Minggu, 20 September 2009

Analisis e-135 Sawirman
Membedah Simbol Wacana “Karambia Tokeang”

Oleh:

Isma Darma Yanti
(Mahasiswa Magister Linguistik Univ. Andalas)

1. Tahapan Elaborasi
“Karambia Tokeang” sebagai kata bahasa Minangkabau terlebih dahulu dibedah dengan pisau linguistik mikro sebagai refleksi pendekatan Formalis. Karambia tokeang terdiri dari dua kata, yaitu karambia dan tokeang. Karambia adalah nama buah. Dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan kelapa.
Kata karambia terdiri dari 7 fonem, yaitu /k/,/a/,/r/,/a/,/m/,/b/,/ia/. Terdiri dari satu vokal, yaitu vokal /a/, satu vokal rangkap atau diftong /ia/, empat konsonan, yaitu konsonan /k/, konsonan /r/, konsonan /m/, konsonan /b/. Analisis fonem terlihat dari tabel berikut.

Vokal
Nama vokal
Posisi lidah Vertikal
Posisi lidah Horizontal
Bentuk mulut
Posisi Lidah dan bentuk mulut
/a/
Vokal rendah
Vokal pusat
Vokal tak bundar
Vokal pusat rendah tak bundar
Selain vokal /a/ , terdapat vokal rangkap atau diftong yaitu /ia/. /ia/ merupakan diftong naik, yang mana bunyi pertama /i/ lebih rendah dari pada bunyi kedua /a/.

Konsonan
Nama konsonan
Posisi pita suara
Tempat artikulasi
Cara artikulasi
/k/
Tidak bersuara
Dorsovelar
hambat
/r/
-
laminoalveolar
Getaran/trill
/m/
-
Bilabial
Sengauan/nasal
/b/
Bersuara
Bilabial
hambat

Tokeang adalah kata sifat yang menunjukan kondisi atau keadaan. Kata tokeang terdiri dari enam fonem, yaitu /t/, /o/, /k/, /e/, /a/, /ng/. Terdiri dari tiga fokal, yaitu vokal /o/,/vokal /e/,/vokal /a/, tiga konsonan, yaitu /t/,/konsonan /k/, konsonan /ng/.

Analisis fonem kata tokeang terlihat pada tabel di bawah ini,

Vokal
Nama vokal
Posisi lidah vertikal
Posisi lidah horizontal
Bentuk mulut
Posisi lidah dan bentuk mulut
/o/
Vokal tengan
Vokal belakang
Vokal bundar
Vokal belakang tengah bundar
/e/
Vokal tengah
Vokal depan
Vokal tidak bundar
Vokal depan tak bundar
/a/
Vokal tengah
Vokal pusat
Vokal tak bundar
Vokal pusat tengah rendah tak bundar

Konsonan
Nama konsonan
Posisi pita suara
Tempat artikulasi
Cara artikulasi
/k/
Tidak bersuara
Dorsovelar
hambat
/t/
Tidak bersuara
laminoalveolar
hambat
/ ng /
-
Dorsovelar
Sengauan/ nasal

Secara morfologi, karambia tokeang terdiri dari dua morfem bebas yaitu morfem karambia dan morfem tokeng. Disebut juga dengan morfem bebas, karena morfem karambia dan morfem tokeang dapat berdiri sendiri, artinya morfem memiliki makna sendiri jika dipisahkan.
Secara sintaksis karambia tokeng terdiri dari dua unsur, yaitu nominal dan ajektif.
Karambia tokeang
N Adj
Dari sudut pandang sintaksis dapat dijelaskan bahwa kata tokeang menerangkan kondisi dari karambia. Karambia merupakan unsur pusat, tokeng unsur tambahan. Secara semantis, karambia berarti buah dari tumbuhan yang banyak terdapat di daerah pesisir. Dalam bahasa Indonesia karambia memiliki padanan kata, yaitu kelapa. Tokeang artinya sompong atau berlobang (Saydam, 2004: 179).
Jadi pada tahapan elaborasi ditemukan makna semantik yaitu kelapa bolong.

Makna 1: Karambia tokeng ________ Kelapa bolong



2. Tahapan Representasi
Dalam tahap representasi kita hubungan antara bahasa dengan konsep mental yang dipresentasikan dengan realitas yang ada tentang fakta, manusia, keadaan, peristiwa, benda nyata, atau objek. Dalam tahapan representasi masing-masing individial atau pengarang memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu objek. Pada tahap ini, kita menghargai otoritas pengarang atau pemproduksi teks. Subjek yang memproduksi teks dihargai pada tahapan ini. Kata karambiah tokeng merupakan potongan judul cerita pendek yang ditulis oleh Wisran Hadi pada Harian Padang Ekspress terbitan ---- . tulisan ini berada pada rubrik Jilatang dengan judul lengkap Kampanye di Muko Karambia Tokeang. Wisran Hadi menggunakan kata karambia tokeng untuk menyebut unsur pimpinan adat Minangkabau (niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai) yang tidak menjalankan fungsinya secara baik, telah rusak. Kaitan antara karambia tokeng dengan pemimpin dilihat dari fungsi keduanya yang sangat sentral. Karambia bagi masyarakat Minangkabau merupakan bahan dasar untuk membuat randang (rendang)[1], bubur dan berbagai jenis masakan. Di sini kelihatan bahwa karambia memiliki banyak fungsi. Pemimpin (niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai) merupakan fondasi dasar terciptanya masyarakat yang sejahtera. Pemimpin di Minangkabau diibaratkan sebagai beringin di tengah koto. Tempat seluruh masyarakat mengadu.
Jadi,
Karambia = pemimpin = fungsi sentral

Karambia tokeang, kelapa yang telah berlobang tidak dapat digunakan lagi untuk membuat masakan, artinya ia tidak berfungsi lagi. Makna ini bersimbiosis dengan makna pemimpin yang tidak menjalankan fungsi.
Jadi, pada tahapan representasi ditemukan makna dua2, yaitu:

Makna 2: Karambia tokeang ______ Pemimpin yang tidak berfungsi


3. Tahapan Signifikasi
Pada tahap signifikasi, teks akan dianalisis sekritis-kritisnya. Pada tahapan ini digunakan critikal discoure analisys (CDA).
Karambia tokeng adalah kelapa yang bolong. Biasanya karambia (kelapa) dibolongi/ dilobangi oleh tupai (binatang penggeret, tupai melobangi kelapa agar bisa memakan isinya). Hilangnya fungsi karambia sebagai bahan dasar membuat rendang (masakan) disebabkan oleh tupai yang melobanginya. Ada pihak ketiga yang menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu tupai. Tupai melobangi karambia (kelapa) sudah barang tentu karena dia lapar. Jadi, tupai melobangi karambia untuk memenuhi kebutuhan perutnya.
Pemimpin tidak menjalankan fungsinya/ rusak disebabkan karena banyak faktor, misalnya kekuasaan, harta. Dalam banyak sejarah ditemukan bahwa pemimpin yang tidak menjalankan fungsinya disebabkan oleh tiga masalah klasik yaitu harta, tahta, wanita. Oleh karena itu, dapat diidentifikasi pihak ketiga yang menyebabkan rusaknya pemimpin adalah harta, tahta, wanita.

Karambia tokeang dirusak oleh tupai
Pemimpin Rusak dirusak oleh harta, tahta, wanita (hawa nafsu)

4. Tahapan Eksplorasi
Pada tahap eksplorasi, teks akan dikaitakan dengan kultural, idiologi, pandangan hadup masyarakat Minangkabau. Dalam adat Minangakabau, pemimpin disebut juga dengan istilah tungku tigo sajarangan, terdiri dari niniak mamak (pengulu), alim ulama, cerdik pandai. Ia merupakan pucuk pimpinan tertinggi. Ia yang akan menjaga dan memelihara seluruh isi nagari. Ia disebut juga sebagai baringin di tangah koto, batang tampek basanda, daun tampek tampek balinduang, urek tampek baselo, ka pai tampek batanyo, ka pulang tampek babarito. Lebih lanjut, disebutkan dalam mamangan adat, peranan dari pemimpin, yaitu kaluak paku kacang balimbiang, tampuruang lenggang lenggokakan, bawo manurun ka saruaso, anak dipangku, kamanakan dibimbiang, tenggang nagari jan binaso. Ia memiliki kewajiban yang komplek, yaitu memelihara anaknya, kemenakannya, serta nagarinya. Terkait dengan rusaknya pemimpin dalam arti pemimpin tidak menjalankan fungsinya dengan baik, dapat dilihat dari kasus penjualan harta pusaka yang diprakarsai penghulu sendiri untuk kepentingan pribadi. Penjualan tanah ulayat untuk mengisi kantong sendiri, terlibat narkoba atau yang lebih riskan main perempuan”[2]. Inilah yang disebut dalam mamangan adat tungkek mambao rabah.
Lebih lanjut, seorang pemimpin apapun dia, anggota dewan; bupati; walikota, gubernur, minimal pemimpin diri sendiri, ia merupakan manusia yang mengalami proses yang alamiah. Artinya, ia juga mengawali kehidupannya dari dalam rahim, lahir, bayi, anak-anak, remaja, dan akhirnya dewasa. Ia pernah berada dalam kondisi tidak dapat berbuat apa-apa, harus dibantu oleh orang lain (ibunya, bapaknya, sanak saudaranya, korong kampungnya). Ini bearti ia juga memilki kewajiban selain membela anak kemenakan, masyarakat yaitu kewajiban untuk membalas guna, membalas budi kebaikan orang-orang yang telah mengantarkannya ke tataran kejayaan. Sebagaimana telihat dari mamangan adat berikut, satinggi- tinggi batuang, batang manjulang manyapu awan, tapi dan pucuak runduak ka bumi menyilau tanah tampek tumbuah. Mamangan ini mengajarkan, setinggi apapun pangkat dan kedudukan seorang individu tetap harus membalas budi.
Dikaitkan dengan karambia tokeng sebagai penanda, jika karambia telah rusak ia tidak bisa membalas guna kepada petani yang menanamnya. Begitu juga dengan pemimpin yang rusak ia juga tidak pandai membalas budi orang-orang yang telah berjasa terhadap hidupnya.
Jadi ditemukan makna 4 yaitu:

Makna 4: pemimpin tidak membalas budi

5. Tahapa Transfigurasi
1. Rekonstruksi makna


I. Karambia Tokeang = kelapa bolong


II. Karambia tokeang = Pemimpin yang rusak (tidak menjalankan berfungsi)


III. Karambia tokeang dirusak oleh tupai
Pemimpin Rusak dirusak oleh harta, tahta, wanita (hawa nafsu)

IV. Karambia tokeang = pemimpin tidak membalas budi


2. Dekonstruksi Makna
Sebagaimana telah ditulis sebelumnya, dalam adat Minangakabau pemimpin disebut juga dengan istilah tungku tigo sajarangan, terdiri dari niniak mamak (pengulu), alim ulama, cerdik pandai. Ia merupakan pucuk pimpinan tertinggi. Ia berkewajiban menjaga dan memelihara seluruh isi nagari. Ia disebut juga sebagai baringin di tangah koto, batang tampek basanda, daun tampek tampek balinduang, urek tampek baselo, ka pai tampek batanyo, ka pulang tampek babarito. Lebih lanjut, disebutkan dalam mamangan adat, peranan dari pemimpin, yaitu kaluak paku kacang balimbiang, tampuruang lenggang lenggokakan, bawo manurun ka saruaso, anak dipangku, kamanakan dibimbiang, tenggang nagari jan binaso. Ia memiliki kewajiban yang komplek, yaitu memelihara anaknya, kemenakannya, serta nagarinya.
Berkaitan dengan makna II pemimpin rusak dapat dijelaskan bahwa pemimpin tidak menjalankan fungsinya dengan baik, sebagaimana yang telah digariskan dalam aturan adat. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemimpin telah rusak. Kerusakan tersebut didorong oleh keingginannya untuk memuaskan hawa nafsu semata (pihak ketiga sama dengan tupai yang menjadi pihak yang menyebabkan kerusakan karambia). Kerusakan tersebut dapat dilihat dari berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat, seperti penjualan harta pusaka yang diprakarsai penghulu sendiri untuk kepentingan pribadi, penjualan tanah ulayat untuk mengisi kantong sendiri, terlibat narkoba atau yang lebih hebat main perempuan”[3]. Dalam mamangan adat hal ini disebut dengan tungkek mambao rabah. Lebih lanjut, di dalam ajaran adat disebutkan, pemimpin berfungsi sebagai penerang dalam nagari. Ia adalah pihak yang paling berkompeten untuk mengawasi, menghalangi hal-hal yang dapat merusak masyarakat. Seperti telihat dari ungkapan adat suluah bendang dalam nagari. Namun, ketika hal itu diharapkan yang muncul adalah pertanyaan sederhana, jika pemimpin telah main perempuan bagaimana ia menjegah anak kemenakannya main perempuan? jika pemimpin korupsi bagimana ia bisa mencegah anak kemenakannya mengambil hak orang lain? Sudah jelas fungsi tersebut tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini diungkapkan dalam pepatah adat, kalau pemimpin karaia tagak, kajamban balari anak buahnyo.
Karambia bisa berbuah karena di pelihara dengan baik oleh petani. Seyogyanyalah petani dapat memanen hasilnya. Petani berhak memetik buah yang matang untuk dijual ke pasar. Uang hasil penjualan digunakan untuk menyenangkan hidupnya. Ketika karambia telah bolong, busuk yang didapat oleh petani adalah kekecewaan. Begitu juga dengan orang tua, sanak keluarga si pemimpin. Ketika ia hanya menurutkan hawa nafsu semata, maka kewajibannya berbakti, membalas budi tidak akan dapat dipenuhi. Ia durhaka kepada orang tua yang telah mengasuh, mendidik, dan mengantarkannya kepada kejayaan.
[1] Randang (rendang): rendang daging sapi atau kerbau yang semula berasal dari gulai santan kelapa yang dikeringkan. Randang merupakan makanan khas Minangkabau, sering kali disebut sebagai makanan adat.
[2] Pernyataan ini memang tidak dapat disebutkan secara terang-terangan, namun kita sama pernah mendengar anggota Dewan yang tertangkap sedang berbuat mesum dengan PSK di penginapan lingkaran danau Singkarak beberapa waktu yang lalu.
[3] Pernyataan ini memang tidak dapat disebutkan secara terang-terangan, namun kita sama pernah mendengar anggota Dewan yang tertangkap sedang berbuat mesum dengan PSK di penginapan lingkaran danau Singkarak beberapa waktu yang lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar