KOMENTAR
I। Pengantar
Responden yang kami hormati. Seminggu yang lalu peneliti sudah meminta bantuan Saudara untuk membaca, memahami, dan mengkritisi tulisan yang diberi judul “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas” yang ditulis oleh Sawirman tahun 1999 (32 halaman, ketikan 1 spasi, font geramond 11, ukuran kertas A4). Berkenaan dengan tulisan tersebut, kami berharap bantuan Saudara untuk menjawab sejumlah pertanyaan berikut dengan sekritis-kritisnya. Jawaban Saudara tidak akan berpengaruh sama sekali dengan profesi, pendidikan, dan pekerjaan yang sedang Saudara tekuni saat ini. Terima kasih atas bantuan Saudara.
II. Identitas Diri
Nama : M. Yunis, SS
Pekerjaan: Penulis
III. Pertanyaan
A. Terma E-135
(1)
Apakah Saudara pernah membaca/ mendengar terma E-135 dalam referensi lain selain rancangan model yang ditulis dan dirancang oleh Sawirman yang ada di tangan Saudara? Bila iya dimana?
Belum, baru kali ini.
(2)
Terma E-135 adalah singkatan dari E=Eksemplar, 1=Hermeneutika, 3=formalis, kritis, dan cultural studies/ posmodernis, serta 5= tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi), bagaimanakah menurut Saudara dengan nama itu?
Ini hanya permasalahan waktu saja, jika waktunya tepat dan sesuai, setelah dilakukan beberapa pengujian, penamaan tersebut akan diterima, sebab e-135 adalah sebuah kode, sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Fokoult tentang histerisasi tubuh dan performen menurut Butler dalam Yasir. Apabila sebuah kata sering disebut, lambat laun simbol itu akan membumi, menjeneralisasi dan diakui.
(3)
Apakah Saudara memiliki usulan nama lain untuk “pengganti” terma E-135?
Untuk sementara belum ada
B. Hermeneutika dalam Linguistik
(4)
Apakah Saudara setuju dengan Hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya mata-mata kuliah “makro” seperti wacana, semiotika, bahasa media, serta bahasa dan ideologi, dan lain-lain?
Sangat setuju, karena hermeneutik adalah dasar filsafat.
(5)
Sejauhmanakah Saudara mengenal aliran filsafat Hermeneutika beserta tokoh-tokohnya?
Hermeneutik itu berasal dari nama seorang utusan atau mungkin Nabi tetapi bukan rasul, dia ditugaskan untuk menyampaikan pesan dari Dewa Yupieter yang tidak lain adalah Jibril utnuk umat manusia, agar pesan itu dimengerti oleh masyarakat atau umat maka Hermes harus menterjemahkannya bedasarkan kebudayaan yang ada pada waktu itu, artinya dicocokan seperti yang pernah dilakukan oleh Syeh Burhanuddin dalam mengembangkan ajaran Islam, pendekatan persuasif. Jadi, Hermeneutik berasal dari nama orang yaitu Hermes, yang mana Hermeneutik itu awalnya dipakai untuk menerjemahkan wahyu atau kitab suci, ilmu tafsir tetapi sekarang sudah bisa dipakai untuk menafsirkan segala hal. Derida dan Paul Recoure adalah pengekit hermenuitik.
C. Teori-teori “Formalis” dalam Linguistik
(6)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Formalisme” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?
Memang sepertiitu kenyataannya
(7)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Formalisme”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Formalis beserta tokoh-tokohnya?
Setahu saya Formalis itu berasal dari Rusia yang terkenal dengan formalis Rusia, tokohnya Alhustser, Levi-Straus, Emile Durkhem, Comte dengan strukturalismenya. Akhirnya Comte di usir. Kemudian aliran Praha Pada tahun 1926 yang dipelopori oleh Vilem Mathesius (1882-1946) lahirlah aliran praha, diiringi oleh Nikolay S. Trubetscoy, Roman Jakobson, dan Morirs Halle. John R. Firth (1890-1960) ialah salah seorang guru besar di Universitas London, dia terkenal dengan fonologi pasodinya dan pandangannya tentang bahasa, katanya telaah bahasa harus memperhatikan komponem sosiografis, yang mana pada intinya bahasa dikaji berdasarkan situasinya. Sedangkan pasodi menurutnya suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Teori ini terdiri dari fonematis yaitu berupa unsur-unsur segmental (konsonan dan vokal) dan satuan pasodi yaitu ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segment tunggal. Aliran ini ditokohi oleh MAH Haliday seorang penerus Firth yang mengembangkan teori mengenai bahasa. Dia juga dikenal dengan Neo-Firthian Lingustics, kemudian bermetamorfosa menjadi Sytemic Linguistics. Leonard Bloomfield dan strukturalis amerika (1877-1949), Aliran ini berkembang di Amerika setalah Blommfield menerbitkan karyanya yang pertama tahun 1933 dengan judul Language, karyanya ini selalu dikaitkan dengan Strukturalis Amerika. Kemudian Sausure sendiri menyatukan strukturalis itu dengan linguitik yang kemudian dikembanghkan oleh Bloomfield. Aliran tagmemik ini dipelopori oleh L. Pike dari Summar Institute of Lingustic pewaris pandangan Bloomfield. Sifatnya strukturalis dan juga antropologis.
(8)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang eksplanatoris yang diharapkan Chomsky (bukan hanya deskriptif) menurut Saudara?
Setuju dengan konsep Chomsky, seharusnya linguistik menjadi penentu dan menjadi raja. Karena kode-kode yang diciptakan oleh media, wacana seharusnya merupakan kajian linguitik, linguistik seharusnya menjadi penentu dalam pembuatan kode sosial dan bukan hanya sibuk di dalam rumah, sementara di luar rumah terjadi peperangan. Coba dibayangan seandainya rumah yang ditempati itu kena bom, maka hancurlah linguitik. Lingusitik tidak harus menjadi rancak di labuah, tetapi linguitik sanggup rancak di dalam maupun di luar. Hanya saja linguistik sibuk mengurus kepentingannya sendiri dan tidak memperhatikan kehidupan masyarakat maka tidak salah juga para linguis sekarang ini menjadi individual.
C. Teori-teori Kritis dalam Linguistik
(9)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep Teori Kritis dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?
Sah-sah saja dan malahan diharuskan untuk kritis, jika tidak mau dibodohi terus.
(10)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Teori Kritis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Kritis dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?
Untuk di Indonesia tokoh yang saya temukan baru Prof. Oktavianus dengan Analisis wacananya, Dr. Sawirman dengan paradikma barunya, sementara para tokoh yang berangkat dari linguistik itu sudah banyak seperti Chomsky, Piliang, Baudrillard, Eco dan lain sebagainya.
(11)
Bagaimanakah Kontribusi teori-teori kritis seperti model Norman Fairclough, van Dick, atau tokoh-tokoh lain di mata Norman Fairclough, van Dick Anda?
saya sendiri belum membaca tulisan Norman Fairclough dan Van Dick, jadi saya belum mengenal pemikiran Norman Fairclough dan van Dick.
D. Teori-teori “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam Linguistik
(12)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?
Sah-sah saja, karena menurut saya cocok dalam realiats sekarang, dengan seperti itu tulisan yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi masyarakat kita.
(13)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori tersebut dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?
Keith Tester (2003) mengatakan bahwa cultural studies adalah disiplin ilmu yang sangat bodoh, karena dia adalah anak haram (bastard child) media yang akan dieksppos oleh cultural stuidies. Sebab kajian budaya bukan hanya pada media, tetapi seyokyanya mempunyai posisi yang sangat terhormat dan mempunyai nilai intelektual yang sangat tinggi, sementara cultural studies baru lahir di Universitas Birmingham pada tahun 1960-1970. Oleh sebab keberhasilan sebuah penelitian Centre for Contemporary Cultural Studies kemudian bisa mengklem bahwa kajian budaya adalah miliknya. Saya rasa pendapat Keith Tester terlalu sepihak, kenyataannya cultural studies mampu mengungkit kebohngan media sekarang. Posrmodernisme adalah sebuah usaha menghancurkan simbol kemapanan seperti Piliang, Baudrillar, Eco. Meruntuhkan narasi besar dalam keinginan untuk mendirikan narasi kecil, tetapi kenyataannya kaum posmo linglung dilapangan, ada yang mentertawakan kekakacuan dan ada juga yang memuji kekacauan, ada pula yang menyindir kemapanan dan ada pula yang pro kemapanan, tanpa batas, terlalu liar, sehingga moral-moral yang sakral mati terbunuh diperjalanannya mencari kebenaran. Dan kemudian Nietzche berani membunuh tuhan. Dekontruksi yang difonis milik Derida sebenarnya berangkat dari Hermeneutik, yang juga membongkar simbol kemapanan.
(14)
Bagaimanakah Kontribusi “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis, seperti Derrida, Foucault, Lyotard, dan lain-lain di mata Anda?
Sangat membantu dalam mencerdaskan oreang-orang yang ingin cerdas. Karena dari merekalah keberanian intelektual sekarang muncul. Permasalahn kuntribusi saya rasa sangat banyak sekali, seperti cultural studies yang memperjuangan yang tertindas, postmodernitas yang mengungkit dan menghancurkan simbol kemapanan, jika tidak dihancurkan para intelektual menjadi malas untuk berpikir, Dekontruksi mampu mengungkap kebohongan ideologi. Foucault mampu membuat penguasa gamang dan tidak mau bermain-main dengan orang kecil dan Lyotar saya belum tahu pasti tentangnya karena saya belum baca bukunya.
E. Tahapan Analisis E-135
Bagaimanakah menurut Saudara tahapan E-135 untuk menganalisis Mata Kuliah Wacana? Silakan komentari kelebihan, kelemahan, dan peluangnya di masa mendatang!
(15)
Tahapan Elaborasi (Tahap Linguistik)
Tahap elaborasi menurut saya dalah tahap struktur bahasa, semantik, sintaksis, morfologi dan lain-lain.
(16)
Tahapan Representasi
(Interteks Vertikal/Horizontal)
Tahap representasi adalah psikonalisis Frued
(17)
Tahapan Signifikasi (Semiotika)
Tahap signifikasi adalah semiologi R. Barthes.
(18)
Tahapan Eksplorasi (Dimensi Ilmu Lain)
Tahap eksplorasi adalah wacana hyperealiatas, postmodernisme.
(19)
Tahapan Transfigurasi
(Pemetaan/Makna Hiperealis)
Tahap transfigurasi adalah pertarungan Hegel dengan kebenaran.
Tahap “Penundaan Makna”
(20)
Kebenaran makna dalam e-135 menganut “Prinsip Penundaan”? Bagaimanakah menurut Anda?
Di sisni saya jadi bingung, fungsi penundaan berguna untuk apa?
(21)
Bisakah Saudara membedakan Prinsip Penundaan Makna Menurut Derrida dan/atau Lyotard dengan e-135?
Belum bisa karena saya belum baca tentang Lyotard
(22)
Bagaimanakah Prinsip Penundaan Makna dengan terma “Rekonstruksi Makna” dalam e-135?
Sesuai dengan pemikiran Derida tentang pencarian ruang dekontruksi, tetapi di dlam e-135 lebih dalam dan lebih multi disiplin. Sehingga bagi pembaca yang belum membaca pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh yang dikemukan di dalam tulisan ini, sulit memahami rekontruksi makna yang digambarkan penulis.
Tahap Pengayangan Makna (Melting Pot)
(23)
Untuk mengungkap interpretasi pemaknaan terdalam dalam e-135 dapat dilakukan dengan pengayangan makna (melting pot) dengan model/diagram tersendiri, bagaimanakah menurut Saudara?
Saya rasa ini masih berangkat dari Dekontruksi Derrida, tetapi lebih dalam kajinnya dari pada Derrida sendiri.
(24)
Bisakah model pengayangan makna yang diagram yang diusulkan mampu mengungkap “makna terdalam” (depth meaning) Baudrillard dalam Analisis Wacana menurut Saudara?
Bisa, hanya saja saya belum kenal dengan Lyotard.
F. Pertanyaan Umum secara Holistik
(25)
Apakah e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan Ejaan yang benar? Silakan kemukakan alasan Anda?
Masalah ejaan tidak terlalu prinsipil, sebab e-135 lebih menarik jika disajkan dengan bahasa populer.
(26)
Apakah e-135 telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis? Silakan kemukakan alasan Anda?
Tidak perlu dan tidak harus mengikuti kaidah akademik, untuk mencari makna terdalam itu kita harus keluar dari sistem, karena jika terkekang dengan sistem makna terdalam tidak akan kita temui.
(27)
Apakah e-135 telah dipikirkan dengan baik dan ditulis dengan baik? Silakan kemukakan alasan Anda?
Saya rasa tulisan ini sudah dipikirkan dengan baik, tetapi menurut saya diperlukan perkenalan dan promosi lebih banyak dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana untuk pemula.
(28)
Apakah kelebihan dari e-135 menurut Anda?
Kelebihannya yaitu mampu melahirkan paradigma baru, mampu membuat linguistik itu lebih dihargai dan berguna bagi masyarakat
(29)
Apakah e-135 tidak terlalu ambisius?
Harus ambisius jika tidak akan terjerumus ke jurang pesismistis, terputus di tengah jalan.
(30)
Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis?
Masuk akal dan realistis.
(31)
Apakah e-135 sesuai dengan tujuan penelitian wacana?
Mampu melebihi analisis wacana.
(32)
Apakah sudah ditunjukkan bahwa e-135 ini tidak merupakan pengulangan dari
yang sudah pernah dilakukan?
Saya rasa tidak, sebab apa yang dijabarkan di dalam e-135 adalah penggabungan, multidispliner, persoalan menggunakan pemikiran sebelumnya itu wajar-wajar saja. Karena tidak mungkin pula kita berangkat tanpa dasar berpijak.
(33)
Apakah e-135 sesuai dengan kepakaran peneliti?
Saya rasa sangat sesuai, sebab setahu saya peneliti mempunyai banyak referensi dan pengalaman di lapangan.
(34)
Apakah sudah ditunjukkan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit/sudah dilakukan?
Sudah
(35)
Apakah e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana? Mengapa?
Saya rasa sangat inovatif, disampi e-135 paradigma baru, langkah-langkah untuk melahirkan teori baru akan diikuti oleh para intelektual lain. Di dalam analisis wacana sendiri sarat dengan berbagai macam pandangan, namun sepengetahuan saya belum ada cara pandang seperti ini, sering saya temui analisis wacara dengan menggunakan satu pendekatan atau dua pendekatan dan hal itu belum menyentuh pada tataran filsafat bahasanya.
(36)
Apakah metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan?
Selama itu bisa mengkaji makna terdalam, saya rasa mampu menjawab tujuan yang diharapkan.
(37)
Apakah e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik? Mengapa
Saya rasa sudah, seperti keterangan yang dibaca, paradigma ini sudah sering diperkenalkan oleh penulis, termasuk di dalam ujian terbuka doktoralnya. Hal itu disaksikan oleh para ahli.
(38)
Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis?
Masuk akal dan saya rasa jika paradigma ini diterima, maka hal ini akan memunculkan sebuah teori baru yang akan dipergunakan oleh banyak orang, dan ini sangat realistis terhadap fenomena lingusitik sekarang ini.
(39)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2?
Saya rasa belum, terutama berkaitan dengan sumber buku, cara berpikir sebagian orang yang picik dan kerdil, berpikiran tertutup sangat susah menerma paradigma ini. Karena mereka sebelumnya tidak pernah tahu dengan konsep-kosep yang ditawarkan penulis, bacaan mereka selalu yang mikro-mikro, hal itu pun tidak selesai atau separoh-separoh saja.
(40)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S1?
Pertanyan ini sama dengan no 39
G. Penutup
(41)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang ideal menurut Saudara?
Analisis linguistik menurut saya seharusnya sudah mulai meruntuhkan tembok pemisah, menghancurkan pengkotakan ilmu, membuka cara berpikir, berpikir agak lebih dewasa melihat fenomena sekarang, jangan hanya memikirkan perut sendiri, berbagilah dengan masyarakat.
(42)
Terkait dengan pertanyaan dimaksud, Bagaimanakah kontribusi E-135 untuk menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etsi/moral?
Kontribusinya sangat membangun jika paradigma ini diterima, sebab selama ini kajian-kajian linguistik selalu pada tataran formalis struktural dan setelah itu mati. Makanya para linguistik sulit untuk berkarya, pikiran tertutup tidak mempunyai ide untuk menulis.Jadi yang pintar itu hanya para linguis sementara masyarakat selalu melarat di dalam kebodohan.
(43)
Item-item/ pertanyaan-pertanyaan nomor berapakah yang sulit Saudara pahami/ambigu? Mengapa?
Tidak ada petanyaan yang sulit saya jawab.
(44)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?
Tetapi ada beberapa pertanyan yang muncul dari kepala saya: Bagimana posisi penulis membaca soal Ardorno, tetapi bagaimana Max Hokaimer dalam sekolah Franskfrut? Pada tahapan 3, kenapa pada tahapan dekontruksi lari ke postmodernitas? Apakah tahapan epistemologis pada penjelasan angka 5 sama dengan apa yang dimaknai dalam angka 3? Dimana posisi tahap aksiologis? Apakah ada kaitan antara panjang satu alif dan panjang setengah alif di dalam pembelajaran tajwid Alquran terhadap analisis simbol Tapioka dengan PKI? Saya piker terdapat satu yang terlupakan, simbol 155 kenapa tidak ikut dianalisis?
(45)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?
Contoh Aplikasi pada Mata Kuliah Wacana sesuai dengan Tugas Kelompok
Padang, Mei 2009
Nama: M. Yunis
Signature
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar