Jumat, 31 Juli 2009

NON MARTIS

KOMENTAR
I. Pengantar
Responden yang kami hormati. Seminggu yang lalu peneliti sudah meminta bantuan Saudara untuk membaca, memahami, dan mengkritisi tulisan yang diberi judul “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas” yang ditulis oleh Sawirman tahun 1999 (32 halaman, ketikan 1 spasi, font geramond 11, ukuran kertas A4). Berkenaan dengan tulisan tersebut, kami berharap bantuan Saudara untuk menjawab sejumlah pertanyaan berikut dengan sekritis-kritisnya. Jawaban Saudara tidak akan berpengaruh sama sekali dengan profesi, pendidikan, dan pekerjaan yang sedang Saudara tekuni saat ini. Terima kasih atas bantuan Saudara.

II. Identitas Diri

Nama : Non Martis
Pekerjaan : Mahasiswa Pascasarjana (S2), Progran Studi Linguistik, Unand;Karyawan/PNS di Balai Bahasa Padang, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

III. Pertanyaan
A. Terma E-135
(1)
Apakah Saudara pernah membaca/ mendengar terma E-135 dalam referensi lain selain rancangan model yang ditulis dan dirancang oleh Sawirman yang ada di tangan Saudara? Bila iya dimana?

Selama ini saya belum pernah mendengar atau pun membaca term E-135 dalam referensi mana pun dan ini adalah untuk pertama kalinya saya mendengar dan sekaligus membacanya.


(2)
Terma E-135 adalah singkatan dari E=Eksemplar, 1=Hermeneutika, 3=formalis, kritis, dan cultural studies/ posmodernis, serta 5= tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi), bagaimanakah menurut Saudara dengan nama itu?

Meskipun semua unsur-unsurnya, yaitu huruf dan angka yang digunakan telah diuraikan sedemikian rupa, menurut saya, nama ini kurang greget. karena terkesan matematis dan tidak memperlihat ciri linguistis yang menjadi objek kajian ini. Selain itu, jika e (exemplar) dimaknai sebagai konstruksi berpikir, model, kerangka konseptual, ataupun sebuah paradigma/teori, artinya E-135 masih merupakan rancangan dari sebuah teori yang ingin dilairkan. Dengan kata lain, selama terminologi ini masih menggunakan E, selama itu juga ia masih merupakan sebuah rancangan, seperti rancangan undang-undang. Belum ada kesepakatan untuk mengundangkannnya atau mensyahkannya. Oleh karena itu, ia belum final dan akan sangat ‘diragukan’ jika digunakan sebagai salah satu dasar analisis wacana.


(3)
Apakah Saudara memiliki usulan nama lain untuk “pengganti” terma E-135?

Menurut saya tidak berlebihan jika E(xemplar) itu langsung saja diganti dengan T(teori). Karena yang menjadi pusat kajiannya adalah wacana, maka tulisan ‘wacana’ perlu dimunculkan. Dengan demikian, saya mengusulkan nama “Teori Wacana 135”. Atau, mencantum nama Bapak, Sawirman, menggantikan 135. Artinya, 135 diletakkan di dalam sebagai metode sehingga muncul nama “Teori Wacana Sawirman”. Manurut saya nama ini tidak akan kalah bersasing atau sejajar dengan Teori Wacana Laclau dan Mouffe (dalam Teori Wacana: Teori dan Metode, penulis Marianne W. Joegensen dan Louise J. Philip, Pnerjmh: Imam Suyitno dkk. 2007: Pustaka Pelajar). Kedua pakar ini juga menciptakan teori sendiri dengan cara menggabungkan dan memodifikasi dua tradisi teoretis utama, yaitu Marxisme dan Strukturalisme.



B. Hermeneutika dalam Linguistik
(4)
Apakah Saudara setuju dengan Hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya mata-mata kuliah “makro” seperti wacana, semiotika, bahasa media, serta bahasa dan ideologi, dan lain-lain?

Saya sangat setuju. Hermeneutika tentu akan dapat memayungi basis ontologis, misalnya Semiotika karena memang setiap tanda (linguistik maupun nonlinguistik) merupakan refleksi dari tinanda yang dapat ditafsirkan. Artinya, Hermeneutika bisa menjadi basis analisis semiotika di samping dapat langsung menjadi basis analisis penggunaan bahasa (linguistik) secara makro. Bukankah kitab suci kita Alquran juga menggunakan Hermeneutik ini sebagai basis penafsirannya?
.


(5)
Sejauhmanakah Saudara mengenal aliran filsafat Hermeneutika beserta tokoh-tokohnya?



Dalam semester lalu (I) kami telah diperknalkan pada beberapa aliran filsafat, di antaranya aliran filsafat Hermeneutik. Dengan demikian, sedikit banyak saya mengenal beberapa tokoh aliran ini, terutama Paul Ricoeur. Dia adalah tohoh yang sangat terkenal dengan pendekatannya ini. Tokoh lainnya adalah Wilhelm Dilthey, Jurgen Habermas, F.D.E Schleiermarcher, dan Hans-Georg Gadamer.


C. Teori-teori “Formalis” dalam Linguistik
(6)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Formalisme” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Setuju. Memang, batasan konsep “formalisme” selama ini hanya berkutat atau tertuju pada why ‘apa saja’ kaidah dan tanda lingusitik yang terdapat di dalam sebuah wacana dan sama sekali belum masuk pada tahap interprestasi mengapa dan bagaimana hal itu terjadi


(7)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Formalisme”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Formalis beserta tokoh-tokohnya?

Selama ini, dalam analisis wacana saya sering menerapkan teori-teori formal ini dan saya juga mengenal tokoh-tokohnya dengan baik, di antaranya MAK Halliday terkenal dengan karyanya Cohesion in English, Gillian Brown dan George Yule trkenal dengan karya mereka Discourse Analysis.
(8)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang eksplanatoris yang diharapkan Chomsky (bukan hanya deskriptif) menurut Saudara?

Analisis linguistik yang eksplanatoris seperti yang diharapkan Chomsky adalah analisis linguistik yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Penjelasannya itu tentu saja secara menyentuh dan dari berbagai aspek. Menurut saya, e-135 sudah memenuhi harapan Chomsky itu.

C. Teori-teori Kritis dalam Linguistik
(9)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep Teori Kritis dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Tentu. Saya setuju dengan batasan konsep teori kritis dalam tulisan ini karena memang sudah waktunya kita mengkaji secara keseluruhan dari berbagai kemungkinan dalam sebuah analisis wacana sehingga kita dapat sampai pada makna yang tepat pada konteks yang tepat pula.

(10)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Teori Kritis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Kritis dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Kata orang ‘tak kenal maka tak sayang’, karena tak sayang makanya tak mengetahui. Kebetulan, di lingkup pekerjaan saya, Balai Bahasa, teori kritis belum kami kenal. Bagi kami, teori-teori kritis ini masih sangat baru. Meskipun begitu, saya sangat tertarik dan ingin menerapkan teori-teori ini dalam penelitian saya di masa yang akan datang. Untuk itu, besar harapan saya pada teori e-135 ini yang--merupakan gabungan dari beberapa teori lain-- telah memperkenalkan saya dengan berbegai tahapan analisis pemaknaan.

(11)
Bagaimanakah Kontribusi teori-teori kritis seperti model Norman Fairclough, van Dick, atau tokoh-tokoh lain di mata Anda?

Teori kritis model Norman Fairclough dan van Dick memberikan dasar pijakan yang kokoh dalam tulisan ini. Begitu juga dengan konstribusi posmodernis, di antaranya Lyotard, Baudrilard tentang hiperalis, dan dekonstrksinya Derrida.

D. Teori-teori “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam Linguistik
(12)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?

Setuju, karena memang itulah batasan yang paling sesuai jika dibandingkan batasan-batasan yang pernah saya baca sebelumnya.

(13)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori tersebut dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?

Saya belum terlalu jauh menganal teori-teori dan tokoh-tokoh “cultural studies/posmodernis/dekonstruksionis” dalam linguistik. Namun, ada beberapa tokohnya yang saya kenal dalam teori-teori itu, di antaranya adalah Hogart, Derrida, Lyotard, Boudrilard, dan Foucault.

(14)
Bagaimanakah Kontribusi “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis, seperti Derrida, Foucault, Lyotard, dan lain-lain di mata Anda?

Menurit saya dan sejauh yang saya baca, kontribusi para tokoh tersebut di bidang linguistik khusunya dalam telaah wacana cukup banyak.

E. Tahapan Analisis E-135
Bagaimanakah menurut Saudara tahapan E-135 untuk menganalisis Mata Kuliah Wacana? Silakan komentari kelebihan, kelemahan, dan peluangnya di masa mendatang!

(15)
Tahapan Elaborasi (Tahap Linguistik)

Cukup bagus karena pada tahapan ini berkaitan dengan perkembangan bidang linguistik mikro. Selama ini memangbelum ada yang melakukannya. Oleh karena itu, di masa yang akan datang tahapan ini akan memperlihatkan kemuajuan yang lebih baik. Namun, yang agak susah pada tahap ini adalah saat menentukan notasi fonem-fonem itu.


(16)
Tahapan Representasi
(Interteks Vertikal/Horizontal)

Tahapan ini sudah mulai rumit, yaitu mencari keterkaitan penanda dengan tinanda. Meskipun dalam conoth wacana ini bisa dipahami secara samar-samar, belum tentu bisa pada wacana lain yang bukan politis. Akan tetapi, saya yakin hal ini manerik dan perlu dipelajari sebaik-baiknya. Peluangnya untuk masa yang akan datang tentu akan lebih baik sebagaimana teori ini secara keseluruhan akan diakui orang sebagai sebuah toei yang ‘mumpuni’.

17)
Tahapan Signifikasi (Semiotika)

Pada tahapan ini, otoritas pembaca dalam memaknai sebuah teks terlihat jelas karena ia diposisikan sebagai pembaca teks yang kritis. Menurut saya tahapan ini memerlukan ketelitian dan tingkat kehati-hatian yang cukup tinggi dalam pemaknaan sebuah tanda. Dengan demikian, makna yang dihasilkan itu sangat tergantung pada kejelimeta analisis yang dilakukan. Peluangnya untuk masa yang akan datang tentu saja sangat baik karena tahapan ini sangat berguna bagi semua bidang ilmu humansiora.

(18)
Tahapan Eksplorasi (Dimensi Ilmu Lain)


Tahapan ini menurut saya sangat terbuka. Di sinilah pemahaman makna secara holistik. Pemaknaan bisa dilihat dari sisi mana saja. Pemaknaaan dari semua bidang ilmu bisa dimasukkan dalam tahapan ini. Menurut penulis, tahapan inilah tahapan yang paling menarik karena siapa pun bisa memaknainya dari mana saja ia mau melihatnya. Selama ini belum pernah ada tahapan analisis wacana yang sebebas ini tergantung referensi yang dipunyai oleh seorang penganalisis. Jika dilihat peluangnya, tentu saja ini sangat baik dan disukai banyak orang. Tampaknya, toeri ini akan mengalami perkembangan yang jauh lebih signifikan pada tahapan ini. Insyaalah. Amin.


(19)
Tahapan Transfigurasi
(Pemetaan/Makna Hiperealis)

Layaknya seseorang sedang bekerja di sebuah laboratorium, di sebuah meja sudah tersedia sekian warna dasar yang nantinya satu sama lain akan diaduk dan menghasilkan warna yang berbeda-beda, tetapi unsur-unsur setiap warna yang diaduk itu masih dapat dikenali. Menurut hemat saya, pada tahap inilah analisis wacana yang sesungguh itu dilakukan karena makin tinggi pemahaman subjektif seseorang, semakin menukiklah makna yang diberikannya.


Tahap “Penundaan Makna”
(20)
Kebenaran makna dalam e-135 menganut “Prinsip Penundaan”? Bagaimanakah menurut Anda?


Prinsip penundaan makna yang dianut dalam e-135 adala sesuatu sangat baik karena dengan adanya penundaan makna tersebut, sebuah teks akan menemukan maknanya sesuai dengan konteksnya. Misalnya Dt Maringgih dan Syamsul Bahri pada novel Siti Nurbaya pada konteks cerita, yaitu kawin paksa Dt Maringgih adalah seorang pecundang dan Syamsul Bahri adalah seorang hero di hati seorang gadis. Akan tetapi, dalam konteks nasionalisme Dt Maringgih ternyata adalah seorang pejuang karena ia ikut melawan Belanda sedangkan Syamsul Bahri seorang pecundang karena ia adalah seorang pribumi yang menjadi entek Belanda. Tentunya melalui prinsip penundaan ini, pada akhirnya akan ditemukan makna yang lebih kompleks dan mendalam.


