Jumat, 31 Juli 2009

Yulianita,SS

KOMENTAR
I. Pengantar
Responden yang kami hormati. Seminggu yang lalu peneliti sudah meminta bantuan Saudara untuk membaca, memahami, dan mengkritisi tulisan yang diberi judul “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas” yang ditulis oleh Sawirman tahun 1999 (32 halaman, ketikan 1 spasi, font geramond 11, ukuran kertas A4). Berkenaan dengan tulisan tersebut, kami berharap bantuan Saudara untuk menjawab sejumlah pertanyaan berikut dengan sekritis-kritisnya. Jawaban Saudara tidak akan berpengaruh sama sekali dengan profesi, pendidikan, dan pekerjaan yang sedang Saudara tekuni saat ini. Terima kasih atas bantuan Saudara.

II. Identitas Diri
Nama :Yulianita,SS
Pekerjaan :Dosen Tetap Universitas Baiturrahmah Padang

III. Pertanyaan
A. Terma E-135
(1)
Apakah Saudara pernah membaca/ mendengar terma E-135 dalam referensi lain selain rancangan model yang ditulis dan dirancang oleh Sawirman yang ada di tangan Saudara? Bila iya dimana?

Saya belum pernah membaca atau mendengar terma E-135 dalam referensi manapun selain dalam rancangan modul ini. Saat pertamakali mendengarnya saya hanya teringat dengan istilah ESQ 165, karena ada kesamaan bentuk dan susunan dari kedua terma tersebut. Dapat muncul asumsi bahwa pengambilan terma E-135 terinspirasi dari terma ESQ 165. Atau mungkin sebaliknya?

(2)
Terma E-135 adalah singkatan dari E=Eksemplar, 1=Hermeneutika, 3=formalis, kritis, dan cultural studies/ posmodernis, serta 5= tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi), bagaimanakah menurut Saudara dengan nama itu?

Apabila hanya mendengar terma tanpa mengetahui penjelasan isinya, maka terma E-135 terkesan unik, keren, dan sophisticated yang memiliki hubungan dengan dunia IT terutama untuk inisial E- yang biasanya merupakan kependekan dari Elektonik. Sementara urutan angka 135 dapat pula dianggap sebagaimana asumsi di atas. Jika dipahami lebih dalam bahwa E- merupakan iniasial untuk Eksemplar, maka saat E-135 sudah menjadi suatu teori akan jadi perubahan nama secara drastis, misal T-135 sehingga harus memberikan penjelasan tambahan ke setiap orang yang tidak mengetahui perkembangan tentang terma tersebut. Namun untuk menarik perhatian audience, saya pikir terma E-135 sangat memiliki “nilai jual” dan layak dilirik sebagai pisau tajam membedah symbol dalam wilayah kajian analisis wacana.


(3)
Apakah Saudara memiliki usulan nama lain untuk “pengganti” terma E-135?

Untuk menghindari kesalahan interpretasi dan asumsi tentang terma ini, saya menyarankan inisial E- tetap dipakai dalam bentuk Eksemplar dan tambahkan inisial T(Teori), A(analisis) dan W(Wacana) sebagai penghubung ke 135.Jadi termanya dapat berupa Eksemplar TAW-135. Saat eksemplar tersebut sudah dikukuhkan sebagai suatu teori maka kata eksemplar dapat langsung dihilangkan dan terma TAW-135 memiliki signifikasi nama tersendiri. Selain itu, kita juga dapat memanfaatkan plesetan bunyi W dalam singkatan TAW menjadi [tau] yang dapat bermakna ‘tahu’. Jadi TAW-135 dapat dimainkan bunyinya menjadi [tau 135] dengan makna ‘tahu 135’ yang mengimplikasikan pemahaman ataupun ketertarikan untuk mengetahui teori 135. Disamping terma TAW-135, terma lain pun dapat dipakai seperti TAWA-135 yang dapat pula mengimplikasikan kegembiraan akan adanya teori baru dalam analisis wacana ataupun kemudahan menggunakan teori ini yang tentunya kedua terma yang diusulkan tetap merujuk pada Teori Analisis Wacana.



B. Hermeneutika dalam Linguistik
(4)
Apakah Saudara setuju dengan Hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya mata-mata kuliah “makro” seperti wacana, semiotika, bahasa media, serta bahasa dan ideologi, dan lain-lain?

Pada dasarnya saya setuju hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya terhadap mata-mata kuliah “makro” karena hermeneutika memusatkan kajiaannya pada ihwal penafsiran atau interpretasi makna di dalam teks. Jadi, para mahasiswa, dosen, atau peneliti yang menggeluti kajian makro seperti wacana, semiotika, bahasa media, bahasa dan ideologi, dll. bisa lebih “bebas” menginterpretasikan tanda, baik tanda linguistik atau nonlinguistik yang akan dianalisisnya.


(5)
Sejauhmanakah Saudara mengenal aliran filsafat Hermeneutika beserta tokoh-tokohnya?

Saya belum begitu mengenal aliran filsafat hermeneutika beserta tokoh-tokohnya Sekilas saya mengetahui beberapa tokoh yang telah mengemukakan teori pendekatan hermeneutik seperti, F.D.E Schleiermarcher, Wilhelm Dilthey, Hans-Georg Gadamer, Jurgen Habermas, dan Paul Ricoeur. Di antara beberapa tokoh tersebut, Diantara tokoh-tokoh tersebut Ricoeur adalah tokoh yang cukup dikenal dengan pendekatan hermeneutiknya untuk menganalisis bahasa sebagai simbol makna dalam wacana.


C. Teori-teori “Formalis” dalam Linguistik
(6)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Formalisme” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Saya sangat setuju dengan batasan konsep ‘formalisme’ dalam visi E-135 karena pada dasarnya konsep tersebut memang hampa makna dan terkesan kaku, dangkal, datar dan tidak bernyawa. Dengan menempatkan formalis sebagai basis analisis wacana sebelum melangkah kearah pemaknaan kritis dalam E-135 justru menjadikan formalism lebih terasa hidup dengan manfaat aplikatifnya.

(7)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Formalisme”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Formalis beserta tokoh-tokohnya?

Saya cukup mengenal teori-teori formalis beserta beberapa tokoh-tokohnya Tokoh yang saya kenal paling “sentral” adalah Halliday dengan konsep cohesion and transitivitynya dan pendekatan Fungsional/sistemiknya.


(8)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang eksplanatoris yang diharapkan Chomsky (bukan hanya deskriptif) menurut Saudara?

Saya sangat setuju dengan Chomsky karena menurut saya linguistic eksplanatoris wajib adanya dalam kajian ilmu social karena setiap gejala dan fenomena kebahasaan dapat dijelaskan dengan ilmu linguistik, meskipun deskriptif juga melandasi analisa tersebut. Baik analisa linguistic eksplanatoris dan deskriptif sangat diperlukan dan saling melengkapi dalam penemuan jawaban atas fenomena tersebut. Sehubungan dengan itu,saya setuju dengan pemikiran yang Bapak tawarkan dalam terma E-135 karena setelah saya amati, sampai saat ini semua hanya masih merupakan harapan belum perwujudan dan perpaduan harapan Chomsky diwujudkan oleh E-135.


C. Teori-teori Kritis dalam Linguistik
(9)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep Teori Kritis dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Saya setuju dengan dengan batasan konsep teori kritis dalam tulisan ini (E-135) karena kerumpangan konsep Teori Kritis dapat mengabaikan abstraksi bentuk lingual sehingga kehilangan pijakan dasar linguistic mikronya.Bahkan ini dapat dijadikan sebagai standar keilmuan seorang linguis yang secara idealnya memiliki kekuatan ilmu secara mikro maupun makro, menjadikan mikro sebagai landasan makro. Di sinilah kehebatan E-135 yang mampu mengawinkan beberapa konsep hingga menjadi utuh dan saling melengkapi.

(10)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Teori Kritis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Kritis dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Saya mengenal teori kritis sejak kuliah di strata I. Dalam pengenalan tersebut, saya tidak terlalu memahami konsep teori kritis. Namun dengan adanya pendalaman di strata II ini saya bisa lebih sedikit memahaminya. Ada beberapa tokoh penting yang gigih seperti Fairlough dan Van Dijk yang menempatkan teori kristis di ranah wacana. Namun sayangnya, penitikberatan mereka pada makna dapat menggiring pada kerumpangan analisis dengan linguistic mikro.

(11)
Bagaimanakah Kontribusi teori-teori kritis seperti model Norman Fairclough, van Dick, atau tokoh-tokoh lain di mata Anda?

Kontribusinya secara aplikatif memang mampu memberikan eksplorasi makna setinggi-tingginya. Namun kontribusi teotis memiliki pijakan lemah sehingga interpretasi maknanya tidak begitu kokoh.

D. Teori-teori “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam Linguistik
(12)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Pada dasarnya saya setuju dengan batasan konsep “cultural studies/ posmodernis/dekonstruksionis” yang terdapat dalam tulisan ini, alasalkan “pembongkaran” yang dilakukan masih dalam unsur-unsur yang saling berkaitan dan bersifat logis

(13)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori tersebut dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Saya cukup mengenal teori-teori dan tokoh-tokoh “cultural studies/posmodernis/ dekonstruksionis” dalam linguistik. Tokoh yang paling saya kenal dan teori yang paling saya pahami adalah konsep dekonstruksi yang dipelopori oleh Derrida dan Baudrillard dengan pendekatan hipersemiotikanya dimana konsep dan pendekatan yang diberikan bersifat aplikasi praktis sehingga mudah dipahami dan ditelusuri.

(14)
Bagaimanakah Kontribusi “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis, seperti Derrida, Foucault, Lyotard, dan lain-lain di mata Anda?

Kontribusi cultural studies/posmodernisme/ dekonstruksionis dengan tokoh-tokohnya cukup memberikan andil dalam pembongkaran makna dari penandaan-penandaan yang dibuat manusia dalam melakukan difrensiasi diri.

E. Tahapan Analisis E-135
Bagaimanakah menurut Saudara tahapan E-135 untuk menganalisis Mata Kuliah Wacana? Silakan komentari kelebihan, kelemahan, dan peluangnya di masa mendatang!

(15)Tahapan Elaborasi (Tahap Linguistik)





Tahapan elaborasi sebagai tahapan E-135 untuk menganalis mata kuliah wacana sangat penting karena tahapan ini akan mampu merefleksikan linguistic mikro yang memposisikan teks sebagai sebuah instrument dimana teks dimaknai sebagai produk fisik. Hal ini dapat menjadikan linguistic sebagai syarat dan pijakan utama untuk melangkah ke tahapan selanjutnya sehingga kedudukan ilmu linguistic,terutama mikro menjadi lebih kokoh.




(16)
Tahapan Representasi
(Interteks Vertikal/Horizontal)


Tahapan ini pada dasarnya bagus, tetapi bagi orang-orang yang kurang peka dalam merepresentasikan antara objek mental dan realitas akan mengalami sedikit kerumitan, interpretasi yang dangkal bahkan mungkin kesalahan interpretasi.



(17)Tahapan Signifikasi (Semiotika)





Menurut saya tahapan ini memberikan harapan dan peluang bagi siapapun untuk melacak makna hingga analisis wacana, hanya saja hasilnya sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, dan kejelimetan penganalisis dalam memaknai dan menginterpretasikan penanda dan petanda.





(18)Tahapan Eksplorasi (Dimensi Ilmu Lain)

Tahapan ini merupakan tahapan penunjukan eksistensi diri penganalisi wacana dalam menemukan jawaban bagaimana pihak-pihak berkepentingan berseteru atas suatu tanda/symbol. Menurut saya tahapan ini akan mampu menciptakan kompetisi kreativitas penjelajahan makna terdalam dengan landasan logika yang kuat.



(19)
Tahapan Transfigurasi
(Pemetaan/Makna Hiperealis)


Tahapan ini merupakan apresiasi E-135 tehadap analis dengan memberikan ruang kebebasan bertanggungjawab untuk memaknai wacana secara berbeda tergantung pada pemahaman subjektif antar-analis berdasarkan horizon ekspetasinya. Menurut saya, pada tahap inilah analisis wacana sesungguh dilakukan karena makin tinggi pemahaman subjektif (horizon ekpektasi) seseorang, maka semakin baik dan mendalamlah makna yang dihadirkannya.



Tahap “Penundaan Makna”
(20)
Kebenaran makna dalam e-135 menganut “Prinsip Penundaan”? Bagaimanakah menurut Anda?


Menurut saya ‘Prinsip Penundaan’ makna digunakan sebagai dasar pembongkaran makna merupakan suatu hal yang sebaiknya dilakukan karena analis tidak boleh terburu-buru dalam menetapkan makna suatu tanda/symbol sebelum melacak makna lainnya.






(21)Bisakah Saudara membedakan Prinsip Penundaan Makna Menurut Derrida dan/atau Lyotard dengan e-135?


Menurut saya, pada dasarnya prinsip penundaan makna menurut Derrida dan Lyotard dengan e-135 sama. Hanya saja penundaan makna pada term e-135 lebih kompleks. Artinya, penundaan makna pada term e-135 dilakukan berulang kali, sehingga berkemungkinan hasil pemaknaannya akan lebih baik dan lebih mendalam.



(22)Bagaimanakah Prinsip Penundaan Makna dengan terma “Rekonstruksi Makna” dalam e-135?



Penundaan makna pada term e-135 dilakukan secara berulang kali dan lebih kompleks.





Tahap Pengayangan Makna (Melting Pot)
(23)
Untuk mengungkap interpretasi pemaknaan terdalam dalam e-135 dapat dilakukan dengan pengayangan makna (melting pot) dengan model/diagram tersendiri, bagaimanakah menurut Saudara?

Dikhawatirkan dekonstruksi makna yang dilakukan akan membuat analis menjadi sulit memahami prosesnya. Disarankan agar dekonstruksi yang dilakukan dapat disajikan dengan tahapan yang lebih singkat dan tepat.








(24)
Bisakah model pengayangan makna yang diagram yang diusulkan mampu mengungkap “makna terdalam” (depth meaning) Baudrillard dalam Analisis Wacana menurut Saudara?

Bisa saja dilakukan jika pengungkapan maknanya dengan model yang diusulkan tersebut dapat dipahami oleh setiap orang, bukan hanya oleh pengusul saja. Menurut saya, suatu model teori yang aplikatif lebih bersifat terbuka dalam artian mudah memahaminya, dan sederhana dalam artian konsep yang ditawarkan tidak berbelit-belit dan sangat kompleks.








F. Pertanyaan Umum secara Holistik
(25)
Apakah e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan Ejaan yang benar? Silakan kemukakan alasan Anda?

Pada umumnya draf teori e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan EYD, namun perlu diperhatikan lagi penulisan huruf kapital pada terma E-135 tidak begitu konsisten karena saya melihat terkadang digunakan capital dan terkadang dengan huruf kecil. Bahkan, banyak sekali penulisan huruf kapital yang tidak sesuai dengan EYD, seperti penulisan teori tertentu tidak perlu menggunakan huruf kapital jika tidak terdapat di awal kalimat atau perlu mendapat penekanan tertentu.


(26)
Apakah e-135 telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis? Silakan kemukakan alasan Anda?

Pada dasarnya draf teori e-135 telah ditulis dengan kaidah dan etika akademis, namun perlu kiranya ditambahkan komentar para ahli linguistik, dosen, atau peneliti dari luar Indonesia sebagai penguatan konsep.

(27)
Apakah e-135 telah dipikirkan dengan baik dan ditulis dengan baik? Silakan kemukakan alasan Anda?

Konsep pemikiran ini sudah memiliki landasan analisis yang lebih baik dari pada teori wacana kritis yang sudah ada seperti CDA. Bahkan setelah saya membaca draf teori ini, saya merasa e-135 telah telah dipikirkan dan ditulis dengan baik oleh penulis. Alasan saya mengatakan hal ini karena saya melihat latar belakang, visi, dan misi e-135 yang begitu bagus, konsep teori yang begitu matang dan model analisis yang sangat terpadu dan mendalam. Saya merasa penemuan baru ini layak memperoleh apresiasi.


(28)
Apakah kelebihan dari e-135 menurut Anda?

Menurut saya, kelebihan e-135 adalah keterpaduan model analisisnya yang mampu mencakup, memayungi, melengkapi dan menerapkan analisis dari tahapan formalis/mikro sampai pada tahapan trasfigurasi secara aplikatif, sehingga dapat menghasilkan interpretasi logis yang mengagumkan

(29)
Apakah e-135 tidak terlalu ambisius?

Menurut saya tidak karena perjuangan memang harus dilakukan secara gigih apalagi perjuangan untuk memperoleh pengakuan sebuah teori baru yang dilahirkan oleh linguis Indonesia. Justru seharusnya ini dapat dijadikan sebagai cambuk bagi linguis lain untuk berloma menciptakan teori-teori baru sehingga ilmu lingusitik semakin kaya dan kokoh di mata ilmuwan lain.

(30)
Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis?

Target yang diharapkan dari E-135 cukup masuk akal dan realistis karena berdasarkan landasan teori yang cukup sehingga tidak hanya sekedar impian dan asumsi belaka.

(31)
Apakah e-135 sesuai dengan tujuan penelitian wacana?

E-135 sudah sesuai dengan tujuan penelitian wacana karena mampu membongkar makna terdalam dari suatu tanda/symbol tanpa meninggalkan landasan llinguistiknya. Hal ini menjadikan E-135 sebagai suatu teori yang menjanjikan di masa mendatang.

(32)
Apakah sudah ditunjukkan bahwa e-135 ini tidak merupakan pengulangan dari
yang sudah pernah dilakukan?

Saya rasa tidak karena pengulangan yang dilakukan oleh E-135 merupakan pengawinan beberapa pendekatan dengan membangun pengulangannya sebdiri yang tentunya jauh berbeda dari pengulangan yang dilakukan oleh pendekatan lain.

(33)
Apakah e-135 sesuai dengan kepakaran peneliti?

Saya pikir kepakaran peneliti benar-benar telah teruji dengan hadirnya E-135 dalam kajian analisis wacana.

(34)
Apakah sudah ditunjukkan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit/sudah dilakukan?

Menurut saya penunjukan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit telah dilakukan karena sangat lengkapnya hal tersebut dikutip dalam tulisan ini.

(35)
Apakah e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana? Mengapa?


E-135 dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana karena mampu menjadi model analisis wacana baru yang kompleks dan terpadu yang jauh berbeda dari model-model analisis wacana lainnya.

(36)
Apakah metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan?


Sebagai suatu model analisis wacana yang kompleks dan terpadu sangatlah memungkinkan metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan.

(37)
Apakah e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik? Mengapa

Menurut saya E-135 sudah dipertimbangkan dengan baik karena tanpa melalui pertimbangan yang baik dan matang tidak mungkin akan lahir sebuah draf teori seperti E-135 ini.

(38)
Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis?

Saya rasa pertanyaan ini telah ditanyakan juga di atas. Bagaimanapun saya tetap memandang bahwa sepanjang metode e-135 menggunakan konsep teori dan tahapan analisis yang ilmiah serta dapat menginterpretasi dan menganalisis wacana dengan baik, mendalam, dan logis saya rasa draf teori ini masuk akal dan realistis

(39)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2?

E-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2 karena inovasi E-135 dapat digunakan mahasiswa sebagai suatu model analisis wacana local yang lebih tepat dan sesuai di masyarakat Indonesia. Selain itu, E-135 adalah sebuah draft teori yang lahir sebagai produk atas analisis kritis linguis Indonesia yang tentunya lebih memahami kondisi alam dan masyarakat Indonesia

(40)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S1?

Saya agak ragu mahasiswa SI dapat memahami E-135 secara utuh. Sebaiknya E-135 diberikan pada mahasiswa sebatas pengenalan dengan analisis singkat yang tidak begitu mendalam karena kita harus mempertimbangkan juga kapasitas dan kemampuan mereka.

G. Penutup
(41)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang ideal menurut Saudara?

Menurut saya analisis linguistic ideal adalah analisis berdasarkan landasan linguistic mikro sebagai penopang linguistic makro sehingga keduanya saling mengukuhkan dalam pencapaian tujuan linguistic tersebut. Kedua tataran linguistic itu juga mampu memberikan penjelasan (ekplanatoris) dengan tidak mengenyampingkan keberadaan analisis deskritif. Seluruh komponen-komponen analisis linguistic berkolaborasi untuk pencapaian hasil akhir yang logis dan akurat seperti yang telah dilakukan oleh E-135.

(42)
Terkait dengan pertanyaan dimaksud, Bagaimanakah kontribusi E-135 untuk menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etsi/moral?

E-135 dengan tahapan-tahapan kompleksnya yang mampu melingkupi semua unsur suatu wacana akan melatih mahasiswa peka akan keberadaan tanda dan mampu menggunakan pengetahuanya dalam interpretasi terdalam dari tanda tersebut. Hal ini akan menciptakan ilmu linguistic menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etsi/moral.

(43)
Item-item/ pertanyaan-pertanyaan nomor berapakah yang sulit Saudara pahami/ambigu? Mengapa?

Rasanya pertanyaan-pertanyaannya cukup mudah dipahami. Namun dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sering terjadi pengulangan pertanyaan yang sama sehingga saya agak ragu memberikan jawabannya.

(44)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?

Sebaiknya E-135 disajikan dalam bentuk yang lebih menarik dan mudah dipahami sehingga memungkinkan bagi siapapun untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi penyempurnaan draft teori E-135 ini.

(45)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?

Contoh Aplikasi pada Mata Kuliah Wacana sesuai dengan Tugas Kelompok

Analisis Simbol TORPEDO dengan E-135

I. Tahap Elaborasi
Simbol wacana TORPEDO merupakan bentuk linguistik yang berasosiasi dengan ranah angkatan laut. Secara mikro, TORPEDO dikategorikan sebagai bentuk nomina yang terdiri dari beberapa fonem :

T O R P E D O
K V K K V K V

Dalam ranah ini, torpedo digunakan sebagai senjata utama untuk melawan musuh biasanya dalam situasi perang. Letak fonem-fonem torpedo sesuai dengan satuan fonem yang membentuk leksikon senjata, bahkan dari segi penekanan suku kata juga memiliki persamaan.
T O R P E D O S E N J A T A


K V K K V K V K V K K V K V

Tahap elaborasi ini untuk sementara ditempatkan pada kotak makna tertunda I seperti berikut :

/Torpedo/



I. Nomina deret fonem senjata

II. Tahap Representasi
Sebagaimana diketahui bahwa torpedo adalah sejenis senjata yang berbentuk rudal dengan kecepatan luncur yang sangat tinggi dan sangat ditakuti oleh lawan. Kekuatan daya hancur torpedo tidak disangsikan lagi bagi target yang sudah terkunci dalam jangkauannya. Dalam tahapan representasi ini, pemaknaan dapat diambil dari sifat dan bentuk fisik torpedo. Proses representasi ini untuk sementara ditempatkan pada kotak makna tertunda II.
/Torpedo/



I. Nomina deret fonem senjata

II. Senjata rudal,sangat kencang target utama
& mengunci target

III. Tahap Signifikasi
Pada tahapan ini, target utama merupakan pemaknaan yang muncul sebagai signifikasi dan difrensiasi dari target lainnya. Target utama dapat menimbulkan makna aktivitas atau operasi dengan misi tertentu. Misi dapat dijalankan dengan rencana matang yang penuh dengan pertimbangan kondisi dan situasi target utama. Adapun yang menjadi target utama adalah orang yang dianggap memiliki uang.Untuk sementara, tahap signifikasi ini ditempatkan pada kotak makna tertunda III.

/Torpedo/



I. Nomina deret fonem senjata

II. Senjata rudal,sangat kencang target utama
& mengunci target

III. Target Utama operasi bermisi, terencana orang yg dianggap memiliki uang
IV. Tahap Eksplorasi
Dalam tahapan ini, orang yang dianggap memiliki uang tentunya akan menyimpannya dalam suatu wadah yang dianggap aman dan secara umum sebagai suatu symbol yang telah disepakati untuk menyimpan uang terbanyak.
/Torpedo/



I. Nomina deret fonem senjata

II. Senjata rudal,sangat kencang target utama
& mengunci target

III. Target Utama operasi bermisi, terencana orang yg dianggap memiliki uang
IV. Orang beruang wadah penyinpanan utama saku, tas, dompet

V. Tahap Transfigurasi dan Dekonstruksi
Pada tahap terakhir ini, symbol torpedo dapat didekonstruksi dari susunan suku katanya yang dimulai dari belakang. Hal ini dilakukan untuk mencari kaitannya dengan rekonstruksi makna yang sudah terjadi.
TORPEDO DO-PE-ROT DOMPET

Berdasarkan analisa ini diperoleh makna symbol TORPEDO adalah DOMPET.
/Torpedo/



I. Nomina deret fonem senjata

II. Senjata rudal,sangat kencang target utama
& mengunci target

III. Target Utama operasi bermisi, terencana orang yg dianggap memiliki uang
IV. Orang beruang wadah penyinpanan utama saku, tas, dompet



V. Dompet




Padang, Mei 2009
YULIANITA,SS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar