies/ posmodernis, serta 5= tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi), bagaimanakah menurut Saudara dengan nama itu?

Dari awal saya kurang sreg dengan terma E-135 ini. Untuk penamaan di bidang linguistik, terkesan kurang menarik dan tidak pas. Sebaiknya dicari istilah lain yang lebih sexy dan familiar untuk dipakai di wilayah linguistik. Seandainya saya menulis, maka kira-kira kutipannya seperti ini:
Menurut Teori E-135-nya Sawirman, … (repot menulis, repot membaca)
Namun misalnya jika begini:
Menurut Teori Holistiknya Sawirman, …





(3)
Apakah Saudara memiliki usulan nama lain untuk “pengganti” terma E-135?

Ya, Deepness Holistic Analysis Theory.



B. Hermeneutika dalam Linguistik
(4)
Apakah Saudara setuju dengan Hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya mata-mata kuliah “makro” seperti wacana, semiotika, bahasa media, serta bahasa dan ideologi, dan lain-lain?

Saya setuju.

(5)
Sejauhmanakah Saudara mengenal aliran filsafat Hermeneutika beserta tokoh-tokohnya?

Beberapa buku pernah saya baca, seperti Paul Ricoeur, Richard Palmer, Juergen Habermas, membuat saya cukup tahu mengenai hermeneutic. Juga sudah baca buku-buku lain tentang Derrida, Hegel, Nietzsche, Karl Marx.

C. Teori-teori “Formalis” dalam Linguistik
(6)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Formalisme” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Ya, saya setuju. Karena formalism tidak sampai menyentuh pada konsep bagaimana dan mengapa.

(7)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Formalisme”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Formalis beserta tokoh-tokohnya?

Saya cuma pernah baca MAK Halliday.

(8)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang eksplanatoris yang diharapkan Chomsky (bukan hanya deskriptif) menurut Saudara?



C. Teori-teori Kritis dalam Linguistik
(9)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep Teori Kritis dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?



(10)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Teori Kritis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Kritis dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?



(11)
Bagaimanakah Kontribusi teori-teori kritis seperti model Norman Fairclough, van Dick, atau tokoh-tokoh lain di mata Anda?



D. Teori-teori “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam Linguistik
(12)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?



(13)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori tersebut dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?



(14)
Bagaimanakah Kontribusi “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis, seperti Derrida, Foucault, Lyotard, dan lain-lain di mata Anda?



E. Tahapan Analisis E-135
Bagaimanakah menurut Saudara tahapan E-135 untuk menganalisis Mata Kuliah Wacana? Silakan komentari kelebihan, kelemahan, dan peluangnya di masa mendatang!

(15)
Tahapan Elaborasi (Tahap Linguistik)










(16)
Tahapan Representasi
(Interteks Vertikal/Horizontal)










(17)
Tahapan Signifikasi (Semiotika)










(18)
Tahapan Eksplorasi (Dimensi Ilmu Lain)









(19)
Tahapan Transfigurasi
(Pemetaan/Makna Hiperealis)










Tahap “Penundaan Makna”
(20)
Kebenaran makna dalam e-135 menganut “Prinsip Penundaan”? Bagaimanakah menurut Anda?










(21)
Bisakah Saudara membedakan Prinsip Penundaan Makna Menurut Derrida dan/atau Lyotard dengan e-135?










(22)
Bagaimanakah Prinsip Penundaan Makna dengan terma “Rekonstruksi Makna” dalam e-135?












Tahap Pengayangan Makna (Melting Pot)
(23)
Untuk mengungkap interpretasi pemaknaan terdalam dalam e-135 dapat dilakukan dengan pengayangan makna (melting pot) dengan model/diagram tersendiri, bagaimanakah menurut Saudara?










(24)
Bisakah model pengayangan makna yang diagram yang diusulkan mampu mengungkap “makna terdalam” (depth meaning) Baudrillard dalam Analisis Wacana menurut Saudara?










F. Pertanyaan Umum secara Holistik
(25)
Apakah e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan Ejaan yang benar? Silakan kemukakan alasan Anda?

Ada mistyping yang cukup mengganggu, yakni:

(26)
Apakah e-135 telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis? Silakan kemukakan alasan Anda?



(27)
Apakah e-135 telah dipikirkan dengan baik dan ditulis dengan baik? Silakan kemukakan alasan Anda?



(28)
Apakah kelebihan dari e-135 menurut Anda?

Lebih holistic, lebih dalam.

(29)
Apakah e-135 tidak terlalu ambisius?

Cukup ambisius, namun masuk akal.

(30)
Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis?

Ya.

(31)
Apakah e-135 sesuai dengan tujuan penelitian wacana?

Ya.

(32)
Apakah sudah ditunjukkan bahwa e-135 ini tidak merupakan pengulangan dari
yang sudah pernah dilakukan?



(33)
Apakah e-135 sesuai dengan kepakaran peneliti?



(34)
Apakah sudah ditunjukkan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit/sudah dilakukan?



(35)
Apakah e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana? Mengapa?




(36)
Apakah metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan?




(37)
Apakah e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik? Mengapa



(38)
Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis?



(39)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2?



(40)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S1?



G. Penutup
(41)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang ideal menurut Saudara?



(42)
Terkait dengan pertanyaan dimaksud, Bagaimanakah kontribusi E-135 untuk menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etsi/moral?



(43)
Item-item/ pertanyaan-pertanyaan nomor berapakah yang sulit Saudara pahami/ambigu? Mengapa?



(44)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?



(45)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?

Contoh Aplikasi pada Mata Kuliah Wacana sesuai dengan Tugas Kelompok

Padang, Mei 2009



Nama:
Signature

ELDIAPMA SYAHDIZA

KOMENTAR
I. Pengantar
Responden yang kami hormati. Seminggu yang lalu peneliti sudah meminta bantuan Saudara untuk membaca, memahami, dan mengkritisi tulisan yang diberi judul “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas” yang ditulis oleh Sawirman tahun 1999 (32 halaman, ketikan 1 spasi, font geramond 11, ukuran kertas A4). Berkenaan dengan tulisan tersebut, kami berharap bantuan Saudara untuk menjawab sejumlah pertanyaan berikut dengan sekritis-kritisnya. Jawaban Saudara tidak akan berpengaruh sama sekali dengan profesi, pendidikan, dan pekerjaan yang sedang Saudara tekuni saat ini. Terima kasih atas bantuan Saudara.

II. Identitas Diri
Nama : ELDIAPMA SYAHDIZA
Pekerjaan : MAHASISWA

III. Pertanyaan
A. Terma E-135
(1)
Apakah Saudara pernah membaca/ mendengar terma E-135 dalam referensi lain selain rancangan model yang ditulis dan dirancang oleh Sawirman yang ada di tangan Saudara? Bila iya dimana?

Saya belum pernah mendengar terma seperti E-135 ini.

(2)
Terma E-135 adalah singkatan dari E=Eksemplar, 1=Hermeneutika, 3=formalis, kritis, dan cultural studies/ posmodernis, serta 5= tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi), bagaimanakah menurut Saudara dengan nama itu?

Saya rasa nama itu telah sesuai untuk teori atau pendekatan ini karena secara tidak langsung nama ini telah merefleksikan konsep penganalisisan yang dimaksud oleh pembuatnya. Selain itu nama ini juga ‘berbau’ serius dan khas untuk nama teori hingga mudah diingat walaupun agak terasa seperti hal-hal yang ‘berbau’ matematika

(3)
Apakah Saudara memiliki usulan nama lain untuk “pengganti” terma E-135?

Saya punya usulan bagaimana kalau sebelum e-135 ditambah kata-kata seperti yang kita lihat dalam istilah “The ESQ Way 165”; mungkin saja ‘The Deep Defining Approach e-135’



B. Hermeneutika dalam Linguistik
(4)
Apakah Saudara setuju dengan Hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya mata-mata kuliah “makro” seperti wacana, semiotika, bahasa media, serta bahasa dan ideologi, dan lain-lain?

Setuju karena hermeneutika merupakan pendekatan yang cocok untuk studi bahasa apalagi bidang makro yang membutuhkan interpretasi atau penafsiran yang lebih mendalam dan menyeluruh.

(5)
Sejauh manakah Saudara mengenal aliran filsafat Hermeneutika beserta tokoh-tokohnya?

Sebenarnya belum terlalu jauh karena saya baru mendalami tentang hermeneutika ketika mengambil mata kuliah filsafat ilmu dan analisis wacana. Saya mengetahui tentang Paul Ricouer yang menggunakan pendekatan hermeneutik untuk menganalisis bahasa sebagai simbol makna dalam wacana.

C. Teori-teori “Formalis” dalam Linguistik
(6)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Formalisme” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Kurang setuju karena konsep formalisme yang digambarkan dalam tulisan tersebut hanya fokus pada bentuk-bentuk yang tampak atau kasat mata padahal tidak selalu yang tampak merupakan hal yang sebenarnya dimaksudkan atau menjadi tujuan. Namun saya juga tidak menafikan fungsi dari konsep formalisme karena konsep ini bisa dijadikan ‘tangga awal atau dasar berpijak bagi telaah lebih lanjut.

(7)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Formalisme”, sejauh manakah Saudara mengenal teori-teori Formalis beserta tokoh-tokohnya?

Dari pemahaman saya, tokoh-tokoh yang bisa menjadi penganut teori formalis adalah Saussure dengan strukturalismenya (beserta murid dan pengikutnya), Halliday dengan fungsionalismenya, Chomsky dengan TGG-nya walaupun Chomsky juga telah mengeluarkan teori tentang explanatory adequacy.

(8)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang eksplanatoris yang diharapkan Chomsky (bukan hanya deskriptif) menurut Saudara?

Analisis linguistik eksplanatoris yang diharapkan Chomsky harus bisa menjelaskan hasil dari analisis linguistik secara deskriptif apa yang menyebabkan hasil itu (analisis deskriptif), apakah ada keteraturan jika dicobakan dalam bentuk lain dan jika ada apa yang bisa disimpulkan dan apa yang menjadi penyebabnya.

C. Teori-teori Kritis dalam Linguistik
(9)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep Teori Kritis dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Kurang setuju karena konsep teori kritis cenderung tidak punya dasar bentuk-bentuk lingual (hasil analisis linguistik mikro). Teori ini seakan-akan mengizinkan bentuk-bentuk analisis bebas dari bentuk lingual(nya) tanpa adanya bukti yang mendasarinya (ibaratnya jika kita naik tangga, pengikut teori ini merupakan orang-orang yang melompati jenjang pertama, kedua, dan ketiga)

(10)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Teori Kritis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Kritis dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Say belum terlalu mendalami teori ini; namun dari bacaan ini saya bisa menarik kesimpulan bahwa teori kritis adalah teori yang berfokus pada bentuk atau makna tak tampak dengan memberi porsi besar bagi subjek (pengonsumsi teks) atau pelaku bahasa sehingga dalam teori ini aliran psikologisme sangat kental terasa. Tokoh-tokoh teori ini yang saya kenal adalah Fairclough dan van Dijk dengan CDA-nya, Ricouer dengan pendekatan hermeneutik terhadap bahasa,

(11)
Bagaimanakah Kontribusi teori-teori kritis seperti model Norman Fairclough, van Dick, atau tokoh-tokoh lain di mata Anda?

Teori-teori ini membuat kita bisa memahami bahasa secara lebih mendalam karena melalui teori ini kita bisa menganalisis makna secara mendalam lebih daripada analisis makna berdasarkan teori formalis. Hal ini bisa membuat hidup kita lebih baik karena pemahaman yang mendalam terhadap sesuatu (bukan hal yang tampak saja) dapat membuat hidup kita lebih tenang, damai dan tentram (karena kita bisa memahami maksud ‘sebenarnya’ dari tindakan verbal seseorang dan tidak menyinggung perasaannya).

D. Teori-teori “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam Linguistik
(12)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Jawaban saya untuk pertanyaan ini sama dengan jawaban saya untuk pertanyaan nomor 9 (kurang setuju) karena menurut saya ‘ketika kita ingin (memutuskan) untuk membangun kembali (yang merupakan pengibaratan untuk kaum posmodernis) hal ini berarti kita memperbaiki apa yang sudah ada sebelumnya. Walaupun pembangunan kembali bisa saja menghilangkan bentuk bangunan sebelumnya, kita tidak bisa menafikan keberadaan bangunan sebelumnya itu. Karena suatu pembangunan kembali bisa terealisasi karena pembangunnya telah melihat kekurangan-kekurangan dari bangunan awal yang bisa menjadi alasan terjadinya pembangunan kembali. Jika dibawakan pada konsep linguistik, (menurut saya) seharusnya para pencetus konsep Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis tidak melupakan peranan bentuk-bentuk lingual (teori-teori formalis)

(13)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis”, sejauh manakah Saudara mengenal teori-teori tersebut dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Tokoh yang saya kenal adalah Derrida dengan dekonstruksi dan konsep differancenya. Lyotard dengan konsep penundaan makna-nya. Baudrillard dengan konsep hipersemiotika. Teori-teori ini cukup berpengaruh terutama pada saat-saat sekarang ini dimana orang-orang telah jenuh dengan kehidupan yang sepertinya monoton dan cenderung hanya berpikir tentang hal-hal yang berbau materi, uang, kekuasaan, dll.

(14)
Bagaimanakah Kontribusi “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis, seperti Derrida, Foucault, Lyotard, dan lain-lain di mata Anda?

Teori ini telah membawa hal baru bagi pemahaman kita tentang bahasa. Teori ini membuka wawasan dan pikiran kita akan adanya hal-hal tersembunyi dari penggunaan bahasa. Kita bisa melihat konflik kepentingan ‘bermain’ dalam penggunaan bahasa, pembodohan dan pemanfaatan orang-orang lain (ataupun masyarakat banyak) terjadi melalui bahasa.

E. Tahapan Analisis E-135
Bagaimanakah menurut Saudara tahapan E-135 untuk menganalisis Mata Kuliah Wacana? Silakan komentari kelebihan, kelemahan, dan peluangnya di masa mendatang!

(15)
Tahapan Elaborasi (Tahap Linguistik)





Tahapan ini menurut saya menjadi kelebihan bagi teori ini (jika dibandingkan dengan teori kritis, Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis). Namun yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah kita harus mengaplikasikan semua teori formalis dan linguistik mikro yang ada atau hanya yang kita perlukan saja? Walaupun dalam tulisan ini telah dijelaskan bahwa semua teori formalis dan linguistik mikro bisa dipakai, pada model analisis yang diberikan hanya berfokus pada teori fonologi saja. Hal ini agak meragukan.




(16)
Tahapan Representasi
(Interteks Vertikal/Horizontal)






Kelebihan tahapan ini adalah pengakuannya terhadap pengarang atau pembuat teks (tidak menafikan keberadaan orang-orang ini). Adanya tahapan ini bisa memberi nilai plus dalam suatu analisis karena ada informasi tentang si pembuat teks dan alasan-alasanya membuat teks.



(17)
Tahapan Signifikasi (Semiotika)





Tahapan ini menjadikan pembaca sebagai pemegang otoritas dalam pemaknaan teks. Ini juga menjadi kelebihan bagi teori ini karena selain menghargai penulis teks teori ini juga tidak menafikan posisi pembaca teks sehingga setelah melakukan analisis dengan teori ini kita bisa melihat teks dari sudut pandang penulis dan pembaca.




(18)
Tahapan Eksplorasi (Dimensi Ilmu Lain)






Saya menilai tahapan ini juga menjadi kelebihan dalam teori ini karena dengan mengaitkan analisis linguistik dengan ilmu lain saya rasa analisis linguistik akan lebih kaya dan bermanfaat (lebih tampak manfaatnya) contohnya saja kerjasama bidang linguistik dan forensik bisa melahirkan suatu ‘criminal profile’ (profil kriminal) berdasarkan tulisan dan kata-kata yang digunakan ketika berkomunikasi.


(19)
Tahapan Transfigurasi
(Pemetaan/Makna Hiperealis)






Tahapan ini menurut pemahaman saya (dari tulisan ini), saya menyimpulkan bahwa pada tahapan ini yang berperan adalah penganalisis teks. Yang menjadi pertanyaan saya adalah bedanya dengan ‘otoritas pembaca’ apa? Karena penganalisis teks kan juga pembaca teks? Apakah analisis-analisis pada kedua tahapan ini bisa sama atau bagaimana?


Tahap “Penundaan Makna”
(20)
Kebenaran makna dalam e-135 menganut “Prinsip Penundaan”? Bagaimanakah menurut Anda?

Saya tidak keberatan dengan hal ini karena ketika makna yang sebenarnya tidak dapat kita simpulkan secara literal ataupun langsung, kita bisa menunggu atau menunda pemahaman (pemaknaan) kita sampai kita memiliki bukti-bukti atau hal yang membantu merumuskan makna sebenarnya. Hal ini mirip dengan konsep seseorang tidak bisa langsung dinyatakan sebagai tersangka atau pelaku kejahatan kecuali sudah ada bukti-bukti konkrit dan logis yang memberatkan dan membuktikan tindakn melanggar hukum ini; walaupun sebelumnya telah ada hal-hal abstrak yang bisa menjadi alasan dicurigainya orang ini.

(21)
Bisakah Saudara membedakan Prinsip Penundaan Makna Menurut Derrida dan/atau Lyotard dengan e-135?



Bisa, prinsip penundaan makna Derrida dan Lyotard tidak dimulai dari tahapan dasar atau analisis terhadap bentuk lingual sedangkan prinsip penundaan makna menurut e-135 merupakan akumulasi dari lima tahapan yang ada dengan kata lain pada tiap tahapan pemaknaan itu ditunda lalu kemudian baru diolah di proses pengganyangan makna (melting pot).






(22)
Bagaimanakah Prinsip Penundaan Makna dengan terma “Rekonstruksi Makna” dalam e-135?




Cukup bagus dan mewakili konsep yang diinginkan penulis dimana penulis ingin membuat atau menyimpulkan suatu makna yang tertunda dari tiap-tiap tahapan dalam suatu proses pengganyangan makna. Hal ini bisa disepadankan dengan proses rekonstruksi suatu hal misalnya; bangunan.







Tahap Pengayangan Makna (Melting Pot)
(23)
Untuk mengungkap interpretasi pemaknaan terdalam dalam e-135 dapat dilakukan dengan pengayangan makna (melting pot) dengan model/diagram tersendiri, bagaimanakah menurut Saudara?





Konsep pengganyangan makna sangat bagus menurut saya karena dengan adanya konsep ini maka makna terdalam bisa dicapai yang dalam model atau diagramnya bisa diasumsikan berada pada irisan 1/2/3/4/5.




(24)
Bisakah model pengayangan makna yang diagram yang diusulkan mampu mengungkap “makna terdalam” (depth meaning) Baudrillard dalam Analisis Wacana menurut Saudara?




Bisa karena model penggayangan makna yang digambarkan dalam diagram merupakan persinggungan atau gabungan dari lima tahapan yang diajukan (elaborasi [1], representasi [2], signifikasi [3], eksplorasi [4], dan transfigurasi [5]) dan makna terdalam dapat dicapai melalui sintesis 1/2/3/4/5.





F. Pertanyaan Umum secara Holistik
(25)
Apakah e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan Ejaan yang benar? Silakan kemukakan alasan Anda?

Saya bukanlah pakar dari ejaan yang benar namun saya lihat ada ketidak-konsistenan penulis dalam menulis e dalam e-135: apakah huruf kecil atau kapital? Saya juga mempertanyakan penggunaan huruf yang dimiringkan apakah hanya untuk kata berbahasa Inggris saja atau bisa untuk kata bahasa Indonesia juga? Selanjutnya perihal pemakaian bahasa asing; apakah karena tidak ada padanan dalam bahasa Indonesia atau memang harus ditulis dalam bahasa asing atau ada alasan lain?

(26)
Apakah e-135 telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis? Silakan kemukakan alasan Anda?

Menurut saya tulisan ini telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis karena penulis menyebutkan dengan jelas darimana suatu pernyataan atau ide yang dikutipnya berasal.

(27)
Apakah e-135 telah dipikirkan dengan baik dan ditulis dengan baik? Silakan kemukakan alasan Anda?

Menurut saya, e-135 telah dipikirkan dengan baik namun belum ditulis dengan baik karena saya masih sulit memahaminya (mungkin ini juga berlaku bagi orang lain); entah karena format penulisan, pengorganisasian ide atau kata-kata yang digunakan terlalu sulit dipahami.

(28)
Apakah kelebihan dari e-135 menurut Anda?

Kelebihannya tentu saja memasukkan hal-hal yang tidak ada pada teori-teori sebelumnya (Formalis, Kritis, Posmodernis, Dekonstruksionis, dan Cultural Studies) dan juga memasukkan peran pengarang, pembaca, dan penganalisis untuk melakukan analisis terhadap teks

(29)
Apakah e-135 tidak terlalu ambisius?

Menurut saya tidak.

(30)
Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis?

Target yang diharapkan cukup masuk akal dan realistis karena segala sesuatu yang punya dasar atau pijakan yang kuat maka akan mencapai hal yang baik (bisa tercapai dengan baik)

(31)
Apakah e-135 sesuai dengan tujuan penelitian wacana?

Menurut saya sudah karena tujuan penelitian wacana berdasarkan apa yang saya pelajari dari kuliah analisis wacana adalah menelaah suatu wacana secara mendalam dan dari banyak aspek sehingga sampai pada kesimpulan yang mendalam, menyeluruh dan dapat dipertanggung-jawabkan (baik itu secara linguistik maupun non-linguistik).

(32)
Apakah sudah ditunjukkan bahwa e-135 ini tidak merupakan pengulangan dari
yang sudah pernah dilakukan?

Sudah karena menurut saya e-135 ini merupakan penyempurnaan dari teori-teori yang telah ada dengan mengisi kekosongan-kekosongan dari teori-teori ini. Suatu penyempurnaan tidak bisa disebut pengulangan karena dalam penyempurnaan terdapat hal-hal baru yang ditambahkan di dalamnya.

(33)
Apakah e-135 sesuai dengan kepakaran peneliti?

Sesuai karena penulis e-135 merupakan pengajar mata kuliah analisis wacana, semiotika, bahasa dan media, bahasa dan ideologi, morfologi, fonologi, dll. Saya rasa hal ini bisa menjadi bukti ataupun alasan bahwa penulis menulis atau menciptakan e-135 sesuai dengan kepakarannya.

(34)
Apakah sudah ditunjukkan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit/sudah dilakukan?

Sudah

(35)
Apakah e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana? Mengapa?


Bisa karena e-135 memformat analisis wacana menjadi lebih terstruktur mulai dari hal-hal dasar sampai hal-hal yang kelihatannya masih ‘mengawang-awang’ (adanya tahapan elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi = inovatif).

(36)
Apakah metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan?


Dapat


(37)
Apakah e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik? Mengapa

Menurut saya, e-135 telah dipertimbangkan dengan baik karena penulis telah berusaha untuk menyempurnakan teori-teori sebelumnya yang mempunyai kekurangan satu sama lainnya dan juga karena penulis telah membaca banyak buku hingga punya banyak masukan ataupun infirmasi baru.

(38)
Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis?

Masuk akal malahan sangat realistis karena teori-teori yang ada sebelumnya masih ada kekurangan dalam beberapa hal.

(39)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2?

Bisa asalkan e-135 mempunyai jam yang cukup panjang (dalam bebrapa kali pertemuan; minimal 4 kali) hingga para mahasiswa S2 bisa memahaminya dengan baiktelah dibukukan .

(40)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S1?

Bisa asalkan e-135 disosialisasikan dengan lebih sederhana dan fleksibel hingga lebih mudah dipahami.

G. Penutup
(41)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang ideal menurut Saudara?

Analisis linguistik yang ideal menurut saya seperti yang diharapkan oleh e-135 dimana ada unsur bentuk lingual baik itu analisis linguistik mikro maupun makro, memperhitungkan peran pengarang dan pembaca, mencoba mengatikan dengan ilmu lain, dan mencari makna dibalik makna.

(42)
Terkait dengan pertanyaan dimaksud, Bagaimanakah kontribusi E-135 untuk menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etsi/moral?

Jika e-135 bisa diaplikasikan secara baik dan benar serta sesuai harapan penulis maka ilmu linguistik mungkin dapat berperan banyak bagi kehidupan manusia karena ketika melakukan analisis wacana dengan menggunakan teori ini kita bisa menjadi lebih peka akan hal-hal kecil namun sensitif hingga kita bisa lebih menghargai orang lain. Hal ini akan berujung pada kondisi yang kondusif, damai, dan tenang (ketika semua orang saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya). Adanya tahapan analisis yang memungkinkan terjadinya kerjasama antara ilmu lingustik dengan ilmu-ilmu lainnya akan menambah atau meningkatkan fungsi linguistik dalam kehidupan kita karena ilmu lingustik akan lebih bermanfaat ketika ia bekerja-sama dengan ilmu lain contohnya ilmu neurolinguistik bisa merumuskan sebab gangguan bicara dan terapi untuk meminimalisir gangguan ini.

(43)
Item-item/ pertanyaan-pertanyaan nomor berapakah yang sulit Saudara pahami/ambigu? Mengapa?

Item nomor 34 saya ragu apakah yang dimaksud adalah keterkaitannya dengan teori yang sudah ada sebelumnya atau keterkaitannya dengan pemunculan e-135 dalam bentuk yang formal atau resmi.

(44)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?

Saran saya adalah agar e-135 ditulis dengan lebih sederhana dan langsung pada intinya (to the point). Misalnya saja dengan mengatakan bahwa e-135 merupakan teori analisis wacana yang merupakan gabungan dari pendekatan formalis kritis, posmodernis dan cultural studies dengan lima tahapan analisis: tahapan elaborasi (tahapan analisis bentuk lingual), tahapan representasi (tahapan penganalisisan teks berdasarkan sudut pandang atau otoritas penulis), tahapan signifikasi (tahapan analisis yang mempertimbangkan peran pembaca), tahapan eksplorasi (tahapan analisis yang memberdayakan konsep hipersemiotika dan kaitan linguistik dengan bidang ilmu lain), tahapan transfigurasi (tahapan analisi yang menjadi otoritas penganalisis teks atau wacana).

(45)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?

Contoh Aplikasi pada Mata Kuliah Wacana sesuai dengan Tugas Kelompok
1. Analisis simbol Anum sebagai tinanda caleg pilihan pada tahapan elaborasi
Anum dan caleg pilihan sebagai kata, terlebih dahulu dibedah dengan pendekatan formalis atau teori linguistik mikro. Anum adalah seorang perempuan berjilbab bernama lengkap Numlil Khaira Rusdi, M.Si, Apt yang juga seorang caleg DPR RI no urut 2 Dapil Sumbar 2 dari PBR (Partai Bintang Reformasi). Caleg pilihan adalah suatu kondisi, keadaan, ataupun pernyataan bahwa caleg yang dibicarakan merupakan orang yang terpilih (baik, jujur, berpendidikan, relijius, dll.). Tahapan ini memaknai kedua simbol lingual ini secara linguistis dalam kaitannya dengan hubungan, keterkaitan, keterikatan, gradasi dan perlawanan makna. Pada tahapan elaborasi ini, penanda Anum sebagai simbol caleg pilihan dapat diungkap secara morfologis, yakni; kata Anum dan caleg pilihan mengalami proses morfologis yang sama yakni; afiksasi dan pemendekan kata. Kata Anum berasal dari nama panjang Numlil Khaira Rusdi yang dipendekkan menjadi Num kemudian diberi awalan a- (walaupun di bahasa Indonesia tidak ada awalan a- tapi kita bisa menemukannya dalam bahasa lain misalnya bahasa Inggris). Hal ini juga terlihat muncul pada kata-kata caleg pilihan dimana kata caleg merupakan pemendekan dari kata-kata calon legislatif dan kata pilihan mengalami proses afiksasi dari akar kata pilih digabung dengan akhiran –an (pilih + -an).
2. Analisis simbol sebagai tinanda pada tahapan representasi

3. Analisis simbol sebagai tinanda pada tahapan signifikasi

4. Analisis simbol sebagai tinanda pada tahapan eksplorasi

5. Analisis simbol sebagai tinanda pada tahapan transfigurasi





Padang, Juni 2009



Nama: ELDIAPMA SYAHDIZA
Signature

YANTI RISWARA

KOMENTAR
I. Pengantar
Responden yang kami hormati. Seminggu yang lalu peneliti sudah meminta bantuan Saudara untuk membaca, memahami, dan mengkritisi tulisan yang diberi judul “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas” yang ditulis oleh Sawirman tahun 1999 (32 halaman, ketikan 1 spasi, font geramond 11, ukuran kertas A4). Berkenaan dengan tulisan tersebut, kami berharap bantuan Saudara untuk menjawab sejumlah pertanyaan berikut dengan sekritis-kritisnya. Jawaban Saudara tidak akan berpengaruh sama sekali dengan profesi, pendidikan, dan pekerjaan yang sedang Saudara tekuni saat ini. Terima kasih atas bantuan Saudara.

II. Identitas Diri
Nama : Yanti Riswara
Pekerjaan : Pegawai Balai Bahasa Provinsi Riau dan Mahasiswa Pascasarjana (S2) Unand, Program Linguistik

III. Pertanyaan
A. Terma E-135
(1)
Apakah Saudara pernah membaca/ mendengar terma E-135 dalam referensi lain selain rancangan model yang ditulis dan dirancang oleh Sawirman yang ada di tangan Saudara? Bila iya dimana?

Tidak.




(2)
Terma E-135 adalah singkatan dari E=Eksemplar, 1=Hermeneutika, 3=formalis, kritis, dan cultural studies/ posmodernis, serta 5= tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi), bagaimanakah menurut Saudara dengan nama itu?

E-135 adalah sebuah terminologi yang cukup menarik. Berdasarkan uraian dari unsur-unsur huruf dan angka yang digunakan, istilah ini sangat tepat dan sesuai. Akan tetapi, bila E (exemplar) dipahami sebagai cikal bakal lahirnya sebuah paradigma atau teori, artinya E-135 masih merupakan rancangan dari paradigma atau teori yang ingin diformulasikan. Selama terminologi ini masih menggunakan E, artinya selama itu juga ia masih merupakan sebuah rancangan. Hal ini tentu akan membuat formulasi ini tidak kuat digunakan sebagai dasar sebuah analisis. Tidak berlebihan sebenarnya bila langsung digunakan P (paradigma) atau T (teori) dalam hal ini. Persoalan apakah paradigma atau teori ini (sudah) dapat digunakan sebagai pisau analisis atau belum, adalah persoalan pengakuan terhadap paradigma atau teori ini setelah dipublikasikan secara akademis dan tingkat ‘keampuhan’ formulasi ini dalam membalah/mengkritisi sebuah wacana.

(3)
Apakah Saudara memiliki usulan nama lain untuk “pengganti” terma E-135?

Ya. Bila unsur huruf E akan dipatenkan menjadi nama secara utuh bersama dengan unsur angka 135, unsur ini harus digunakan seterusnya pada saat telah diterima menjadi sebuah paradigma atau teori. Oleh sebab itu, sebaiknya langsung digunakan terma P-135 (Paradigma-135) atau T-135 (Teori-135) agar terma itu baku dari awal.

B. Hermeneutika dalam Linguistik
(4)
Apakah Saudara setuju dengan Hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya mata-mata kuliah “makro” seperti wacana, semiotika, bahasa media, serta bahasa dan ideologi, dan lain-lain?

Setuju sekali. Menurut saya, Hermeneutika dapat memayungi basis ontologis lain semisal Semiotika karena pada kenyataannya setiap tanda (linguistik maupun nonlinguistik) merupakan refleksi dari tinanda yang dapat ditafsirkan dengan hermeneutika. Artinya, Hermeneutika bisa menjadi basis analisis semiotika di samping dapat langsung menjadi basis analisis penggunaan bahasa (linguistik) secara makro.
a
(5)
Sejauhmanakah Saudara mengenal aliran filsafat Hermeneutika beserta tokoh-tokohnya?

Cukup baik. Beberapa tokoh yang mengemukakan teori pendekatan hermeneutik misalnya, F.D.E Schleiermarcher, Hans-Georg Gadamer, Jurgen Habermas, Wilhelm Dilthey, dan Paul Ricoeur. Di antara tokoh-tokoh tersebut, saya cenderung menyukai konsep-konsepnya Ricoeur karena ia lebih menitikberatkan pendekatan hermeneutik dalam menganalisis bahasa sebagai simbol makna dengan tidak hanya menekankan bahasa sebagai simbol tapi juga apa di balik simbol tersebut misalnya latar belakang pribadi penulis sebuah wacana yang mungkin tersirat dalam wacana.

C. Teori-teori “Formalis” dalam Linguistik
(6)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Formalisme” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Ya, setuju. Konsep “formalisme” yang mengutamakan aspek material, keakuratan aneka bentuk (correct forms), dan pemberian aneka label kategori, dan fungsi yang tidak diangkat oleh CDA menjadikan E-135 lebih kuat serta dapat memperlihatkan dengan jelas hubungan kesemestaan konsep yang ada di balik sebuah wacana dengan simbol-simbol linguistik yang sedang dianalisis.

(7)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Formalisme”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Formalis beserta tokoh-tokohnya?

Cukup banyak. Tokoh paling berpengaruh tentunya de Saussure sebagai pendobrak aliran strukturalisme di Eropah dan Bloomfield di Amerika. Di samping itu ada N. Trubetzkoj, dan R. Jakobson yang mengembangkan aliran Praha dan Louis Hjemslev yang mengembangkan aliran Kopenhagen. Di Inggris ada aliran Firthian yang dikembangkan oleh John. N. Firth. Di samping itu, juga ada tokoh formalis besar seperti Noam Chomsky, M.A.K. Halliday, Kenneth L. Pike, dll.


(8)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang eksplanatoris yang diharapkan Chomsky (bukan hanya deskriptif) menurut Saudara?

Analisis linguistik yang eksplanatoris menurut saya adalah analisis yang tidak meninggalkan pertanyaan atau malah menimbulkan pertanyaan baru. Jadi sebuah analisis linguistik yang dilakukan harus menjawab semua persoalan yang diangkat dan bahkan dapat mengantisipasi pertanyaan yang mungkin timbul. Artinya. Analisis harus tajam, jelas, memiliki daya argumentasi yang kuat, dan menyeluruh, serta tidak memiliki celah-celah yang mungkin dapat digunakan untuk menyerang balik hasil analisis atau membuat antitesis terhadap hasil analisis.

C. Teori-teori Kritis dalam Linguistik
(9)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep Teori Kritis dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Setuju. Konsep-konsep Teori Kritis yang menentang paham positivis yang memisahkan subjek dan objek atau pembuat teks dengan teks-nya agaknya memang harus diberi tempat dalam sebuah analisis wacana karena sebuah wacana lahir dari suatu proses pengalaman dan pemahaman penulisnya tehadap segala sesuatu. Itulah yang menyebabkan sebuah wacana tentang sesuatu hal yang sama akan terlihat berbeda dengan wacana yang ditulis oleh oleh orang lain.

(10)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Teori Kritis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Kritis dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Teori Kritis memandang segala sesuatu sebagai sebuah proses atau sesuatu yang fenomenal, yang tidak memisahkan teks dengan subjeknya karena seberapa objektifnya sebuah teks, kesan subjektivitas pasti ada meski tidak terlihat secara eksplisit tetapi menjadi ‘roh’ yang menentukan bentuk dari dari wacana sebuah wacana. Tokoh-tokoh seperti Adorno, Marcuse, Habermas dari mazhab Frankfurt yang memotori lahirnya Teori Kritis tentu merupakan tokoh yang cukup dikenal dalam hal ini. Di samping itu Fairclough dan van Dijk yang merupakan sosok-sosok yang gigih mengibarkan bendera teori kritis telah melahir CDA sebagai sebuah konsep yang hingga saat ini banyak digunakan oleh analis wacana kritis.

(11)
Bagaimanakah Kontribusi teori-teori kritis seperti model Norman Fairclough, van Dick, atau tokoh-tokoh lain di mata Anda?

Kontribusi Teori Kritis seperti model Norman Fairclough dan van Dick misalnya, sangat besar dalam membuka atau mengungkap makna-makna tersembunyi dalam proses pemaknaan sebuah wacana. Teori Kritis telah menggugah para linguis untuk tidak memaknai sebuah teks linguistik dari simbol-simbol yang tertulis atau terlihat dengan gamblang, tetapi sudah mencoba membolak-balik sesuatu yang tidak terlihat secara langsung. Ini jelas merupakan gambaran perkembangan cara berfikir yang semakin kritis dan baik.

D. Teori-teori “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam Linguistik
(12)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Tadinya pengetahuan saya tidak terlalu banyak tentang konsep-konsep Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis. Namun, dari uraian penulis E-135 saya menangkap bahwa ketiga konsep ini sebenarnya saling membangun dalam menentang cara berfikir formalis dan strukturalis, terutama sekali dalam menolak grand narratives. Dalam hal ini, saya sangat setuju dengan penulis yang menghargai grand narratives karena bagaimanapun grand narratives telah memberikan cikal-bakal pengembangan ilmu-ilmu linguistik hingga saat ini, meskipun seperti kata penulis, mungkin dilabeli berbeda, tetapi memiliki esensi yang bertahan sebagai acuan berfikir, meskipun memiliki sisi-sisi lemah.

(13)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori tersebut dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?




Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, saya tidak terlalu menguasai teori-teori ini, kecuali sedikit tentang pengganyangan makna-nya Derrida, penundaan makna-nya Lyotard dan hiperealitas-nya Baudrillard yang didapat pada mata kuliah Semiotiks sebelumnya, seperti yang diuraikan oleh penulis dalam draf E-135 ini.

(14)
Bagaimanakah Kontribusi “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis, seperti Derrida, Foucault, Lyotard, dan lain-lain di mata Anda?

Ketiga bidang kajian ini bersama dengan konsep CDA nampaknya menjadi titik tolak pengembangan draf E-135. E-135 mencoba merevisi dan merangkum ide-ide dasar konsep-konsep di atas dan melengkapi kerumpangan karena konsep-konsep sebelumnya itu nampak memarjinalkan keberadaan hukum, kaidah, dan kategori lingual dalam kajian linguistik dan wacana.

E. Tahapan Analisis E-135
Bagaimanakah menurut Saudara tahapan E-135 untuk menganalisis Mata Kuliah Wacana? Silakan komentari kelebihan, kelemahan, dan peluangnya di masa mendatang!

(15)
Tahapan Elaborasi (Tahap Linguistik)

Tahapan elaborasi dengan pendekatan teori-teori linguistik (mikro) sebagai tahapan pertama dalam analisis wacana sudah sangat tepat karena secara gamblang sebuah wacana dibangun oleh simbol-simbol linguistis. Hal ini yang secara khusus membedakan analisis wacana dari analisis teks semiotika yang juga melibatkan simbol-simbol selain bahasa dan juga dari analisis bidang ilmu di luar linguistik. Saya tidak melihat titik lemah penggunaan tahapan ini. Tahapan ini agaknya akan menjadi sebuah pencerahan kerangka berfikir dalam analisis wacana di masa datang.

(16)
Tahapan Representasi
(Interteks Vertikal/Horizontal)

Tahapan representasi yang menghubungkan tanda atau simbol-simbol linguistis dengan realitas fakta, manusia, keadaan, peristiwa, benda nyata, atau objek untuk menemukan berbagai kemungkinan makna baik implisit maupun eksplisit adalah sangat penting supaya pemaknaan tidak menjadi salah kaprah atau terlepas jauh dari apa yang dimaksudkan oleh pengarang. Secara pribadi, saya tidak setuju dengan klaim Barthes tentang “the Dead of the Author” karena sebuah wacana tercipta dari sebuah keputusan mental pengarang yang tidak lepas dari subjektivitasnya sebagai sebuah pribadi yang harus diapresiasi dari wacana yang dihasilkan. Persoalan interpretasi yang meluas atau malah menyempit bisa saja terjadi dan itu menggambarkan tingkat pemahaman seorang analis atau interpreter terhadap wacana dan keluasan cakrawala berfikirnya. Bukan tidak mungkin seorang analis justru dapat mengungkap makna yang secara tidak sadar disampaikan oleh si pengarang dalam wacana. Tahapan ini juga sudah diformulasi dengan baik untuk dapat menjadi kerangka analisis wacana yang akan berkembang di masa depan.

(17)
Tahapan Signifikasi (Semiotika)

Saya kurang setuju untuk memberikan otoritas penuh (yang terkesan seperti peluang untuk memaknai secara mana-suka) pada pembaca dalam memaknai sebuah wacana. Keaktifan pembaca menggali semua kemungkinan makna harus dipandu oleh kerangka berfikir logis yang dilandasi dasar ilmu yang sesuai dalam menghubungkan simbol bahasa yang digunakan pengarang dengan interpretasi yang tepat atau bahkan melengkapi, dan bukannya bergerak menjauh dari esensi yang disampaikan oleh pengarang tersebut atau malah menjadi sangat berlawanan. Seorang analis wacana harus dapat menjelaskan secara akademis dan masuk akal tentang interpretasi yang dibuatnya atas sebuah wacana. Tahapan ini merupakan tahapan yang mutlak dan menjadi tahapan penting dalam analisis wacana.

(18)
Tahapan Eksplorasi (Dimensi Ilmu Lain)


Pemberdayaan pendekatan hipersemiotika (hypersign) dan hiperteks (hypertext) sebagai bentuk eksplorasi untuk melakukan penjelajahan makna tanda/simbol lingual sampai tahapan makna terdalam (depth meaning) yang menjadi harapan tertinggi dalam sebuah analisis wacana merupakan konsepsi yang sangat tepat. Artinya, sebuah analisis memang seharusnya dapat mendeskripsikan semua pemaknaan secara maksimal dan tuntas, namun tentu saja hal ini tidak mudah terwujud karena sangat bergantung pada kemampuan, kecermatan, dan netralitas seorang analis wacana yang didasari oleh kesadaran bahwa ‘language is descriptive’. Seorang analis wacana tentu tidak boleh membuat interpretasi yang berbeda hanya karena secara pribadi ia tidak menyukai konsepsi makna yang disampaikan pengarang dalam wacana sehingga ia melibatkan faktor emosi yang tidak dapat dijelaskan secara akademis dalam memberikan interpretasi. Mungkin ini yang menjadi sisi lemah tahapan ini sehingga cita-cita mulia E-135 tidak mudah diwujudkan. Namun, tahapan ini akan memotivasi seorang analis wacana untuk mengembangkan diri dan pengetahuannya.

(19)
Tahapan Transfigurasi
(Pemetaan/Makna Hiperealis)

Terdapat sedikit kontradiktif tahapan transfigurasi dengan tahapan sebelumnya, bila tahapan ini diimplikasikan sebagai bentuk mempersilakan masing-masing analis memaknai wacana berbeda berdasarkan pemahaman subjektifnya saja yang dapat ditafsirkan sebagai kebebasan mutlak. Mungkin penjelasannya sedikit diluruskan bahwa trasfigurasi yang memberi kebebasan berinterpretasi antaranalis diikat oleh satu landasan abstrak bahwa tujuan analis adalah menyingkap makna yang tidak disampaikan secara eksplisit dengan tepat. Menurut pendapat saya, mengungkap makna itu adalah membeberkan makna yang sebenarnya dimiliki oleh wacana tapi tidak terdeskripsi dengan gamblang, bukan membuat atau memberi makna baru yang secara sadar atau tidak, tidak disampaikan oleh si pengarang. Bila seorang analis sudah membuat atau memberi makna baru, artinya ia bukan lagi seorang analis atau interpreter, tapi sudah menjadi seorang kreator/pencipta wacana baru. Dalam hal ini, sebaiknya ia tidak membuat wacana di atas sebuah wacana tetapi menciptakan wacana yang memuat konsepsi-konsepsinya sendiri berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan imajinasi yang berasal dari mind repertoire-nya sendiri. Ini lebih fair untuk menghargai peran seorang pengarang.

Tahap “Penundaan Makna”

(20)
Kebenaran makna dalam e-135 menganut “Prinsip Penundaan”? Bagaimanakah menurut Anda?


Boleh saja. Hal ini mengimplikasikan bahwa seorang analis tidak boleh gegabah atau terlalu cepat menyimpulkan makna sebuah wacana. Artinya, seorang analis dituntut untuk sanggup melihat keseluruhan makna dari berbagai perspektif yang mungkin. Hal ini bertujuan untuk memperoleh makna yang sebenarnya secara utuh, bukan sebagai cara untuk memberi makna baru. Tingkat kecermatan dan kesabaran seorang analislah yang membuat pemaknaan terlihat berbeda, tetapi perbedaan itu harusnya diterjemahkan sebagai perbedaan makna antara ”utuh dan kurang utuh”, bukan perbedaan makna antara “A lawan B”.

(21)
Bisakah Saudara membedakan Prinsip Penundaan Makna Menurut Derrida dan/atau Lyotard dengan e-135?


Ya. E-135 tidak spenuhnya mengadopsi konsep yang dianut oleh Derrida dan/atau Lyotard terutama sekali perihal penihilan grand narratives. Di samping itu, prinsip penundaan makna dalam E-135 merangkul konsep Derrida dan Lyotard sekaligus sehingga menjadi saling melengkapi atau saling menyempurnakan.


(22)
Bagaimanakah Prinsip Penundaan Makna dengan terma “Rekonstruksi Makna” dalam e-135?


Sepertinya terma rekonstruksi kurang tepat digunakan dalam menerapkan prinsip penundaan makna, karena prinsip menundaan makna mengimplikasikan metode deduktif dalam menganalisis sedangkan rekonstruksi mengimplikasikan metode induktif. Keduanya berada pada posisi yang sejajar sehingga mungkin dapat digunakan sekaligus keduanya dalam sebuah analisis.



Tahap Penganyangan Makna (Melting Pot)
(23)
Untuk mengungkap interpretasi pemaknaan terdalam dalam e-135 dapat dilakukan dengan penganyangan makna (melting pot) dengan model/diagram tersendiri, bagaimanakah menurut Saudara?

Pengganyangan makna (melting pot) dengan diagram yang diajukan dalam E-135 sepertinya memberi acuan yang kuat pada analis wacana untuk mengantisipasi segala kemungkinan makna yang dapat digali dari sebuah wacana hingga mencapai makna terdalam. Dari lima (5) tahapan dengan lima (5) tesis yang dapat saling-silang bersinergi untuk membangun sejumlah sintesis, saya tidak melihat kemungkinan munculnya antitesis. Ibarat mendirikan sebuah bangunan, sintesis bermakna menambah tiang-tiang penyangga yang memperkokoh bangunan tersebut, sebaliknya antitesis berpotensi meruntuhkan bangunan dengan mempreteli bagian penyangga yang dianggap kurang tepat atau salah pasang.

(24)
Bisakah model penganyangan makna yang diagram yang diusulkan mampu mengungkap “makna terdalam” (depth meaning) Baudrillard dalam Analisis Wacana menurut Saudara?





Ya, sangat nampak jelas sebagaimana diuraikan dalam jawaban (23).




F. Pertanyaan Umum secara Holistik
(25)
Apakah e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan Ejaan yang benar? Silakan kemukakan alasan Anda?

Belum. Dalam hal ini, E (exemplar) agaknya dimaksudkan menjadi unsur yang dipatenkan dengan 135 sebagai nama karena ditulis inisial yang dihubungkan dengan tanda hubung dengan 135. Jika demikian, E ditulis dengan huruf kapital. Akan tetapi bila kata eksemplar bukan menjadi bagian dari nama yang menyatu dengan 135, maka tidak perlu ditulis inisial dan dihubungkan dengan 135 dengan tanda hubung (-), karena kata eksemplar setiap saat dapat digantikan oleh kata paradigma atau teori, seperti eksemplar 135, paradigma 135, atau teori 135.

(26)
Apakah e-135 telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis? Silakan kemukakan alasan Anda?

Tidak ada persoalan karena pemberian nama adalah hal bagi pencipta. Persoalannya, bila E-135 menjadi sebuah nama secara utuh, maka ketika dikutip dalam tulisan, harus diperlakukan sebagai sebuah nama utuh. Artinya, unsur eksemplar bukan menjadi kata yang beralternatif dengan paradigma atau teori. Bila formula ini sudah diakui secara akademis, misalnya menjadi sebuah teori, kita akan menyebutnya teori E-135. Itulah mengapa penggunaan huruf E dipertimbangkan. Jawaban ini terkait dengan jawaban nomor 2, 3, dan 25.

(27)
Apakah e-135 telah dipikirkan dengan baik dan ditulis dengan baik? Silakan kemukakan alasan Anda?

Ya. Konsep pemikiran ini sudah memiliki landasan analisis yang lebih baik dari pada teori wacana kritis yang sudah ada seperti CDA.

(28)
Apakah kelebihan dari e-135 menurut Anda?

Konsep ini diformulasikan secara lebih detail dan lebih sempurna untuk sebuah analisis wacana kritis. Konsep ini disiapkan untuk dapat menjawab pertanyaan what, how, dan why sekaligus dalam sebuah analisis.

(29)
Apakah e-135 tidak terlalu ambisius?

Tidak. Setiap pemikiran baru adalah sebuah ambisi tetapi konsep E-135 merupakan ambisi yang memang seharusnya ada dalam perkembangan ilmu humaniora yang selalu dinamis. E-135 merupakan ide cemerlang yang lahir ditengah kerumpangan teori analisis wacana kritis, yang perlu disosialisasikan lebih luas supaya konsep-konsep yang diajukan dapat diterima/diakui sebagai sebuah teori dasar dalam kajian-kajian linguistik makro secepatnya.

(30)
Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis?

Ya, sangat masuk akal.Target yang diharapkan dari E-135 sudah dilandasi dengan konsep-konsep yang dapat dijelaskan secara akademis, dan mengakomodasi konsep-konsep dalam teori yang lain.

(31)
Apakah e-135 sesuai dengan tujuan penelitian wacana?

Ya, sesuai sekali. E-135 diharapkan dapat menbongkar habis seluruh persoalan dalam analisis wacana kritis terhadap linguistik makro tanpa menyisakan pertanyaan lanjutan.

(32)
Apakah sudah ditunjukkan bahwa e-135 ini tidak merupakan pengulangan dari
yang sudah pernah dilakukan?

E-135 dapat dikatakan merupakan rangkuman konsep sejumlah teori yang diejawantah lebih dalam dan saling melengkapi. Dalam hal ini, E-135 tentu saja tidak dikatakan sebagai bentuk pengulangan atau tukar nama dari sebuah teori lain. Setiap konsep pemikiran dapat memunculkan pemikiran lain, yang mendukung atau sebaliknya menolak pemikiran itu. Pemikiran baru dapat menjadi alternatif pengganti konsep lama atau menjadi sebuah perluasan dari konsep lama.

(33)
Apakah e-135 sesuai dengan kepakaran peneliti?

Ya. Sangat sesuai.

(34)
Apakah sudah ditunjukkan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit/sudah dilakukan?

Ya.

(35)
Apakah e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana? Mengapa?


Ya, karena lebih lengkap dan sempurna (dari teori CDA yang saat ini sedang popular dan banyak digunakan dalam analisis wacana).

(36)
Apakah metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan?


Ya. Pemaparan metode sangat jelas sehingga mudah dipahami dan diaplikasikan.

(37)
Apakah e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik? Mengapa

Konsep pemikiran sudah cukup, kecuali nama yang perlu disempurnakan agar tidak perlu diubah lagi ketika konsep sudah mapan dan diterima menjadi sebuah teori dalam analisis wacana yang lebih baik dari teori-teori yang sudah ada.

(38)
Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis?

Ya.

(39)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2?

E-135 sangat penting untuk segera dilaksanakan karena seorang mahasiswa S2 harus membuat analisis yang jauh lebih dalam dan cermat. Oleh sebab itu, tidak ada tawar-menawar dapat atau tidak hanya karena alasan sumberdaya, buku penunjang, dan peralatan yang belum memadai tetapi yang harus dilakukan adalah mengantisipasi semua itu agar konsep ini tersosialisasi dan dapat digunakan sesegera mungkin. Semua pihak, baik para dosen yang akan mengajarkan serta mahasiswa yang akan menggunakannya, harus proaktif dalam mengantisipasi semua itu.

(40)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S1?

Idealnya, penggunaan konsep E-135 tidak membatasi atau membedakan subjek penganalisis, tetapi pertimbangan sumber daya yang relatif lebih rendah dan pengalaman yang juga relatif lebih sedikit mahasiswa S1 dibanding mahasiswa S2 mungkin menjadi alasan penundaan untuk sementara penggunaan konsep ini di tingkat S1. Namun pada kondisi tingkat kemampuan kritisi mahasiswa S1 yang mungkin memadai untuk melakukan analisis dengan E-135, hal itu dapat saja dilakukan asal tidak menjadi standar minimal untuk keseluruhan.

G. Penutup
(41)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang ideal menurut Saudara?

Harus dapat menjelaskan setiap kemungkinan makna yang terkandung atau dibawa oleh simbol-simbol linguistik yang membangun struktur wacana tersebut dengan sebaik-baiknya dan wacana dapat dipahami tuntas hingga pada makna terdalam (depth meaning).

(42)
Terkait dengan pertanyaan dimaksud, Bagaimanakah kontribusi E-135 untuk menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etis/moral?

Kontribusi E-135 akan sangat besar bila diakui sebagai sebuah paradigma atau teori dasar dalam analisis wacana (lebih) kritis setelah CDA yang ada sekarang. E-135 merupakan konsep yang diformulasikan dengan tujuan menjadikan ilmu linguistik lebih humanis dan bermanfaat. Konsepsi yang diformulasikan dalam E-135 mengimplikasikan ayat pertama yang diturunkan dalam Al-quran, yaitu Iqra’, yang bermakna baca (dan baca lagi). Saya memahami ayat ini sebagai perintah bagi orang yang mau berfikir untuk tidak puas dengan sodoran makna secara eksplisit tapi harus dapat menemukan yang tersirat secara implisit. Hal itu hanya dapat diperoleh dengan ‘menggali lebih dalam’ dengan ‘linggis’ yang lebih runcing(tajam). Dalam hal ini, RE-135 dapat merepresentasikan ‘linggis’ yang lebih tajam itu hingga ditemukan lagi yang mungkin lebih tajam dari pada E-135.

(43)
Item-item/ pertanyaan-pertanyaan nomor berapakah yang sulit Saudara pahami/ambigu? Mengapa?

Pertanyaan nomor 30 dan 38 mungkin cukup salah satu saja dengan menggabungkan unsur yang diinginkan.

(44)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?

Penulisan naskah atau draf E-135 masih sedikit kurang cermat dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik EYD, penulisan istilah, maupun konstruksi kalimat.

(45)
Contoh Aplikasi pada Mata Kuliah Wacana sesuai dengan Tugas Kelompok

Pada lembaran berikut.

Padang, Juni 2009



Yanti Riswara


















(45) Contoh Aplikasi E-135 pada Mata Kuliah Wacana pada Slogan Iklan Aqua


Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya

1. Analisis Slogan Iklan Aqua pada Tahapan Elaborasi
Slogan yang digunakan oleh perusahaan air mineral merk Aqua Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya merupakan sebuah wacana yang dirancang dengan berbagai pertimbangan psikologi massa dan ekonomis yang sangat baik. Dengan pendekatan linguistik struktural, slogan ini dapat dideskripsikan sebagai berikut.
a. Slogan memiliki struktur non-predikatif (bukan kalimat) yang terdiri atas lima kata.
b. Slogan terdiri atas dua kelompok frasa, yaitu frasa nominal (FN) kebaikan alam dan frasa adverbial (FAdv) di setiap tetesnya.
c. Frasa nominal kebaikan alam terdiri atas dua kata dengan struktur frasa NN di mana nomina pertama merupakan nomina turunan yang terbentuk dari konfiks ke-an dan adjektiva baik.
d. Frasa adverbial di setiap tetesnya terdiri atas tiga unsur: preposisi di, adjektiva setiap, dan frasa nominal tetesnya dengan struktur NN yang dibangun oleh nomina tetes dan pronomina posesif persona ketiga tunggal –nya.

Untuk sementara analisis pada tahapan pertama ini ditempatkan pada kotak makna tertunda satu seperti berikut ini.

Kotak Makna Elaborasi (Kotak Makna Tertunda I)

/ Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya / = /non-predikatif/


I. Lima kata FN + FAdv MB + MT (Afiks)
Catatan : MB = morfem bebas MT morfem terikat FN= frasa nominal FAdv= frasa adverbial

2. 2. Analisis Slogan Iklan Aqua pada Tahapan Representasi
Pada tahapan representasi ini slogan akan dianalisis dengan menhubungkan antara simbol-simbol bahasa yang digunakan sebagai tanda dan konsep mental yang dipresentasikannya dengan realitas yang ada tentang sejumlah fakta yang mungkin mendukung penciptaan slogan ini. Isu “kembali ke alam” nampaknya dipercaya dapat mempengaruhi psikologi massa dalam kesuksesan iklan produk makanan atau minum yang sehat dan higienis yang berpengaruh kepada umur yang panjang.
Representasi slogan Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya nampak jelas dengan sengaja dimaksudkan untuk memberi pemaknaan kepada masyarakat pengguna air mineral merk Aqua bahwa produk air minum kemasan ini sangat menekankan pentingnya kesehatan dengan mengosumsi air yang bersih dan murni dan mengimplikasikan ada harapan hidup sehat dan lebih lama (umur panjang). Penggunaan slogan Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya memberi rangsangan positif bagi konsumen bahwa tingkat kebaikan atau kesehatan sebuah produk makanan adalah produk yang jauh dari unsur kimia sebagaimana yang ditawarkan oleh produk Aqua. Proses representasi ini untuk sementara ditempatkan pada kotak makna tertunda dua seperti berikut ini.
Kotak Makna Representasi (Kotak Makna Tertunda II)

/ Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya /= /umur panjang/


I. Lima kata FN + FAdv MB + MT (Afiks)
II. alamiah bersih/higienis sehat

3. 3. Analisis Slogan Iklan Aqua pada Tahapan Signifikansi
Tahapan signifikansi yang mengedepankan peran pembaca dalam hal memaknai slogan iklan Aqua nampak diberi ruang yang sangat baik oleh pemroduksi slogan ini.Dengan representasi yang telah digunakan pembuat slogan iklan ini, pembaca atau konsumen produk ini nampaknya akan memberikan respon positif dengan pemaknaan yang lurus atau literal terhadap kata yang digunakan sebagai simbol linguistis yang mencermin realitas X = X. Konsumen yand lebih kritis mungkin memaknai sedikit berbeda sebagai X = X- tatapi mungkin tidak ada alasan untuk memberi pemaknaan X=Y. Pemaknaan literal ini sekaligus disertai oleh pemaknaan pragmatis bahwa minuman yang mengandung kebaikan (alam) merupakan harapan bagi setiap konsumen. Pemaknaan dengan tahapan ini dapat dimasukkan pada kotak makna tertunda III berikut.
Kotak Makna Signifikansi (Kotak Makna Tertunda III)

/ Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya /= /umur panjang/= /respon positif/


I. Lima kata FN + FAdv MB + MT (Afiks)
II. alamiah bersih/higienis sehat
III. literal pragmatis harapan

4. 4. Analisis Slogan Iklan Aqua pada Tahapan Eksplorasi
Tahapan eksplorasi yang mencoba mancari keterlibatan bindang kajian lain nampaknya juga diperlukan dalam analisis slogan iklan Aqua ini. Slogan ini diprediksi terinspirasi dari konsep-konsep ekolinguistik yang telah menjadi topik pembicaraan dalam banyak jurnal dan laporan penelitian kebahasaan selama tiga puluh tahun terakhir ini. sehat yang mengaitkan bahasa dengan lingkungan. Hal ini didukung oleh penyataan yang ditulis oleh Edwar Sapir dalam buku “Language Environment” pada tahun 1912, di mana istilah ‘lingkungan’ tidak lagi membawa makna ekologis tetapi lebih kepada keadaan fisik dan sosial di sekeliling manusia. Tulisan Sapir ini merupakan usaha awal seorang linguis untuk beranjak pada pendeskripsian bahasa melalui struktur, sistem bunyi, makna kata dan sejenisnya yang menjabarkan hubungan antara alam dan bahasa. Pemaknaan dengan tahapan ekslorasi dapat dimasukkan dalam kotak penundaan makna IV.

Kotak Makna Signifikansi (Kotak Makna Tertunda IV)

/Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya/=/umur panjang/=/respon positif/=/ekolinguistik /


I. Lima kata FN + FAdv MB + MT (Afiks)
II. alamiah bersih/higienis sehat
III. literal pragmatis harapan
IV. lingkungan tesis-sintesis ekologi dan bahasa

5. Analisis Slogan Iklan Aqua pada Tahapan Transfigurasi
Sebagaimana yang saya sampaikan dalam jawaban pertanyaan bahwa saya kurang setuju dengan pemaknaan pada tahapan transfigurasi dari sejumlah penundaan makna dipersepsikan sebagai rekonstruksi terhadap sebuah makna baru. Oleh sebab itu, dalam hal ini, saya menganggap tahapan ini sebagai akumulasi perolehan makna yang berhasil dieksplorasi dari sebuah wacana yang mungkin saja menghasilkan transfigurasi yang terlihat berbeda tetapi itu hendaknnya diterjemahkan sebagai kesempurnaan pemaknaan.
Pada tahapan transfigurasi ini, slogan iklan Aqua dapat disimpulkan memiliki pemaknaan yang cukup kempleks. Sebagai sebuah produk iklan, slogan ini nampaknya memang sudah diberi makna yang kompleks itu oleh si pembuat slogan dengan mempertimbangkan psikologi massa dan psikologi pasar yang baik. Secara keseluruhan, slogan iklan ini memuat simbol linguistik yang tepat untuk sebuah iklan, yaitu singkat, padat, dan jelas. Penggunaan pilihan kata yang tepat dapat menimbulkan respon positif bagi konsumen produk ini bahwa air minum merk Aqua adalah minuman yang baik, sehat, dan bersih, yang menjadi harapan semua orang. Pemaknaan yang dapat dilakukan secara literal dan pragmatis juga mengindikasi konsepsi bahasa yang digunakan sebagai tanda merupakan tanda yang benar (X=X), atau hanya sedikit saja berlebihan/semu (X=X-). Pemaknaan yang melibatkan tahapan eksplorasi menunjukkan ada pengaruh perkembangan bidang ekolinguistik yang menghubungkan bahasa dengan lingkungan dan menggambarkan sebuah sintesis ilmu baru antara linguistik dan ekologi. Pemaknaan slogan Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya hingga tahapan transfigurasi ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa secara keseluruhan slogan membawa makna realis atau sedikit hiperealis (realis +), menunjukkan sebuah sintesis konsep ilmu yang memperluas makna sebelumnya. Pemaknaan sampai tahapan transfigurasi ini juga dapat dimasukkan dalam kotak makna sempurna sbb.
Kotak Makna Signifikansi (Kotak Makna Tertunda IV)

/Kebaikan Alam di Setiap Tetesnya/=/umur panjang/=/respon positif/=/ekolinguistik /
= / realis + /


I. Lima kata FN + FAdv MB + MT (Afiks)
II. alamiah bersih/higienis sehat
III. literal pragmatis harapan
IV. lingkungan tesis-sintesis ekologi dan bahasa
V. realis + tesis baru perluasan makna

Martha Yoriza H.

KOMENTAR
I. Pengantar
Responden yang kami hormati. Seminggu yang lalu peneliti sudah meminta bantuan Saudara untuk membaca, memahami, dan mengkritisi tulisan yang diberi judul “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas” yang ditulis oleh Sawirman tahun 1999 (32 halaman, ketikan 1 spasi, font geramond 11, ukuran kertas A4). Berkenaan dengan tulisan tersebut, kami berharap bantuan Saudara untuk menjawab sejumlah pertanyaan berikut dengan sekritis-kritisnya. Jawaban Saudara tidak akan berpengaruh sama sekali dengan profesi, pendidikan, dan pekerjaan yang sedang Saudara tekuni saat ini. Terima kasih atas bantuan Saudara.

II. Identitas Diri
Nama : Martha Yoriza H.
Pekerjaan : Mahasiswi Program Linguistik Pascasarjana UNAND.

III. Pertanyaan
A. Terma E-135
(1)
Apakah Saudara pernah membaca/ mendengar terma E-135 dalam referensi lain selain rancangan model yang ditulis dan dirancang oleh Sawirman yang ada di tangan Saudara? Bila iya dimana?

Jawaban: Belum pernah.

(2)
Terma E-135 adalah singkatan dari E=Eksemplar, 1=Hermeneutika, 3=formalis, kritis, dan cultural studies/ posmodernis, serta 5= tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi), bagaimanakah menurut Saudara dengan nama itu?

Jawaban: Penilaian awal sebelum membaca materi, E-135 dibayangkangkan seperti sebuah rumus matematika, bukan bahasa. Setelah dibaca lebih lanjut, baru saya mengetahui singkatan terma tersebut. Selama tidak menimbulkan kerancuan pada pembaca, pilihan penulis dengan nama terma ini menurut saya tidak menjadi masalah.

(3)
Apakah Saudara memiliki usulan nama lain untuk “pengganti” terma E-135?

Jawaban: Tidak, cukup nama terma E-135 ini di publikasikan seluas-luasnya.



B. Hermeneutika dalam Linguistik
(4)
Apakah Saudara setuju dengan Hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya mata-mata kuliah “makro” seperti wacana, semiotika, bahasa media, serta bahasa dan ideologi, dan lain-lain?

Jawaban: Pada dasarnya saya setuju hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya terhadap mata-mata kuliah “makro” karena hermeneutika memusatkan kajiaannya pada ihwal penafsiran atau interpretasi makna di dalam teks. Jadi, para mahasiswa, dosen, atau peneliti yang menggeluti kajian makro seperti wacana, semiotika, bahasa media, bahasa dan ideologi, dll. bisa lebih “bebas” menginterpretasikan tanda, baik tanda linguistik atau nonlinguistik yang akan dianalisisnya.



(5)
Sejauhmanakah Saudara mengenal aliran filsafat Hermeneutika beserta tokoh-tokohnya?

Jawaban : saya belum begitu mendalami ilmu tentang hermeneutika, tetapi saya mengenal beberapa tokoh hermeneutika seperti F.D.E Schleiermarcher, Wilhelm Dilthey, Hans-Georg Gadamer, Jurgen Habermas, dan Paul Ricoeur.

C. Teori-teori “Formalis” dalam Linguistik
(6)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Formalisme” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Jawaban : setuju, karena pemabatasan konsep formalism menunjukkan kejelasan batasan antara satu konsep dengan konsep yang lain.

(7)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Formalisme”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Formalis beserta tokoh-tokohnya?

Jawaban : saya mengenal konsep formalism yang dikemukan oleh Halliday yang menelurkan teori cohesion dan transitivity.

(8)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang eksplanatoris yang diharapkan Chomsky (bukan hanya deskriptif) menurut Saudara?



C. Teori-teori Kritis dalam Linguistik
(9)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep Teori Kritis dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Jawaban : setuju dengan dengan batasan konsep teori kritis dalam tulisan ini karena pada akhirnya, semua akan bermuara pada pemaknaan terdalam terhadap sebuah simbol.

(10)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Teori Kritis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Kritis dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Jawaban : saya belum mempelajari banyak tentang teori kritis.

(11)
Bagaimanakah Kontribusi teori-teori kritis seperti model Norman Fairclough, van Dick, atau tokoh-tokoh lain di mata Anda?

Jawaban: kontribusi tentu saja member sesuatu yang baru, menyempurnakan yang lama.

D. Teori-teori “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam Linguistik
(12)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Jawaban: setuju, tetapi dengan batasan konsep “cultural studies/ posmodernis/dekonstruksionis” yang terdapat dalam tulisan ini, alasalkan “pembongkaran” yang dilakukan masih dalam unsur-unsur yang saling berkaitan dan bersifat logis.


(13)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori tersebut dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Jawaban : saya mengenal teori cultural studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis yang paling sentral adalah Derrida.

(14)
Bagaimanakah Kontribusi “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis, seperti Derrida, Foucault, Lyotard, dan lain-lain di mata Anda?

Jawaban: kontribusi pencetus teori inilah yang memperkaya warna dalam Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis.

E. Tahapan Analisis E-135
Bagaimanakah menurut Saudara tahapan E-135 untuk menganalisis Mata Kuliah Wacana? Silakan komentari kelebihan, kelemahan, dan peluangnya di masa mendatang!

(15)
Tahapan Elaborasi (Tahap Linguistik)



Jawaban : cukup mendukung untuk perkembangan bidang mikro linguistik di masa yang akan datang.






(16)
Tahapan Representasi
(Interteks Vertikal/Horizontal)



Jawaban : terkadang dapat membinggungkan, karena dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda.






(17)
Tahapan Signifikasi (Semiotika)

Jawaban : tergantung pada analisis wacana yang sudah terbentuk, hanya saja hasilnya sangat dipengaruhi oleh kejelimetan penganalisis dalam memaknai dan menginterpretasikan penanda dan petanda.










(18)
Tahapan Eksplorasi (Dimensi Ilmu Lain)


Jawaban : sama dengan jawaban no 17




(19)
Tahapan Transfigurasi
(Pemetaan/Makna Hiperealis)

Jawaban : Menurut saya, pada tahap inilah analisis wacana sesungguh dilakukan karena makin tinggi pemahaman subjektif (horizon ekpektasi) seseorang, maka semakin baik dan mendalamlah makna yang dihadirkannya.







Tahap “Penundaan Makna”
(20)
Kebenaran makna dalam e-135 menganut “Prinsip Penundaan”? Bagaimanakah menurut Anda?


Jawaban : prinsip penundaan makna adalah sebuah hal yang baik, karena dengan adanya penundaan makna, kita tidak terlalu terburu-buru memaknai sesuatu(data). Melalui prinsip penundaan, pada akhirnya akan ditemukan makna yang lebih kompleks dan mendalam.









(21)
Bisakah Saudara membedakan Prinsip Penundaan Makna Menurut Derrida dan/atau Lyotard dengan e-135?










(22)
Bagaimanakah Prinsip Penundaan Makna dengan terma “Rekonstruksi Makna” dalam e-135?


Jawaban : penundaan E-135 dalam terjadi dengan hal yang lebih kompleks dan berulang kali.






Tahap Pengayangan Makna (Melting Pot)
(23)
Untuk mengungkap interpretasi pemaknaan terdalam dalam e-135 dapat dilakukan dengan pengayangan makna (melting pot) dengan model/diagram tersendiri, bagaimanakah menurut Saudara?

Jawaban : dapat dilakukan.








(24)
Bisakah model pengayangan makna yang diagram yang diusulkan mampu mengungkap “makna terdalam” (depth meaning) Baudrillard dalam Analisis Wacana menurut Saudara?

Jawaban : bisa








F. Pertanyaan Umum secara Holistik
(25)
Apakah e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan Ejaan yang benar? Silakan kemukakan alasan Anda?

Jawaban : secara umum sudah mengikuti aturan EYD, walau di sana-sini terkadang masih ada yang luput dari perhatian penulis.

(26)
Apakah e-135 telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis? Silakan kemukakan alasan Anda?

Jawaban : draf teori e-135 telah ditulis dengan kaidah dan etika akademis, namun perlu kiranya ditambahkan komentar para ahli linguistik, dosen, atau peneliti dari luar Indonesia sebagai penguatan konsep.

(27)
Apakah e-135 telah dipikirkan dengan baik dan ditulis dengan baik? Silakan kemukakan alasan Anda?

Jawaban: menurut saya e-135 telah telah dipikirkan dan ditulis dengan baik oleh penulis. Alasan saya mengatakan hal ini karena saya melihat latar belakang, visi, dan misi e-135 yang begitu bagus, konsep teori yang begitu matang dan model analisis yang sangat terpadu dan mendalam. Saya merasa penemuan baru ini layak memperoleh apresiasi.

(28)
Apakah kelebihan dari e-135 menurut Anda?

Jawaban : kelebihan e-135 adalah keterpaduan model analisisnya yang mampu menerapkan analisis dari tahapan formalis/mikro sampai pada tahapan trasfigurasi, sehingga dapat menghasilkan interpretasi yang mengagumkan.

(29)
Apakah e-135 tidak terlalu ambisius?

Jawaban : sebuah proyek masa depan, lumrah saja jika ada sisi ambisius yang muncul.

(30)
Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis?

Jawaban : cukup realistis

(31)
Apakah e-135 sesuai dengan tujuan penelitian wacana?

Jawaban : sejauh ini e-135 sudah sesuai dengan tujuan penelitian wacana karena tujuan akhir penelitian wacana adalah interpretasi yang mendalam terhadap relasi antara peristiwa dan makna.

(32)
Apakah sudah ditunjukkan bahwa e-135 ini tidak merupakan pengulangan dari
yang sudah pernah dilakukan?

Jawaban : E-135 cukup menunjukkan identitas diri sendiri.

(33)
Apakah e-135 sesuai dengan kepakaran peneliti?

Jawaban : cukup sesuai, teruji dan berharap dapat di maksimalkan para peneliti

(34)
Apakah sudah ditunjukkan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit/sudah dilakukan?

Jawaban : lengkap

(35)
Apakah e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana? Mengapa?


Jawaban : e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana karena telah melahirkan model analisis wacana baru yang lebih kompleks dan terpadu, sehingga diharapkan akan menghasilkan interpretasi analisis wacana yang lebih baik.

(36)
Apakah metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan?


Jawaban : saya berkeyakinan bisa.

(37)
Apakah e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik? Mengapa

Jawaban : e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik karena tanpa melalui pertimbangan yang matang tidak mungkin akan lahir sebuah draf teori yang mendetail seperti e-135 ini.

(38)
Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis?

Jawaban : masuk akal dan cukup realistis

(39)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2?

Jawaban : tidak ada alasan untuk kata tidak.

(40)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S1?

Jawaban : untuk tahap pengenalan saya rasa cukup pemahaman S1.

G. Penutup
(41)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang ideal menurut Saudara?

Jawaban : analisis linguistik yang ideal adalah analisis linguistik yang mampu menghasilkan analisis dan interpretasi “terdalam” dari sebuah data.

(42)
Terkait dengan pertanyaan dimaksud, Bagaimanakah kontribusi E-135 untuk menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etsi/moral?

Jawaban : Saya sangat optimis bahwa term E-135 dapat menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etnis/moral.

(43)
Item-item/ pertanyaan-pertanyaan nomor berapakah yang sulit Saudara pahami/ambigu? Mengapa?



(44)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?

Jawaban : Sebaiknya term e-135 lebih disempurnakan lagi baik dari segi bahasanya maupun dari format penyajiannya supaya lebih mudah dipahami dan menarik untuk dibaca.

(45)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?



Padang, 15 Juni 2009



Nama: Martha Yoriza H.
Signature

NON MARTIS

KOMENTAR
I. Pengantar
Responden yang kami hormati. Seminggu yang lalu peneliti sudah meminta bantuan Saudara untuk membaca, memahami, dan mengkritisi tulisan yang diberi judul “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas” yang ditulis oleh Sawirman tahun 1999 (32 halaman, ketikan 1 spasi, font geramond 11, ukuran kertas A4). Berkenaan dengan tulisan tersebut, kami berharap bantuan Saudara untuk menjawab sejumlah pertanyaan berikut dengan sekritis-kritisnya. Jawaban Saudara tidak akan berpengaruh sama sekali dengan profesi, pendidikan, dan pekerjaan yang sedang Saudara tekuni saat ini. Terima kasih atas bantuan Saudara.

II. Identitas Diri

Nama : Non Martis
Pekerjaan : Mahasiswa Pascasarjana (S2), Progran Studi Linguistik, Unand;Karyawan/PNS di Balai Bahasa Padang, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

III. Pertanyaan
A. Terma E-135
(1)
Apakah Saudara pernah membaca/ mendengar terma E-135 dalam referensi lain selain rancangan model yang ditulis dan dirancang oleh Sawirman yang ada di tangan Saudara? Bila iya dimana?

Selama ini saya belum pernah mendengar atau pun membaca term E-135 dalam referensi mana pun dan ini adalah untuk pertama kalinya saya mendengar dan sekaligus membacanya.


(2)
Terma E-135 adalah singkatan dari E=Eksemplar, 1=Hermeneutika, 3=formalis, kritis, dan cultural studies/ posmodernis, serta 5= tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi), bagaimanakah menurut Saudara dengan nama itu?

Meskipun semua unsur-unsurnya, yaitu huruf dan angka yang digunakan telah diuraikan sedemikian rupa, menurut saya, nama ini kurang greget. karena terkesan matematis dan tidak memperlihat ciri linguistis yang menjadi objek kajian ini. Selain itu, jika e (exemplar) dimaknai sebagai konstruksi berpikir, model, kerangka konseptual, ataupun sebuah paradigma/teori, artinya E-135 masih merupakan rancangan dari sebuah teori yang ingin dilairkan. Dengan kata lain, selama terminologi ini masih menggunakan E, selama itu juga ia masih merupakan sebuah rancangan, seperti rancangan undang-undang. Belum ada kesepakatan untuk mengundangkannnya atau mensyahkannya. Oleh karena itu, ia belum final dan akan sangat ‘diragukan’ jika digunakan sebagai salah satu dasar analisis wacana.


(3)
Apakah Saudara memiliki usulan nama lain untuk “pengganti” terma E-135?

Menurut saya tidak berlebihan jika E(xemplar) itu langsung saja diganti dengan T(teori). Karena yang menjadi pusat kajiannya adalah wacana, maka tulisan ‘wacana’ perlu dimunculkan. Dengan demikian, saya mengusulkan nama “Teori Wacana 135”. Atau, mencantum nama Bapak, Sawirman, menggantikan 135. Artinya, 135 diletakkan di dalam sebagai metode sehingga muncul nama “Teori Wacana Sawirman”. Manurut saya nama ini tidak akan kalah bersasing atau sejajar dengan Teori Wacana Laclau dan Mouffe (dalam Teori Wacana: Teori dan Metode, penulis Marianne W. Joegensen dan Louise J. Philip, Pnerjmh: Imam Suyitno dkk. 2007: Pustaka Pelajar). Kedua pakar ini juga menciptakan teori sendiri dengan cara menggabungkan dan memodifikasi dua tradisi teoretis utama, yaitu Marxisme dan Strukturalisme.



B. Hermeneutika dalam Linguistik
(4)
Apakah Saudara setuju dengan Hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya mata-mata kuliah “makro” seperti wacana, semiotika, bahasa media, serta bahasa dan ideologi, dan lain-lain?

Saya sangat setuju. Hermeneutika tentu akan dapat memayungi basis ontologis, misalnya Semiotika karena memang setiap tanda (linguistik maupun nonlinguistik) merupakan refleksi dari tinanda yang dapat ditafsirkan. Artinya, Hermeneutika bisa menjadi basis analisis semiotika di samping dapat langsung menjadi basis analisis penggunaan bahasa (linguistik) secara makro. Bukankah kitab suci kita Alquran juga menggunakan Hermeneutik ini sebagai basis penafsirannya?
.


(5)
Sejauhmanakah Saudara mengenal aliran filsafat Hermeneutika beserta tokoh-tokohnya?



Dalam semester lalu (I) kami telah diperknalkan pada beberapa aliran filsafat, di antaranya aliran filsafat Hermeneutik. Dengan demikian, sedikit banyak saya mengenal beberapa tokoh aliran ini, terutama Paul Ricoeur. Dia adalah tohoh yang sangat terkenal dengan pendekatannya ini. Tokoh lainnya adalah Wilhelm Dilthey, Jurgen Habermas, F.D.E Schleiermarcher, dan Hans-Georg Gadamer.


C. Teori-teori “Formalis” dalam Linguistik
(6)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Formalisme” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Setuju. Memang, batasan konsep “formalisme” selama ini hanya berkutat atau tertuju pada why ‘apa saja’ kaidah dan tanda lingusitik yang terdapat di dalam sebuah wacana dan sama sekali belum masuk pada tahap interprestasi mengapa dan bagaimana hal itu terjadi


(7)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Formalisme”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Formalis beserta tokoh-tokohnya?

Selama ini, dalam analisis wacana saya sering menerapkan teori-teori formal ini dan saya juga mengenal tokoh-tokohnya dengan baik, di antaranya MAK Halliday terkenal dengan karyanya Cohesion in English, Gillian Brown dan George Yule trkenal dengan karya mereka Discourse Analysis.
(8)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang eksplanatoris yang diharapkan Chomsky (bukan hanya deskriptif) menurut Saudara?

Analisis linguistik yang eksplanatoris seperti yang diharapkan Chomsky adalah analisis linguistik yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Penjelasannya itu tentu saja secara menyentuh dan dari berbagai aspek. Menurut saya, e-135 sudah memenuhi harapan Chomsky itu.

C. Teori-teori Kritis dalam Linguistik
(9)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep Teori Kritis dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Tentu. Saya setuju dengan batasan konsep teori kritis dalam tulisan ini karena memang sudah waktunya kita mengkaji secara keseluruhan dari berbagai kemungkinan dalam sebuah analisis wacana sehingga kita dapat sampai pada makna yang tepat pada konteks yang tepat pula.

(10)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Teori Kritis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Kritis dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Kata orang ‘tak kenal maka tak sayang’, karena tak sayang makanya tak mengetahui. Kebetulan, di lingkup pekerjaan saya, Balai Bahasa, teori kritis belum kami kenal. Bagi kami, teori-teori kritis ini masih sangat baru. Meskipun begitu, saya sangat tertarik dan ingin menerapkan teori-teori ini dalam penelitian saya di masa yang akan datang. Untuk itu, besar harapan saya pada teori e-135 ini yang--merupakan gabungan dari beberapa teori lain-- telah memperkenalkan saya dengan berbegai tahapan analisis pemaknaan.

(11)
Bagaimanakah Kontribusi teori-teori kritis seperti model Norman Fairclough, van Dick, atau tokoh-tokoh lain di mata Anda?

Teori kritis model Norman Fairclough dan van Dick memberikan dasar pijakan yang kokoh dalam tulisan ini. Begitu juga dengan konstribusi posmodernis, di antaranya Lyotard, Baudrilard tentang hiperalis, dan dekonstrksinya Derrida.

D. Teori-teori “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam Linguistik
(12)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Setuju, karena memang itulah batasan yang paling sesuai jika dibandingkan batasan-batasan yang pernah saya baca sebelumnya.

(13)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori tersebut dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Saya belum terlalu jauh menganal teori-teori dan tokoh-tokoh “cultural studies/posmodernis/dekonstruksionis” dalam linguistik. Namun, ada beberapa tokohnya yang saya kenal dalam teori-teori itu, di antaranya adalah Hogart, Derrida, Lyotard, Boudrilard, dan Foucault.

(14)
Bagaimanakah Kontribusi “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis, seperti Derrida, Foucault, Lyotard, dan lain-lain di mata Anda?

Menurit saya dan sejauh yang saya baca, kontribusi para tokoh tersebut di bidang linguistik khusunya dalam telaah wacana cukup banyak.

E. Tahapan Analisis E-135
Bagaimanakah menurut Saudara tahapan E-135 untuk menganalisis Mata Kuliah Wacana? Silakan komentari kelebihan, kelemahan, dan peluangnya di masa mendatang!

(15)
Tahapan Elaborasi (Tahap Linguistik)

Cukup bagus karena pada tahapan ini berkaitan dengan perkembangan bidang linguistik mikro. Selama ini memangbelum ada yang melakukannya. Oleh karena itu, di masa yang akan datang tahapan ini akan memperlihatkan kemuajuan yang lebih baik. Namun, yang agak susah pada tahap ini adalah saat menentukan notasi fonem-fonem itu.


(16)
Tahapan Representasi
(Interteks Vertikal/Horizontal)

Tahapan ini sudah mulai rumit, yaitu mencari keterkaitan penanda dengan tinanda. Meskipun dalam conoth wacana ini bisa dipahami secara samar-samar, belum tentu bisa pada wacana lain yang bukan politis. Akan tetapi, saya yakin hal ini manerik dan perlu dipelajari sebaik-baiknya. Peluangnya untuk masa yang akan datang tentu akan lebih baik sebagaimana teori ini secara keseluruhan akan diakui orang sebagai sebuah toei yang ‘mumpuni’.

17)
Tahapan Signifikasi (Semiotika)

Pada tahapan ini, otoritas pembaca dalam memaknai sebuah teks terlihat jelas karena ia diposisikan sebagai pembaca teks yang kritis. Menurut saya tahapan ini memerlukan ketelitian dan tingkat kehati-hatian yang cukup tinggi dalam pemaknaan sebuah tanda. Dengan demikian, makna yang dihasilkan itu sangat tergantung pada kejelimeta analisis yang dilakukan. Peluangnya untuk masa yang akan datang tentu saja sangat baik karena tahapan ini sangat berguna bagi semua bidang ilmu humansiora.

(18)
Tahapan Eksplorasi (Dimensi Ilmu Lain)


Tahapan ini menurut saya sangat terbuka. Di sinilah pemahaman makna secara holistik. Pemaknaan bisa dilihat dari sisi mana saja. Pemaknaaan dari semua bidang ilmu bisa dimasukkan dalam tahapan ini. Menurut penulis, tahapan inilah tahapan yang paling menarik karena siapa pun bisa memaknainya dari mana saja ia mau melihatnya. Selama ini belum pernah ada tahapan analisis wacana yang sebebas ini tergantung referensi yang dipunyai oleh seorang penganalisis. Jika dilihat peluangnya, tentu saja ini sangat baik dan disukai banyak orang. Tampaknya, toeri ini akan mengalami perkembangan yang jauh lebih signifikan pada tahapan ini. Insyaalah. Amin.


(19)
Tahapan Transfigurasi
(Pemetaan/Makna Hiperealis)

Layaknya seseorang sedang bekerja di sebuah laboratorium, di sebuah meja sudah tersedia sekian warna dasar yang nantinya satu sama lain akan diaduk dan menghasilkan warna yang berbeda-beda, tetapi unsur-unsur setiap warna yang diaduk itu masih dapat dikenali. Menurut hemat saya, pada tahap inilah analisis wacana yang sesungguh itu dilakukan karena makin tinggi pemahaman subjektif seseorang, semakin menukiklah makna yang diberikannya.


Tahap “Penundaan Makna”
(20)
Kebenaran makna dalam e-135 menganut “Prinsip Penundaan”? Bagaimanakah menurut Anda?


Prinsip penundaan makna yang dianut dalam e-135 adala sesuatu sangat baik karena dengan adanya penundaan makna tersebut, sebuah teks akan menemukan maknanya sesuai dengan konteksnya. Misalnya Dt Maringgih dan Syamsul Bahri pada novel Siti Nurbaya pada konteks cerita, yaitu kawin paksa Dt Maringgih adalah seorang pecundang dan Syamsul Bahri adalah seorang hero di hati seorang gadis. Akan tetapi, dalam konteks nasionalisme Dt Maringgih ternyata adalah seorang pejuang karena ia ikut melawan Belanda sedangkan Syamsul Bahri seorang pecundang karena ia adalah seorang pribumi yang menjadi entek Belanda. Tentunya melalui prinsip penundaan ini, pada akhirnya akan ditemukan makna yang lebih kompleks dan mendalam.


(21)

Bisakah Saudara membedakan Prinsip Penundaan Makna Menurut Derrida dan/atau Lyotard dengan e-135?


Contoh yang saya berikan sebelumnya mengenai penundaan makna pada novel Siti Nurbaya adalah penundaan makna sebagaimana yang dilakukan oleh Derrida dan Lyotard. Menurut saya, prinsip penundaan makna pada e-135 jauh lebih kompleks dan rumit karena dapat dilihat dari berbagai kemungkinan. Maksudnya, penundaan makna pada term e-135 dilakukan berulang kali sehingga hasil pemaknaannya pun jauh lebih baik dan tepat.


(22)
Bagaimanakah Prinsip Penundaan Makna dengan terma “Rekonstruksi Makna” dalam e-135?


Jawaban saya tidak jauh berbeda dengan jawaban pada nomor 21.





Tahap Pengayangan Makna (Melting Pot)
(23)
Untuk mengungkap interpretasi pemaknaan terdalam dalam e-135 dapat dilakukan dengan pengayangan makna (melting pot) dengan model/diagram tersendiri, bagaimanakah menurut Saudara?

Mestinya sangat baik karena semakin sering diaduk, ibarat adonan kue, tentu kue itu akan terasa lebih mantap. Namun, dalam tulisan tersebut penulis tidak memberikan contoh penganyangan makna itu. Yang ada cuma adonan angka-angka, tapi bukan makna dari hasil adukan antara semua angka-angka itu. Saya merasa tahapan ini sangat sulit saya ikuti. Dengan demikian, saya berharap penulis, suatu saat nanti, mengkhususkan waktu untuk ‘kami’ bisa memahami semuanya.





(24)
Bisakah model pengayangan makna yang diagram yang diusulkan mampu mengungkap “makna terdalam” (depth meaning) Baudrillard dalam Analisis Wacana menurut Saudara?




Mengapa tidak, asalkan benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya.





F. Pertanyaan Umum secara Holistik
(25)
Apakah e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan Ejaan yang benar? Silakan kemukakan alasan Anda?

Menurut saya, secara keseluruhan draf teori e-135 sudah ditulis dengan baik sesuai EYD.

(26)
Apakah e-135 telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis? Silakan kemukakan alasan Anda?

Sudah.

(27)
Apakah e-135 telah dipikirkan dengan baik dan ditulis dengan baik? Silakan kemukakan alasan Anda?

Menurut saya, tentu penulis tidak main-main dengan tulisan ini. Penulis telah memikirkan dan menuliskannya beberapa tahun yang lalu dan mengujicobakannya berkali-kali demi keampuhan dan ketahanujiannya. Hal itu saya ketahui dari latar belakang, visi, dan misi e-135 yang sangat baik, konsep teori yang begitu matang dan model analisis yang sangat padu. Oleh karena itu, pemunculan teori ini patut diacungkan jempol.

(28)
Apakah kelebihan dari e-135 menurut Anda?

Banyak kelebihan dari teori 135 ini di antaranya, model analisisnya yang mampu menerapkan analisis dari tahapan formalis/mikro sampai pada tahapan trasfigurasi/makro, sehinga menghasilkan interpretasi yang mengagumkan.

(29)
Apakah e-135 tidak terlalu ambisius?

Dalam kehidupan, hanya orang-orang yang berambisi, dalam pengertian positif, yang akan berhasil. Dalam hal ini pun ambisi sangat diperlukan agar ketahanujiannya segera mendapat pengakuan dalam kancah kajian linguistik secara umum.

(30)
Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis?

Dengan penerapan berbagai teori wacana dan model analisis yang ilmiah, tentu saja target yang diharapkan dari e-135 saangat masuk akal dan sangat realistis.

(31)
Apakah e-135 sesuai dengan tujuan penelitian wacana?

Menurut saya, e-135 sudah sangat sesuai dengan tujuan penelitian wacana karena tujuan akhir penelitian wacana adalah interpretasi terdalam.

(32)
Apakah sudah ditunjukkan bahwa e-135 ini tidak merupakan pengulangan dari
yang sudah pernah dilakukan?

Saya belum pernah membaca atau pun melihat adanya analisis wacana seperti ini pada tulisan-tulisan orang lain. Dengan demikian saya yakin bahwa e-135 tidak merupakan pengulangan.

(33)
Apakah e-135 sesuai dengan kepakaran peneliti?

Orang yang tidak/belum pakar dalam suatu bidang dapat dipastikan ia takkan bisa menciptakan sebuah draf teori yang paling sederhana sekali pun. Menurut saya, memang di sinilah kepakaran penulis atau pencipta e-135 tersebut.

(34)
Apakah sudah ditunjukkan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit/sudah dilakukan?

Banyaknya kutipan dan rujukan dalam tulisan ini, menurut saya, memperlihatkan pula keterkaitannya dengan pustaka/hasil penelitian yang pernah dilakukan.

(35)
Apakah e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana? Mengapa?


Tentu e-135 yang diajukan ini dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana karena telah melahirkan model analisis wacana yang berbeda dari yang sebelumnya sehingga diharapkan akan menghasilkan interpretasi analisis wacana yang lebih baik.

(36)
Apakah metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan?


Melalui metode yang begitu kompleks dan terpadu, saya rasa sudah dapat menjawab tujuan yang diharapkan.

(37)
Apakah e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik? Mengapa

Tentu sudah dipertimbangkan dengan baik jika tidak mana mungkin akan lahir sebuah draf teori 135 yang sangat bagus ini.

(38)
Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis?

Jawaban saya sama dengan jawaban pada nomor 30.

(39)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2?

Menurut saya dapat diterapkan dalam mata kuliah wacana di S2, terutama di S2 Program Studi Linguistik di Unand.

(40)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S1?

Banyak hal yang harus dipertimangkan jika diterapkan ada tingkat S1. Sebaiknya pada tingkat ini e-135 cukup diperkenalkan dulu.






G. Penutup
(41)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang ideal menurut Saudara?

Analisis linguistik yang ideal menurut saya adalah model analisis yang bahasa secara holistik.

(42)
Terkait dengan pertanyaan dimaksud, Bagaimanakah kontribusi E-135 untuk menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etnis/moral?

Saya yakin dan sangat optimis bahwa suatu saat nanti e-135 dapat menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etnis/moral.

(43)
Item-item/ pertanyaan-pertanyaan nomor berapakah yang sulit Saudara pahami/ambigu? Mengapa?

Ada tiga pertanyaan yang saya tandai, yaitu pertanyaan nomor 33 menurut saya ambigu dan pertanyaan 30 dan 38 mirip. Keambiguan pertanyaan 33 terletak pada kata peneliti. Apakah yang dimaksudkan dalam pertanyaan ini adalah penulis teori ini? Jika iya sebaiknya digunakan pemrakarsa karena pengisi angket atau responden ini ada juga yang berstatus sebagai peneliti. Pertanyaan nomor 30 dan nomor 38 menurut saya pada prinsipnya sama, yaitu (30) Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis? dan (38) Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis? Sebaiknya pilih salah satu di anatara kedua pertanyaan itu.

(44)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?

-
Pertanyaan nomor 45 merupakan penerapan analisis wacana dengan menggunakan term E-135, ditulis di halaman terpisah di bawah ini.
Padang, Juni 2009
Responden,




Non Martis

45. Contoh Aplikasi e-135 pada Iklan SBY


1. Analisis simbol SBY sebagai tinanda Presidenku 2009—2014 pada tahap elaborasi
Iklan politik SBY Presidenku 2009—2014 adalah sebuah klausa nominal yang nonpredikatif, dan mengngkapkan sebuah harapan. SBY adalah akronim dari nama seseoang, yaitu Susilo Bambang Yudoyono yang merupakan refleksi dari fonem /s/,/b/,/y/, presidenku terdiri atas nomina presiden dan –ku adalah bentuk singkat dari aku (orang pertama). Kelompok kata itu merefleksikan pemakaian fonem /p/./r/,/e/,/s/,/i/,/d/,/e/,/n/,/k/,/u/, serta angka 2009 yang mengacu pada tahun, tanda hubung (—) dan 2014 kembali mengacu pada tahun. Kata presiden yang bermakna ‘kepala negara’ dan –ku adalah bentuk singkat dari aku (orang pertama) yang menyatakan posesif/kepunyaan, tanda hubung (—) bermakna ‘sampai dengan’ atau ‘hingga’ dan 2014. Tahap analisis secara linguistis cukup sampai di sini. Proses elaborasi itu semnetara ditempatkan pada ‘kotak makna tertunda satu’.




Kotak Makna Elaborasi (Kotak Makna Tertunda I)
1. /SBY/= /Presidenku 2009--2014/

I. klausa nominal nonpredikatif harapan


2. Analisis simbol SBY sebagai Tinanda Presidenku 2009—2014 pada Tahap Representasi
Pada tahapan ini dilihat hubungan antara bahasa sebagai tanda dan konsep mental yang dipresentasikannya dengan realitas yang ada tentang fakta. SBY (Susilo Bambang Yudoyono) adalah seorang manusia, berjenis kelamin laki-laki, bersuku/etnik Jawa, mantan jenderal panglima Abri di era Soeharto, berpenampilan menarik, berkepribadian baik, sangat loyal, santun, tidak gegabah, selalu berhati-hati dalam berbicara, berbahasa Indonesia dengan baik (bagus/rapi), bahkan 1993 ia pernah mendapat penghargaan dari Pusat Bahasa sebagai pejabat negara yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. SBY sekarang adalah seorang presiden, yang selama kepresidenannya pernah menurunkan harga BBM sebanyak 3 kali, seorang kepala negara yang paling sering mengunjungi Sumatra Barat, mempunyai banyak lawan politik (khususnya pada saat ini). Tahap analisis pada tahapan representasi cukup sampai di sini. Proses representasi ini semnetara ditempatkan pada ‘kotak makna tertunda dua’.

Kotak Makna Representasi (Kotak Makna Tertunda II)
1. /SBY/= /Presidenku 2009--2014/ = /Jawa/=/tidak gegabah/=/santun/=/sering ke Sumatra Barat/



I. klausa nominal nonpredikatif harapan
II. tiga kelompok kata Etnis, Jabatan, Kepibadian menarik


3. Analisis simbol SBY sebagai Tinanda Presidenku 2009—2014 pada Tahapan Signifikasi
Pada tahapan ini penganalisis diberi otoritas yang seluas-luasnya untuk merepresentasikan tanda. Tahapan ini dalam e-135 disebut juga dengan tahapan sistem tanda semiotika. Dalam iklan SBY Presidenku 2009—2014. Akronim SBY secara bebas dapat ditafsirkan sebagai Si Butet Yogya (dalam Republik Mimpi). Tanda Presiden(ku) 2009—2014 dapat saja menunculkan makna yang bukan ‘kepala negara yang diharapkan memimpin Indonesia sampai dengan tahun 2014’, tapi mungkin saja ‘seseorang yang mengetuai sesuatu organisasi atau kelompok/grup’, misalnya grup paguyuban, dan bagi etnis Jawa dan bahkan etnis lain tidak ada yang tidak mengenal SBY ini dalam acara di Metro TV.
Kotak Makna Signifikasi (Kotak Makna Tertunda III)
1. /SBY/= /Presidenku 2009--2014/ = /Jawa/=/tidak gegabah/=/santun/=/sering ke Sumatra Barat/=/ketua paguyuban/



I. klausa nominal nonpredikatif harapan
II. tiga kelompok kata Etnis, Jabatan, Kepibadian menarik
III. Akronim Si Butet Yogya ketua paguyuban



Menurut saya, contoh di atas sudah merupakan bagian dari aplikasi e-135 yang bisa diterapkan pada kajian analisiswacana. Saya mohon, Bapak mau mengomentarinya agar saya mengetahui di mana kekeliruan saya dalam ‘memahani konsep-konsep’ yang ada dalam e-135 itu.