Jumat, 31 Juli 2009

“ANALISIS MANOHARA ODELIA PINOT TINJAUAN TEORI E-135 SAWIRMAN’’

Rita Novita, SS. (Peneliti Balai Bahasa Padang)


I. Latar Belakang
Manohara Odelia Pinot adalah sebuah nama yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan. Wajah dan beritanya menghiasi media massa cetak dan elektronik. Media massa sibuk membicarakannya dari berbagai aspek, mulai dari biografi, kisah, aktivitas, sampai dengan segala hal-hal yang berkaitan dengan nama tersebut.
Nama tersebut tentulah memunyai makna terdalam. Oelh sebab itu, penulis sangat tertarik untuk menganalisis nama tersebut. Sehubungan dengan tugas mata kuliah Bahasa dan Media, penulis mengalisisnya dengan menggunakan terori e-135. Melalui analisis ini, penulis berharap dapat memberikan konstribusi bagi masyarakat Indonesia.

II. Sekilas E-135

E-135 merupakan singkatan dari Eksemplar 135. Huruf e pada e-135 menyimbolkan eksemplar (bukan simbol elektronik seperti e-mail, e-journal, e-learning, e-book, e-library, e-commerce, dan lain-lain), sekalipun e-135 memang menjadikan data elektronik sebagai data “hiperteks” pada salah satu tahapan (tahapan eksplorasi). Angka 1 pada e-135 menyimbolkan landasan ontologis/filosofis (hermeneutika), angka 3 menyimbolkan revisi pendekatan wacana terkini (kritis, dekonstruksionis, cultural studies), serta angka 5 menyimbolkan tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi) sekaligus landasan objek material dan formal yang masing-masingnya diberi penjelasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Bila sebuah teori dimaknai seperti batasan Sumers, et al (2005:1719) as an idea or set of ideas that is intended to explain something about life or the world, especially an idea that has not been proved to be true or general principles and ideas about a subject and an idea or opinion that someone thinks is true but for which they have no proof, maka e-135 dapat dikatakan sebuah draf teori. Bila dianggap tidak terlalu berlebihan, sebutan teori untuk e-135 juga cukup beralasan bila statemen Wehmeier, et al digunakan sebagai acuan (Sawirman: 1).
III. Kerangka Konseptual e-135
Berikut kerangka konseptual e-135 secara sekilas yang dideklarasikan dengan segala keterbatasannya.
Gambar 1 Kerangka Konseptual e-135
HERMENEUTIKA

OBJEK WACANA/TEKS



I. ELABORASI Data (Teks)
II. REPRESENTASI Data (Intrateks)
KRITIS/ Kons Hermeneutika-
Analitis
IV. EKSPLORASI
Data (Hiperteks)
III. SIGNIFIKASI
Data (Interteks)

OBJEK MATERIAL






DEKONSTRUKSI
Hermeneutika-
II. WACANA KRITIS
Logika representatif

I. WACANA FORMALIS
Logika linguistis Psikososial
I

OBJEK FORMAL





III. HIPER(SEMIOTIKA) Logika semantis
IV.DEKONSTRUKSIONIS
Logika dialektis



CULTURAL STUDIES/
Hermeneutika-
Ontologis
V. TRANSFIGURASI (CULTURAL STUDIES)
Kotak Pengayangan Makna
Logika hiperealis





(Sawirman: 9)
Gambar Tahapan Analisis e-135
5 Tahapan Analisis
5 Objek Material/ 5 Objek Formal
Ontologis (Filosofi, Fokus, Abstraksi)
Epistemologis (Pendekatan, Epistem, Data)
Aksiologis (Logika, Sistem, Teori)
I
Elaborasi
Bahasa sebagai cermin
Otoritas teks (produk)
Abstraksi bentuk
Pendekatan formalis Epistemologi objektif Teks
Logika reflektif Sistem langue Wacana Formalis
II
Representasi

Bahasa sebagai representasi Otoritas pemproduksi teks Abstraksi fungsi
Pendekatan fungsional Epistemologi subjektif Intrateks
Logika representasi Sistem parole Fungsi wacana
III
Signifikasi

Bahasa sebagai permainan Otoritas pengonsumsi teks Abstraksi makna
Pendekatan kritis Epistemologi pragmatis Interteks
Logika semantis Sistem tanda Semiotik
IV
Eksplorasi

Bahasa ajang dialektis Otoritas intersubjektif Abstraksi dialektis
Pendekatan posmodernis Epistemologi metaetis Hiperteks
Logika dialektis Sistem dialektis Hipersemiotik
V
Transfigurasi

Bahasa sebagai kesenangan Otoritas interpretan Abstraksi hiperrealis
Pendekatan cultural studies Epistemologi hermeneutis “Cultural studies”
Logika filosofis Sistem nilai Pemetaan Bahasa

Sebagai titik tolak pemahaman, lima tahapan analisis beserta objek-objek material dan formalnya dibahas pada uraian-uraian berikut .

1. Tahap elaborasi
Tahap elaborasi memaknai teks/wacana sebagai sebuah produk dalam wujudnya secara fisik (“object oriented”). Objek material atau data yang digunakan adalah teks (dalam artian teks atau wacana yang ditelaah, bukan intrateks, interteks atau hiperteks). Tahap elaborasi adalah refeleksi sistem langue, determinisme teori sistem (mencari makna dari sumber standar dan hukum keteraturan), kategori benar-salah, linear, bahasa sebagai cermin monolitik, abstraksi bentuk, dan logika operasi praktis (sesuai nilai tukar) yang memposisikan teks sebagai sebuah instrumen (Sawirman: 17).


2. Tahap representasi
Representasi merupakan hubungan antara bahasa sebagai tanda dan konsep mental yang dipresentasikannya dengan realitas yang ada tentang fakta, manusia, keadaan, peristiwa, benda nyata, atau objek (fiktif). Hall (1997:17)[1] membedakan antara representasi mental (mental representation) dengan bahasa. Kategori pertama dianggapnya bersifat subjektif. Masing-masing individual (pengarang) memiliki perbedaan dalam mengorganisasikan dan menetapkan hubungan (antar) konsep yang disebabkan oleh perbedaan pendidikan, preferensi, ideologi, pengalaman, pengetahuan, lingkungan sosial, perspektif, serta nilai-nilai politis lainnya yang beroperasi di balik subjek pembuat wacana. Sedangkan kategori kedua (bahasa) dianggapnya menjadi bagian dari sistem representasi. Pertukaran makna terjadi ketika ada akses terhadap bahasa bersama sebagai sistem langue. Bahasa sebagai sistem tanda (sign) akan membawa makna setelah diwujudkan dalam bentuk kata, ungkapan, gaya, diksi, suara, mimik, gestures, kesan, serta wilayah bahasa lainnya. Selain filosofi Gadamer bahasa sebagai rumah ada (language is the house being), filosofi Heidegger bahasa sebagai apresiasi, dan filosofi Halliday bahasa sebagai ekspresi (perasaan, pengalaman, ide, pikiran, gagasan, dan pengalaman), tahapan ini juga didasarkan atas filosofi bahwa “kata adalah rumah baru bagi gagasan universal” seperti yang diungkap oleh Gibbons (2002:235). Sebagai kesatuan intelectual organic (meminjam istilah Gramsci), praktik wacana, bahasa, atau tanda yang dipresentasikan ke ruang publik adalah koleksi sejumlah ide, pikiran, dan gagasan subjektif pembuat teks (pengarang). Sebuah wacana merupakan hasil konstruksi pengarang dengan percampuran faktor subjektivitas, ideologi, kultur, dan nilai yang dianut pembuat teks. Konstruksi realitas yang dibuat pemproduksi teks dari berbagai objek atau peristiwa menjadi wacana bermakna dan dapat menentukan citra terhadap objek atau peristiwa dimaksud (Sawirman: 17--18).

3. Tahap signifikasi
Signifikasi adalah sebuah istilah yang sudah ada sejak Plato. Plato’s notion that the image-like quality of an expression enables the addressee to recognize what speaker is thinking his initial theory that “the signification of words is given .... (Keller, 1998:111). Term signifikasi (signification) diberdayakan kembali oleh Barthes dalam teori semiotika. Semiotika Barthes memiliki dua tahap pemaknaan, yakni: (1) language object dan (2) signifikasi atau meta-language (meta-bahasa). Aspek penting yang dikemukakan Barthes pada tahap meta-bahasa adalah pentingnya peran pembaca (otoritas pembaca). Proses pemaknaan terhadap teks adalah negosiasi antara representasi mental pemproduksi teks (sebagai pelaku representasi) dengan representasi mental pembaca teks. Tahap signifikasi dalam e-135 menyediakan ruang bagi pembaca seluas-luasnya untuk melacak makna terhadap representasi mental pemproduksi teks. Tahap ini mengharapkan seorang analis teks agar memposisikan diri sebagai seorang pembaca teks yang kritis untuk men-decode atau menginterpretasikan makna teks (Sawirman: 18).

4. Tahap eksplorasi
Term eksplorasi berasal dari bahasa Inggris exploration [explore+-tion]. Explore berarti “examined throughly in order to test, learn about” (Hornby, 1987:300). Istilah eksplorasi yang digunakan dalam e-135 mengindikasikan agar penjelajahan makna tanda/simbol lingual dianalisis sampai tahapan makna terdalam(depth meaning) seperti harapan Baudrillard. Pendekatan hipersemiotika (hypersign) dan hiperteks (hypertext) diberdayakan pada tahap ini (Sawirman: 19).

5. Tahap transfigurasi
Strategi pemaknaan pada tahap transfigurasi dapat dilakukan melalui dua cara, yakni (1) strategi pemaknaan rekonstruksionis dan (2) strategi pemaknaan dekonstruksionis. Tahapan transfigurasi dapat pula disintesiskan dengan pernyataan, interpretasi, dan abstraksi dengan memperhatikan semua pesan-pesan kunci, fungsi-fungsi kunci, perintah-perintah kunci, dan kata-kata kunci yang terefleksi dari hasil analisis tahapan elaborasi, representasi, signifikasi, dan eksplorasi. Tahapan transfigurasi juga dilakukan dengan pemetaan bahasa dengan beberapa kriteria berikut.
Pertama, beberapa teori dan pendekatan diperhatikan untuk mentransfigurasi adalah (1) logika heuristik (eksplorasi dunia kehidupan) Halliday (1978:19--20); (2) simbol-simbol abstrak seperti X, Y, dan Z (simbol abstrak X, Y dan Z bersifat opsional); (3) kata-kata universal Wierzbicka (1996); (4) konsep Booth, dkk (2003:155—157) tentang tiga langkah pemaknaan kata/klausa, antara lain memperhatikan (a) hal-hal yang mendasari sebuah klaim (“But there are causes in addition to the one you claim”); (b) wacana oposisi (“But what about these counter examples”); dan (c) definisi alternatif (“I don’t define X as you. To me X means...”); dan beberapa pertanyaan Gibbons (2002:142) tentang telaah kata (1) apakah X kata yang benar atau (2) apakah penulis benar-benar memaksudkan X?
Kedua, pemetaan dilakukan dengan memperhatikan (1) pihak pemproduksi (penulis) teks/tanda/simbol lingual (dikodekan dengan lambang abstrak X, misalnya X = Tan Malaka); (2) pihak pengonsumsi (pembaca) teks/tanda/simbol (dikodekan dengan lambang abstrak Y, misalnya Y = Pengurus Komunis Indonesia); dan (3) hal/fakta/objek yang diceritakan (dikodekan dengan lambang abstrak Z, misalnya Z = Peristiwa Prambanan 1926).
Ketiga, pemetaan dilakukan dengan memperhatikan interteks vertikal dan horizontal. Transfigurasi dapat berupa (1) mempresentasikan ide atau logika (X memikirkan sesuatu), (2) mempresentasikan perasaan (X merasakan sesuatu), (3) mempresentasikan aktivitas fisik (X melakukan sesuatu), (4) mempresentasikan relasi (X adalah sesuatu atau X berada pada sesuatu), (5) mempresentasikan kepunyaan (X memiliki sesuatu), (6) mempresentasikan identitas (sesuatu atribut X atau sesuatu identitas X). Otoritas interpretan (efek dari teks atau simbol, Peirce, 1986) diutamakan pada tahapan ini. Teks Tan Malaka dimaknai berbeda oleh setiap orang. Perbedaan tersebut adalah sebuah efek dan interpretan. Pemaknaan dan penilaian yang dilakukan pada tahapan transfigurasi adalah efek dari teks dan tanda/simbol lingual (Sawirman: 19--20).

III. Analisis (e-135 Membedah Simbol Wacana “Manohara Odelia Pinot”)

Sebelum menganalisis Manohara, penulis akan menyajikan biografi Manohara. Manohara Odelia Pinot adalah model belia kelahiran Jakarta, 28 februari 1992. Lahir dari seorang ibu keturunan bangsawan Bugis, Daisy Fajarina dan Ayahnya kebangsaan Perancis, Reiner Ponit Noak. Namanya mulai melambung saat akan masuk ke daftar 100 Pesona Indonesia oleh Majalah Harper’s Bazaar. Di usia yang masih belia ia sudah memiliki cita-cita mulia, yakni mempunyai sebuah yayasan sosial, guna membantu sesamanya yang kurang mampu.
Sayangnya kehidupan model yang menyukai belajar bahasa dan seni ini tak seindah yang dibayangkan sebelumnya. Manohara harus menikah dengan seorang pangeran dari Malaysia, Teuku Muhammad Fakhry di usianya yang masih 16 tahun. Ia menikah pada tanggal 26 Agustus 2008. Ternyata pernikahan itu tak seperti yang dibayangkan (http: //celebrity.detikyogyakarta.net/ardi.net/).
Manohara telah melakukan BAP di Mabes Polri Jumat (5/6/2009) dinihari. Mereka menemukan tanda suntikan di belakang tubuh Manohara. Di samping itu, polisi juga menemukan bekas setrika (http:/www/lampungpost.com/cetak.php?id )
A. Analisis simbol manohara sebagai tinanda memesona pada tahapan elaborasi
Tahap pertama analisis ini dilakukan dengan membedah kedua kata tersebut dengan pisau linguistik (mikro) sebagai refleksi pendekatan formalis. Manohara --yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti peri canti (http:mylifelearning.com/misteri-dibalik-nama-manohara-odelia-pinot/ -- adalah sebuah nama seseorang yang terdiri dari delapan fonem. Memesona adalah kata sifat yang yang paling tepat untuk menyimbolkan nama manohara. Tahapan ini memaknai kedua simbol-simbol lingual tersebut dalam kaitannya dengan linguistik. Manohara dan memesona sama-sama memiliki delapan fonem, yaitu 4 fonem konsonan dan 4 fonem vokal. Kata Manohara terdiri dari fonem m,a, n, o, h, a r, dan a (KVKVKVKV). Kata memesona terdiri dari fonem m, e, m, e, s, o, n, a (KVKVKVKV). Fonem kedelapan kedua kata tersebut sama-sama memiliki fonem vokal a. Di samping itu, kedua kata tersebut terbentuk dengan menggabungkan 4 suku kata, yaitu ma, no, ha, ra dan me, me, so, na.
(1a) (1b)
Penanda manohara Tinanda memesona
K V K V K V K V K V K V K V K V
│ ││ │ │ │ │ │ │ │ │ │ │ │ │ │
m a n o h a r a m e m e s o n a

(1c) (1d)
1 2 3 4 1 2 3 4
│ │ │ │ │ │ │ │
ma no ha ra me me so na
Kata memesona merupakan kata berimbuhan dengan kata dasar pesona. Kata tersebut mengalami peluluhan pada fonem p karena mendapat imbuhan. Apabila tidak mengalami peluluhan kata tersebut akan menjadi mempesona.
Proses elaborasi tersebut sementara ditempatkan pada “kotak makna tertunda satu”. Tahapan berikutnya harus dilakukan penelaahan tahapan represetasi.
Kotak Makna Elaborasi (Kotak Makna Tertunda I)
I. /manohara/ = /memesona/


I. 8 fonem 4 suku kata kata sifat

B. Analisis simbol sebagai sebagai tinanda memesona pada tahap representasi
Secara intrateks (kata lain dalam nama Manohara) ditemukan kata Odelia tidak hanya manohara, melaikan juga kata odelia, yaitu Monohara Odelia Pinot. Keterkaitan penanda dan tinanda dapat kita lihat pada fonem terakhir dalam masing-masing kata. Kita dapat melihat kata tersebut sama-sama diakhiri oleh fonem vokal a. Berdasarkan telaah intrateks juga didapatkan bahwa manohara memiliki simbol yang sama-sama diakhiri oleh fonem vokal a. Kata odelia menjadi idola seorang Raja Kelantan yang mempersuntingnya di bawa usia.
Kita dapat melihat bagaimana mana sosok Manohara Odelia Pinot dalam puisi yang berjudul Manohara...oh Manohara. Berikut cuplikan puisi tersebut.



Manohara...oh Manohara
Kau putri cantik jelita
Senyummu penuh pesona
Tubuhmu penuh aura
Mengikat setiap orang yang memandangnya

Namamu tersebar kemana-mana
Dari pusat kota sampai ke pelosok desa
Dari anak-anak sampai orang tua
Dari presiden sampai penjual duren
Dari Menteri sampai petani
(http://kucritbw.blogspot.com/2009/06/manohara-ohmanohara.htm)

Pemaknaan tidak berhenti sampai di sini. Akan tetapi kita akan memasukkan tiga unsur vokal akhir a, odelia, dan idola pada “kotak makna tertuntda dua”. Berikut Tahap signifikansi terdapat teks Manohara.
Kotak Makna Representa\si (Kotak Makna Tertunda II)
/manohara/ = /memesona/ = odelia


I. 8 fonem 3 suku kata kata sifat
II. vokal akhir: a odelia idola


C. Analisis simbol manohara sebagai tinanda memesona pada tahapan signifikasi
Tahapan signifikansi dimaknai dengan ideologi teks yang dianalisis (Sawirman, 23). Nama Manohara dapat ditemukan dalam berbagai konteks, misalnya relief candi borobudur, nama seekor sapi, nama sebuah sinteron yang akan tampil di stasiun televisi swasta, dan beberapa nama hotel.
Pada relief Candi Borobudur terdapat kisah Putri Manohara. Purti Manohara dapat temukan relief pada relief deretan bawah, di dinding utama sebelah barat, di lorong lantai dua Candi Borobudur. Di situ digambarkan sebagai putri berwajah cantik dengan dua kaki burung. Seorang pangeran menukar Putri Manohara dengan hadian melimpah kepada Halaka. Dikisahkan, Manohara hidup bahagia sebagai istri Sang Pangeran. Akan tetapi, pihak keluarga mertuanya tidak suka dengan Putri Manohara. Ibu mertuanya menjadi otak bencana duka bagi kehidupan Putri Manohara. (http://www.bangkapos.com/news/read/8373/humaniora.ht).
Saat Sang Pangeran mendapat tugas berperang melawan musuh di garis terdepan, Putri Manohara diusirnya dari kerajaan itu. Dia lalu pulang ke kampung halamannya di Kerajaan Manusia Burung, sambil mengusung segala dukanya. Hal itu membuat Sang Pangeran sedih setelah pulang dari medan perang. Ia lalu menemuia Halaka untuk mencari Manohara. Halaka dikisahkan tidak mengetahui tempat tinggal Manohara. Ia hanya memberitahu Sang Pangran bahwa dirinya sering menjumpai sekumpulan manusia burung di suatu telaga.
Pangeran pun kemdian mencari Puri Manohara di telaha itu. Dia hanya menemukan beberapa manusia burung dan tidak ada Manohara di tempat itu. Ia kemudian menitipkan sebuah cincin perkawinannya kepada salah seorang di antarasejumlah manusia burung untuk disampaikan kepada Putri Manohara (http://www.bangkapos.com/news/read/8373/humaniora.html).
Pada sebuah Kontes Ternak Jabar 2009 seorang pemilik sapi memberi nama sapi betinanya dengan Manohara. Penamaan tersebut didasarkan dengan beberapa alasan: 1) agar sang sapi juga tenar setenar Manohara, 2) namanya juga laku dijual, dan 3) tampilannya yang juga seseksi Manohara ( http://www.pikiran-rakyat com/index.php?mib=news.detail&detail&id=82028.)
Sinetron yang akan ditayangkan pada sebuah televisi swasta sepertinya akan mencerikan kisah sedih Manohara Odelia Pinot. Hal itu terlihat pada iklan sinetron yang telah ditayangkan.
Berdasarkan analisis interteks, penulis menemukan tiga makna, yaitu pernikahan, penyiksaan, dan kebahagian.

Kotak Makna Signifikasi (Kotak Makna Tertunda III)
/tapioka/ = /memesona/ = odelia = Pernikahan Putri

I. 8 fonem 3 suku kata kata sifat
II. vokal akhir: a odelia idola
III. pernikahan putri penyiksaan kebahagiaan

D. Analisis simbol manohara sebagai tinanda memesona pada tahapan eksplorasi
Untuk memaknai mengapa sebuah kata dijadikan simbol, data “hiperteks” dalam berbahai disiplin ilmu digunakan pada tahapan ini. Ruang ini adalah representasi cultural studies. Sejumlah disiplin ilmu (ekonomi, sejarah, sosiologi, dan lain-lain) yang diperkirakan relevan untuk membantu proses pemaknaan “dipersilakan masuk” (Sawirman: 24). Berdasarkan pemaknaan secara “hiperteks”, penulis menemukan 3 unsur, yaitu 1) mencari kekayaan, 2) mencari popularitas, 3) kawin paksa. Dengan menikah dengan anak raja, keluarga Manohara berharap untuk mendapatkan kekayaan. Ia dapat membeli atau melampiaskan segala keinginannya. Membuminya nama Manohara menyiratkan bahwa hal tersebut merupakan cara untuk mencari popularitas. Dengan menghebohkan dunia dengan kisah penyiksaan oleh suaminya, hal itulah cara mecari popularitas. Di samping itu, kita juga dapat memaknainya sebagai makna kawin paksa. Betapa Manohara yang baru berusia 16 tahun telah dinikahkan oleh orang tuanya. Secara hukum, pernikahan itu belumlah syah. Pernikahan seseorang dapat dinyatakan syah apabila ia telah berusia 17 tahun. Pemaknaan tersebut dapat kita masukkan ke dalam “kotak pemaknaan tahap IV”.





Kotak Makna Eksplorasi (Kotak Makna Tertunda IV)

/manohara/=mencari kekayaan = /memesona/ = kawin paksa = odelia = Pernikahan Putri

I. 8 fonem 3 suku kata kata sifat
II. vokal akhir: a odelia idola
III. Pernikahan Putri penyiksaan kebahagian
IV. mencari kekayaan mencari popularitas kawin paksa


E. Analisis simbol manohara sebagai tinanda memesona pada tahap transfigurasi
Tahap transfigurasi mengalokasikan dua strategi untuk “melepaskan” makna-makna yang selama ini tertunda, yakni (1) melalui strategi “rekonstruksi makna” dan (2) melalui strategi “dekonstruksi makna” (Sawirman: 25).
1. Strategi “rekonstruksi makna”
Strategi ini mengharapkan agar semua kotak makna tertunda satu, dua, tiga, dan empat dimasukan ke dalam kotak “rekonstruksi makna” seperti berikut.
Kotak 5 Rekonstruksi Makna
/manohara/=mencari kekayaan=penyiksaan=/memesona/=kawin paksa=odelia=pernikahan putri


I. 8 fonem 3 suku kata kata sifat

II. vokal akhir: a odelia idola
III. Pernikahan Putri penyiksaan kebahagian
IV. mencari kekayaan mencari popularitas kawin paksa
V. makna hiperrealis tesis baru tanda baru
Tanda Rantai Abadi


Kotak rekonstruksi makna adalah tempat penggodokkan makna pada tahapan transfigurasi. Tahapan tersebut tidak lagi menunda makna, tetapi saatnya melepaskan pemaknaan secara kritis. Pemaknaan dapat dilakukan antara keterkaitan antar unsur-unsur makna yang didapatkan (Sawirman: 25).

2. Strategi Penganyangan Makna (“Dekonstruksi Makna”)

Proses pemaknaan yang dilakukan dengan melakukan “penganyangan makna” pada kotak yang disebut Derrida dengan melting pot (“kotak penganyangan makna”). Tanda/simbol/kata yang dianalisis dengan objek formal linguistik (bentuk), fungsi, semiotik (makna), dan hipersemiotik melahirkan makna-makna (tesis-tesis) berbeda. Tesis-tesis tersebut “dianyang” pada “kotak pengayangan makna’ sehingga melahirkan proses dialektika kompleks. Makna yang dihasilkan pada ‘kotak penganyangan makna” dapat dilakukan secara lebih acak, misalnya dengan cara melakukan pengadukan makna hasil analisis teori-teori (1) linguistik dengan fungsi, (2) linguistik dengan semiotik, (3) linguistik dengan hipersemiotik, dan seterusnya. “Pengayangan makna” menghasilkan Sintesis Y (sekaligus sebagai Tesis Y karena membuka peluang untuk diantitesis) (Sawirma: 26). Paradigma dekonstruksi menghasilkan Transfigurasi Y seperti diagram berikut.
Beberapa pengayangan yang dapat kita lakukan terhadap Manohara adalah sebagai berikut:
1. Memesona dan Odelia : akan memunculkan makna bahwa sosok yang memunyai aura bagi yang melihatnya
2. Odelia dan Idola : akan memunculkan makna bahwa ia orang yang dicari-cari
3. Memesona dan pernikahan putri : munculkan makna bahwa seorang yang memiliki persona akan mengalami sebuah pernikahan bagaiakan pernikahan putri.
4. Memesona dan peyiksaan: akan memunculkan makna bahwa seseorang yang memiliki pesona akan mengalami sebuah penyiksaan yang tidak diinginkan
5. Memesona dan kebahagiaan: akan memunculkan makna bahwa seseorang memiliki pesona akan mengalami kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan, seperti yang ia inginkan.
6. Memesona, penyiksaan, dan kebahagiaan: akan memunculkan makna bahwa seseorang yang memiliki pesona akan menjalani sebuah kehidupan yang bahagia setelah ia mengalami berbagai penyiksaan. Memesona dan mencari kekayaan
7. Memesona dan mencari popularitas: akan memunculkan makna bahwa seseorang memiliki pesona akan terkenal di mana-mana. Keterkenalannya dalam berbagai hal. Apakah dari segi kebahagian atau penderitaan yang ia alami
8. Memesona dan kawin paksa: seseoramg yang memunyai pesona akan mengalami kawin paksa. Hal itu terjadi karena ia memiliki modal untuk dijual. Orang akan memanfaatkannya untuk mencapai hal yang inginkan

















Gambar Strategi Penganyangan Makna (Dekonstruksi)


Elaborasi
Tesis 1/Linguistik/Makna 1


Sintesis 1/2 Sintesis 1/3 Sintesis 1/2/3

Representasi/ Signifikasi/
Tesis 2/ Tesis 3/
Intrateks/ Interteks/
Makna 2 Sintesis 1/2/3/4 Sintesis 1/3/4 Makna 3
Sintesis
1/2/4
Sintesis Sintesis 1/2/3/4/5 Sintesis 3/4
2/4

Sintesis 1/2/5 Sintesis 1/3/5 S 3/5
Eksplorasi/ S 2/5 Eksplorasi/
Tesis 4/ Tesis 4/
Hiperteks/ Sintesis 1/5 Hiperteks/
Makna 4 Makna 4
Sintesis 4/5





Transfigurasi/ Hermeneutis/Melting Pot/Hiperrealis/
Otoritas Interpretan/Pemberian Label/Makna Baru/
Sintesis Baru/Tesis Baru/Tanda Baru/


Catatan: S=Sintesis, 1=Elaborasi, 2=Ekspresi, 3=Signifikasi, 4=Eksplorasi, 5=transfigurasi

Salah satu penganyangan yang dapat kia lakukan adalah memesona, perkawinan putri, dan mencari kekayaan. Kita akan melihat adanya sosok yang memesona akan menghasilkan sebuah pernikahan putri. Pernikahan putri Manohara memiliki keterkaitan cerita dengan pernikahan putri burung yang terdapat dalam relief Candi Borobudur. Manohara adalah seorang putri dari keturunan bangsawanan Bugis, Sluawesi Selatan, dengan pria kebangsaan Pranncis. Purti Manohara yang terdapat dalam relief Candi Borobudur adalah Putri dari Kerajaan Manusia Burung. Manohara dan Putri Manohara yang terdapat dalam relief Candi Borobuur sama mengalami penyiksaan.
Dengan adanya inteprestasi tesebut dapat diambil simbulan bahwa nama Monohara adalah yang tidak tidak menguntungkan. Orang tua hendaknya berpikir untuk memberi nama anaknya dengan “Manohara”. Akan kisah tersebut akan terulang kembali untuk kesekian kalinya?

V. Penutup

Berdasarkan hasil analisis, kita dapat menyimbulkan bahwa nama Manohara memiliki berbagai interprestasi. Makna yang mengganggu tentulah makna yang negatif. Dengan adanya analisis tersebut kita dapat mengambil makna terdalam dari nama Manohara Odelia Pinot. Satu mungkin saja pertanyaan muncul dari analisis ini “Akankah anak kita akan kita beri nama Manohara? Sebuah nama yang salah satu simbol kesengsaraan. Semua tentu akan terpulang kepada kita.

























DAFTAR PUSTAKA

Frued, S. 2002. Psikoanalisis. Terjemahan Ira Puspitorini. Yogyakarta: Ikon Teralitera.

Piliang, Y.A. 2003. Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Pilliang, Y.A. 2004. Dunia yang Berlari: Mencari Tuhan-tuhan Digital. Yogyakarta: Jalasutra.

Robins, r.h. 1992. Linguistik Umum; Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.

Tester, Keith. 2003. Media, Budaya, dan Moralitas. Yogyakarta: Kreasi Wacana

Tim Penyusun Kamus Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Saussure, de Ferdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sawirman. 2009. “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas”, Padang.

Schifffrin, Deborah. 2006. The Handbook of Discourse Analysis. Australia:Blackwell

Sudjiman, Panuti dan Aar van Zoest. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia

http://kucritbw.blogspot.com/2009/06/manohara-ohmanohara.htm
http://www.bangkapos.com/news/read/8373/humaniora.htm
com/index.php?mib=news.detail&detail&id=82028
(http: //celebrity.detikyogyakarta.net/ardi.net/)
http:/www/lampungpost.com/cetak.php?id
(http:mylifelearning.com/misteri-dibalik-nama-manohara-odelia-pinot/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar