Minggu, 16 Agustus 2009

RESENSI BUKU PAUL RICOEUR OLEH SAWIRMAN (DOSEN UNIVERSITAS ANDALAS)

RESENSI


FILSAFAT WACANA BERBASIS CULTURAL STUDIES
PAUL RICOEUR


Sawirman
Universitas Andalas Padang


1. Pendahuluan
Sejak tahun 1996 (dalam buku Bahasa dan Kekuasaan), Ignas Kleden sudah melakukan protes pada banyaknya pengarang yang hanya berkiblat pada frekuensi, kuantitas, dan produktivitas sebuah karya sehingga mengabaikan nuansa kualitasnya. ‘Rasa” itu seakan-akan masih eksis sampai saat ini. Para pengarang (termasuk para linguis) masih sering meninggalkan “sejarah ide” aneka konsep yang dirilisnya. Banyak pengarang mengutip sebuah ide dari sebuah “buku terbaru”, akan tetapi melupakan founding father dari ide tersebut. Konsekuensinya, banyak pengarang kehilangan riwayat genealogis “sejarah ide” dari sebuah istilah, teori, paradigma, dan logika/konstruksi berpikir yang diaplikasikan. Dalam konteks linguis di tanah air misalnya, masih banyak pengkaji psikolinguistik kita seakan-akan tidak mau tahu dengan buku-buku psikologi (termasuk buku Sigmund Freud yang dikenal sebagai Bapak Psikologi). Masih banyak penjamah sosiolinguistik kita seakan-akan “meninggalkan’ buku-buku sosiologi (termasuk buku Emile Durkheim sebagai Bapak Sosiologi). Para linguis tanah air yang menyebut dirinya sebagai pengkaji aneka bidang lainnya tampaknya belum jauh berbeda. Rasanya tidak terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa masih banyak linguis negeri ini seperti mikroskop (hanya mampu melihat hal-hal kecil, tetapi melupakan tragedi-tragedi kemanusiaan dan kemiskinan yang ada di sekelilingnya). Mereka seakan-akan menutup diri dari perkembangan ilmu-ilmu lain di sekitarnya sekalipun ilmu-ilmu tersebut terkait erat dengan bidangnya. Bila spirit “anti ilmu lain” ini terus digenerasikan, diperkirakan tidak hanya akan membuat kajian linguistik menjadi terasing, tetapi juga membuat ranah ini akan kehilangan esensinya sebagai pejuang kemanusiaan (humaniora). Setidak-tidaknya pada aspek-aspek letak pentingnya buku-buku Ricoeur. Selain sebagai pembawa spirit “cultural studies” dalam filsafat wacana, Ricoeur adalah salah satu sosok yang mempertalikan ranah wacana (linguistik) dengan sejumlah ilmu lain. Dalam buku Contemporary Hermeneutics, Ricoeur diposisikan Joseph Bleicher tidak hanya sebagai penghubung antar-aliran hermeneutika, tetapi juga sebagai penghubung dua tradisi filsafat besar (Strukturalisme Perancis dan Fenomenologi Jerman).
.......
3. Penutup
Wacana/bahasa di mata Ricoeur (2002), seperti halnya di mata kaum posmodernis dan cultural studies tidak lagi dipahami sebagai instrumen semata, refleksi realitas, konstruksi “one-to-one correspondence” (satu penanda dengan satu tinanda), presentasi logika murni (A=A), presentasi yang disebut Immanuel Kant dengan logika teknis, refleksi yang disebut Sartre dengan logika sensual dan logika visual. Dengan kata lain, Ricoeur menjadikan spirit cultural studies sebagai spesialisasi pengembangan kajian wacana dan linguistik. Ciri khas sebuah keilmuan yang tidak menghiraukan semangat zaman dan hiruk pikuk kehidupan akan ditelan oleh dialektika kehidupan itu sendiri (Sawirman, 2007).

1 komentar:

  1. Saya setuju dengan persepsi tentang linguistik bukan sekedar ilmu bahasa, karena linguistik tidak hanya mempelajari mempelajari struktur bahasa semata. Linguistik dapat memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang berkembang ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Dengan demikian linguistik merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam membangunan kehidupan masyarakat dari berbagai bidang kehidupan masyarakat. Oleh karena itu saya sangat setuju menurut pakar lingustik Dr. Sawirman bahwa ilmu linguistik mencakup lintas bidang, dimana kajian dan teorinya dapat dilihat dari berbagai perspektif yang ada dalam kehidupan masyarakat.

    BalasHapus