(21)

Bisakah Saudara membedakan Prinsip Penundaan Makna Menurut Derrida dan/atau Lyotard dengan e-135?


Contoh yang saya berikan sebelumnya mengenai penundaan makna pada novel Siti Nurbaya adalah penundaan makna sebagaimana yang dilakukan oleh Derrida dan Lyotard. Menurut saya, prinsip penundaan makna pada e-135 jauh lebih kompleks dan rumit karena dapat dilihat dari berbagai kemungkinan. Maksudnya, penundaan makna pada term e-135 dilakukan berulang kali sehingga hasil pemaknaannya pun jauh lebih baik dan tepat.


(22)
Bagaimanakah Prinsip Penundaan Makna dengan terma “Rekonstruksi Makna” dalam e-135?


Jawaban saya tidak jauh berbeda dengan jawaban pada nomor 21.





Tahap Pengayangan Makna (Melting Pot)
(23)
Untuk mengungkap interpretasi pemaknaan terdalam dalam e-135 dapat dilakukan dengan pengayangan makna (melting pot) dengan model/diagram tersendiri, bagaimanakah menurut Saudara?

Mestinya sangat baik karena semakin sering diaduk, ibarat adonan kue, tentu kue itu akan terasa lebih mantap. Namun, dalam tulisan tersebut penulis tidak memberikan contoh penganyangan makna itu. Yang ada cuma adonan angka-angka, tapi bukan makna dari hasil adukan antara semua angka-angka itu. Saya merasa tahapan ini sangat sulit saya ikuti. Dengan demikian, saya berharap penulis, suatu saat nanti, mengkhususkan waktu untuk ‘kami’ bisa memahami semuanya.





(24)
Bisakah model pengayangan makna yang diagram yang diusulkan mampu mengungkap “makna terdalam” (depth meaning) Baudrillard dalam Analisis Wacana menurut Saudara?




Mengapa tidak, asalkan benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya.





F. Pertanyaan Umum secara Holistik
(25)
Apakah e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan Ejaan yang benar? Silakan kemukakan alasan Anda?

Menurut saya, secara keseluruhan draf teori e-135 sudah ditulis dengan baik sesuai EYD.

(26)
Apakah e-135 telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis? Silakan kemukakan alasan Anda?

Sudah.

(27)
Apakah e-135 telah dipikirkan dengan baik dan ditulis dengan baik? Silakan kemukakan alasan Anda?

Menurut saya, tentu penulis tidak main-main dengan tulisan ini. Penulis telah memikirkan dan menuliskannya beberapa tahun yang lalu dan mengujicobakannya berkali-kali demi keampuhan dan ketahanujiannya. Hal itu saya ketahui dari latar belakang, visi, dan misi e-135 yang sangat baik, konsep teori yang begitu matang dan model analisis yang sangat padu. Oleh karena itu, pemunculan teori ini patut diacungkan jempol.

(28)
Apakah kelebihan dari e-135 menurut Anda?

Banyak kelebihan dari teori 135 ini di antaranya, model analisisnya yang mampu menerapkan analisis dari tahapan formalis/mikro sampai pada tahapan trasfigurasi/makro, sehinga menghasilkan interpretasi yang mengagumkan.

(29)
Apakah e-135 tidak terlalu ambisius?

Dalam kehidupan, hanya orang-orang yang berambisi, dalam pengertian positif, yang akan berhasil. Dalam hal ini pun ambisi sangat diperlukan agar ketahanujiannya segera mendapat pengakuan dalam kancah kajian linguistik secara umum.

(30)
Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis?

Dengan penerapan berbagai teori wacana dan model analisis yang ilmiah, tentu saja target yang diharapkan dari e-135 saangat masuk akal dan sangat realistis.

(31)
Apakah e-135 sesuai dengan tujuan penelitian wacana?

Menurut saya, e-135 sudah sangat sesuai dengan tujuan penelitian wacana karena tujuan akhir penelitian wacana adalah interpretasi terdalam.

(32)
Apakah sudah ditunjukkan bahwa e-135 ini tidak merupakan pengulangan dari
yang sudah pernah dilakukan?

Saya belum pernah membaca atau pun melihat adanya analisis wacana seperti ini pada tulisan-tulisan orang lain. Dengan demikian saya yakin bahwa e-135 tidak merupakan pengulangan.

(33)
Apakah e-135 sesuai dengan kepakaran peneliti?

Orang yang tidak/belum pakar dalam suatu bidang dapat dipastikan ia takkan bisa menciptakan sebuah draf teori yang paling sederhana sekali pun. Menurut saya, memang di sinilah kepakaran penulis atau pencipta e-135 tersebut.

(34)
Apakah sudah ditunjukkan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit/sudah dilakukan?

Banyaknya kutipan dan rujukan dalam tulisan ini, menurut saya, memperlihatkan pula keterkaitannya dengan pustaka/hasil penelitian yang pernah dilakukan.

(35)
Apakah e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana? Mengapa?


Tentu e-135 yang diajukan ini dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana karena telah melahirkan model analisis wacana yang berbeda dari yang sebelumnya sehingga diharapkan akan menghasilkan interpretasi analisis wacana yang lebih baik.

(36)
Apakah metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan?


Melalui metode yang begitu kompleks dan terpadu, saya rasa sudah dapat menjawab tujuan yang diharapkan.

(37)
Apakah e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik? Mengapa

Tentu sudah dipertimbangkan dengan baik jika tidak mana mungkin akan lahir sebuah draf teori 135 yang sangat bagus ini.

(38)
Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis?

Jawaban saya sama dengan jawaban pada nomor 30.

(39)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2?

Menurut saya dapat diterapkan dalam mata kuliah wacana di S2, terutama di S2 Program Studi Linguistik di Unand.

(40)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S1?

Banyak hal yang harus dipertimangkan jika diterapkan ada tingkat S1. Sebaiknya pada tingkat ini e-135 cukup diperkenalkan dulu.






G. Penutup
(41)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang ideal menurut Saudara?

Analisis linguistik yang ideal menurut saya adalah model analisis yang bahasa secara holistik.

(42)
Terkait dengan pertanyaan dimaksud, Bagaimanakah kontribusi E-135 untuk menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etnis/moral?

Saya yakin dan sangat optimis bahwa suatu saat nanti e-135 dapat menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etnis/moral.

(43)
Item-item/ pertanyaan-pertanyaan nomor berapakah yang sulit Saudara pahami/ambigu? Mengapa?

Ada tiga pertanyaan yang saya tandai, yaitu pertanyaan nomor 33 menurut saya ambigu dan pertanyaan 30 dan 38 mirip. Keambiguan pertanyaan 33 terletak pada kata peneliti. Apakah yang dimaksudkan dalam pertanyaan ini adalah penulis teori ini? Jika iya sebaiknya digunakan pemrakarsa karena pengisi angket atau responden ini ada juga yang berstatus sebagai peneliti. Pertanyaan nomor 30 dan nomor 38 menurut saya pada prinsipnya sama, yaitu (30) Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis? dan (38) Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis? Sebaiknya pilih salah satu di anatara kedua pertanyaan itu.

(44)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?

-
Pertanyaan nomor 45 merupakan penerapan analisis wacana dengan menggunakan term E-135, ditulis di halaman terpisah di bawah ini.
Padang, Juni 2009
Responden,




Non Martis

45. Contoh Aplikasi e-135 pada Iklan SBY


1. Analisis simbol SBY sebagai tinanda Presidenku 2009—2014 pada tahap elaborasi
Iklan politik SBY Presidenku 2009—2014 adalah sebuah klausa nominal yang nonpredikatif, dan mengngkapkan sebuah harapan. SBY adalah akronim dari nama seseoang, yaitu Susilo Bambang Yudoyono yang merupakan refleksi dari fonem /s/,/b/,/y/, presidenku terdiri atas nomina presiden dan –ku adalah bentuk singkat dari aku (orang pertama). Kelompok kata itu merefleksikan pemakaian fonem /p/./r/,/e/,/s/,/i/,/d/,/e/,/n/,/k/,/u/, serta angka 2009 yang mengacu pada tahun, tanda hubung (—) dan 2014 kembali mengacu pada tahun. Kata presiden yang bermakna ‘kepala negara’ dan –ku adalah bentuk singkat dari aku (orang pertama) yang menyatakan posesif/kepunyaan, tanda hubung (—) bermakna ‘sampai dengan’ atau ‘hingga’ dan 2014. Tahap analisis secara linguistis cukup sampai di sini. Proses elaborasi itu semnetara ditempatkan pada ‘kotak makna tertunda satu’.




Kotak Makna Elaborasi (Kotak Makna Tertunda I)
1. /SBY/= /Presidenku 2009--2014/

I. klausa nominal nonpredikatif harapan


2. Analisis simbol SBY sebagai Tinanda Presidenku 2009—2014 pada Tahap Representasi
Pada tahapan ini dilihat hubungan antara bahasa sebagai tanda dan konsep mental yang dipresentasikannya dengan realitas yang ada tentang fakta. SBY (Susilo Bambang Yudoyono) adalah seorang manusia, berjenis kelamin laki-laki, bersuku/etnik Jawa, mantan jenderal panglima Abri di era Soeharto, berpenampilan menarik, berkepribadian baik, sangat loyal, santun, tidak gegabah, selalu berhati-hati dalam berbicara, berbahasa Indonesia dengan baik (bagus/rapi), bahkan 1993 ia pernah mendapat penghargaan dari Pusat Bahasa sebagai pejabat negara yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. SBY sekarang adalah seorang presiden, yang selama kepresidenannya pernah menurunkan harga BBM sebanyak 3 kali, seorang kepala negara yang paling sering mengunjungi Sumatra Barat, mempunyai banyak lawan politik (khususnya pada saat ini). Tahap analisis pada tahapan representasi cukup sampai di sini. Proses representasi ini semnetara ditempatkan pada ‘kotak makna tertunda dua’.

Kotak Makna Representasi (Kotak Makna Tertunda II)
1. /SBY/= /Presidenku 2009--2014/ = /Jawa/=/tidak gegabah/=/santun/=/sering ke Sumatra Barat/



I. klausa nominal nonpredikatif harapan
II. tiga kelompok kata Etnis, Jabatan, Kepibadian menarik


3. Analisis simbol SBY sebagai Tinanda Presidenku 2009—2014 pada Tahapan Signifikasi
Pada tahapan ini penganalisis diberi otoritas yang seluas-luasnya untuk merepresentasikan tanda. Tahapan ini dalam e-135 disebut juga dengan tahapan sistem tanda semiotika. Dalam iklan SBY Presidenku 2009—2014. Akronim SBY secara bebas dapat ditafsirkan sebagai Si Butet Yogya (dalam Republik Mimpi). Tanda Presiden(ku) 2009—2014 dapat saja menunculkan makna yang bukan ‘kepala negara yang diharapkan memimpin Indonesia sampai dengan tahun 2014’, tapi mungkin saja ‘seseorang yang mengetuai sesuatu organisasi atau kelompok/grup’, misalnya grup paguyuban, dan bagi etnis Jawa dan bahkan etnis lain tidak ada yang tidak mengenal SBY ini dalam acara di Metro TV.
Kotak Makna Signifikasi (Kotak Makna Tertunda III)
1. /SBY/= /Presidenku 2009--2014/ = /Jawa/=/tidak gegabah/=/santun/=/sering ke Sumatra Barat/=/ketua paguyuban/



I. klausa nominal nonpredikatif harapan
II. tiga kelompok kata Etnis, Jabatan, Kepibadian menarik
III. Akronim Si Butet Yogya ketua paguyuban



Menurut saya, contoh di atas sudah merupakan bagian dari aplikasi e-135 yang bisa diterapkan pada kajian analisiswacana. Saya mohon, Bapak mau mengomentarinya agar saya mengetahui di mana kekeliruan saya dalam ‘memahani konsep-konsep’ yang ada dalam e-135 itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar