KOMENTAR
I. Pengantar
Responden yang kami hormati. Seminggu yang lalu peneliti sudah meminta bantuan Saudara untuk membaca, memahami, dan mengkritisi tulisan yang diberi judul “E-135: sebagai Draf Model Pengembangan Pembelajaran Linguistik di Universitas Andalas” yang ditulis oleh Sawirman tahun 1999 (32 halaman, ketikan 1 spasi, font geramond 11, ukuran kertas A4). Berkenaan dengan tulisan tersebut, kami berharap bantuan Saudara untuk menjawab sejumlah pertanyaan berikut dengan sekritis-kritisnya. Jawaban Saudara tidak akan berpengaruh sama sekali dengan profesi, pendidikan, dan pekerjaan yang sedang Saudara tekuni saat ini. Terima kasih atas bantuan Saudara.
II. Identitas Diri
Nama : ELDIAPMA SYAHDIZA
Pekerjaan : MAHASISWA
III. Pertanyaan
A. Terma E-135
(1)
Apakah Saudara pernah membaca/ mendengar terma E-135 dalam referensi lain selain rancangan model yang ditulis dan dirancang oleh Sawirman yang ada di tangan Saudara? Bila iya dimana?
Saya belum pernah mendengar terma seperti E-135 ini.
(2)
Terma E-135 adalah singkatan dari E=Eksemplar, 1=Hermeneutika, 3=formalis, kritis, dan cultural studies/ posmodernis, serta 5= tahapan analisis (elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi), bagaimanakah menurut Saudara dengan nama itu?
Saya rasa nama itu telah sesuai untuk teori atau pendekatan ini karena secara tidak langsung nama ini telah merefleksikan konsep penganalisisan yang dimaksud oleh pembuatnya. Selain itu nama ini juga ‘berbau’ serius dan khas untuk nama teori hingga mudah diingat walaupun agak terasa seperti hal-hal yang ‘berbau’ matematika
(3)
Apakah Saudara memiliki usulan nama lain untuk “pengganti” terma E-135?
Saya punya usulan bagaimana kalau sebelum e-135 ditambah kata-kata seperti yang kita lihat dalam istilah “The ESQ Way 165”; mungkin saja ‘The Deep Defining Approach e-135’
B. Hermeneutika dalam Linguistik
(4)
Apakah Saudara setuju dengan Hermeneutika dijadikan sebagai basis ontologis pengembangan linguistik khususnya mata-mata kuliah “makro” seperti wacana, semiotika, bahasa media, serta bahasa dan ideologi, dan lain-lain?
Setuju karena hermeneutika merupakan pendekatan yang cocok untuk studi bahasa apalagi bidang makro yang membutuhkan interpretasi atau penafsiran yang lebih mendalam dan menyeluruh.
(5)
Sejauh manakah Saudara mengenal aliran filsafat Hermeneutika beserta tokoh-tokohnya?
Sebenarnya belum terlalu jauh karena saya baru mendalami tentang hermeneutika ketika mengambil mata kuliah filsafat ilmu dan analisis wacana. Saya mengetahui tentang Paul Ricouer yang menggunakan pendekatan hermeneutik untuk menganalisis bahasa sebagai simbol makna dalam wacana.
C. Teori-teori “Formalis” dalam Linguistik
(6)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Formalisme” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?
Kurang setuju karena konsep formalisme yang digambarkan dalam tulisan tersebut hanya fokus pada bentuk-bentuk yang tampak atau kasat mata padahal tidak selalu yang tampak merupakan hal yang sebenarnya dimaksudkan atau menjadi tujuan. Namun saya juga tidak menafikan fungsi dari konsep formalisme karena konsep ini bisa dijadikan ‘tangga awal atau dasar berpijak bagi telaah lebih lanjut.
(7)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Formalisme”, sejauh manakah Saudara mengenal teori-teori Formalis beserta tokoh-tokohnya?
Dari pemahaman saya, tokoh-tokoh yang bisa menjadi penganut teori formalis adalah Saussure dengan strukturalismenya (beserta murid dan pengikutnya), Halliday dengan fungsionalismenya, Chomsky dengan TGG-nya walaupun Chomsky juga telah mengeluarkan teori tentang explanatory adequacy.
(8)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang eksplanatoris yang diharapkan Chomsky (bukan hanya deskriptif) menurut Saudara?
Analisis linguistik eksplanatoris yang diharapkan Chomsky harus bisa menjelaskan hasil dari analisis linguistik secara deskriptif apa yang menyebabkan hasil itu (analisis deskriptif), apakah ada keteraturan jika dicobakan dalam bentuk lain dan jika ada apa yang bisa disimpulkan dan apa yang menjadi penyebabnya.
C. Teori-teori Kritis dalam Linguistik
(9)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep Teori Kritis dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?
Kurang setuju karena konsep teori kritis cenderung tidak punya dasar bentuk-bentuk lingual (hasil analisis linguistik mikro). Teori ini seakan-akan mengizinkan bentuk-bentuk analisis bebas dari bentuk lingual(nya) tanpa adanya bukti yang mendasarinya (ibaratnya jika kita naik tangga, pengikut teori ini merupakan orang-orang yang melompati jenjang pertama, kedua, dan ketiga)
(10)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Teori Kritis”, sejauhmanakah Saudara mengenal teori-teori Kritis dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?
Say belum terlalu mendalami teori ini; namun dari bacaan ini saya bisa menarik kesimpulan bahwa teori kritis adalah teori yang berfokus pada bentuk atau makna tak tampak dengan memberi porsi besar bagi subjek (pengonsumsi teks) atau pelaku bahasa sehingga dalam teori ini aliran psikologisme sangat kental terasa. Tokoh-tokoh teori ini yang saya kenal adalah Fairclough dan van Dijk dengan CDA-nya, Ricouer dengan pendekatan hermeneutik terhadap bahasa,
(11)
Bagaimanakah Kontribusi teori-teori kritis seperti model Norman Fairclough, van Dick, atau tokoh-tokoh lain di mata Anda?
Teori-teori ini membuat kita bisa memahami bahasa secara lebih mendalam karena melalui teori ini kita bisa menganalisis makna secara mendalam lebih daripada analisis makna berdasarkan teori formalis. Hal ini bisa membuat hidup kita lebih baik karena pemahaman yang mendalam terhadap sesuatu (bukan hal yang tampak saja) dapat membuat hidup kita lebih tenang, damai dan tentram (karena kita bisa memahami maksud ‘sebenarnya’ dari tindakan verbal seseorang dan tidak menyinggung perasaannya).
D. Teori-teori “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam Linguistik
(12)
Apakah Saudara setuju dengan batasan konsep “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis” dalam tulisan tersebut? Alasan Saudara?
Jawaban saya untuk pertanyaan ini sama dengan jawaban saya untuk pertanyaan nomor 9 (kurang setuju) karena menurut saya ‘ketika kita ingin (memutuskan) untuk membangun kembali (yang merupakan pengibaratan untuk kaum posmodernis) hal ini berarti kita memperbaiki apa yang sudah ada sebelumnya. Walaupun pembangunan kembali bisa saja menghilangkan bentuk bangunan sebelumnya, kita tidak bisa menafikan keberadaan bangunan sebelumnya itu. Karena suatu pembangunan kembali bisa terealisasi karena pembangunnya telah melihat kekurangan-kekurangan dari bangunan awal yang bisa menjadi alasan terjadinya pembangunan kembali. Jika dibawakan pada konsep linguistik, (menurut saya) seharusnya para pencetus konsep Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis tidak melupakan peranan bentuk-bentuk lingual (teori-teori formalis)
(13)
Terkait dengan batasan tulisan tersebut tentang “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis”, sejauh manakah Saudara mengenal teori-teori tersebut dalam Linguistik beserta tokoh-tokohnya?
Tokoh yang saya kenal adalah Derrida dengan dekonstruksi dan konsep differancenya. Lyotard dengan konsep penundaan makna-nya. Baudrillard dengan konsep hipersemiotika. Teori-teori ini cukup berpengaruh terutama pada saat-saat sekarang ini dimana orang-orang telah jenuh dengan kehidupan yang sepertinya monoton dan cenderung hanya berpikir tentang hal-hal yang berbau materi, uang, kekuasaan, dll.
(14)
Bagaimanakah Kontribusi “Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis, seperti Derrida, Foucault, Lyotard, dan lain-lain di mata Anda?
Teori ini telah membawa hal baru bagi pemahaman kita tentang bahasa. Teori ini membuka wawasan dan pikiran kita akan adanya hal-hal tersembunyi dari penggunaan bahasa. Kita bisa melihat konflik kepentingan ‘bermain’ dalam penggunaan bahasa, pembodohan dan pemanfaatan orang-orang lain (ataupun masyarakat banyak) terjadi melalui bahasa.
E. Tahapan Analisis E-135
Bagaimanakah menurut Saudara tahapan E-135 untuk menganalisis Mata Kuliah Wacana? Silakan komentari kelebihan, kelemahan, dan peluangnya di masa mendatang!
(15)
Tahapan Elaborasi (Tahap Linguistik)
Tahapan ini menurut saya menjadi kelebihan bagi teori ini (jika dibandingkan dengan teori kritis, Cultural Studies/ Posmodernis/ Dekonstruksionis). Namun yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah kita harus mengaplikasikan semua teori formalis dan linguistik mikro yang ada atau hanya yang kita perlukan saja? Walaupun dalam tulisan ini telah dijelaskan bahwa semua teori formalis dan linguistik mikro bisa dipakai, pada model analisis yang diberikan hanya berfokus pada teori fonologi saja. Hal ini agak meragukan.
(16)
Tahapan Representasi
(Interteks Vertikal/Horizontal)
Kelebihan tahapan ini adalah pengakuannya terhadap pengarang atau pembuat teks (tidak menafikan keberadaan orang-orang ini). Adanya tahapan ini bisa memberi nilai plus dalam suatu analisis karena ada informasi tentang si pembuat teks dan alasan-alasanya membuat teks.
(17)
Tahapan Signifikasi (Semiotika)
Tahapan ini menjadikan pembaca sebagai pemegang otoritas dalam pemaknaan teks. Ini juga menjadi kelebihan bagi teori ini karena selain menghargai penulis teks teori ini juga tidak menafikan posisi pembaca teks sehingga setelah melakukan analisis dengan teori ini kita bisa melihat teks dari sudut pandang penulis dan pembaca.
(18)
Tahapan Eksplorasi (Dimensi Ilmu Lain)
Saya menilai tahapan ini juga menjadi kelebihan dalam teori ini karena dengan mengaitkan analisis linguistik dengan ilmu lain saya rasa analisis linguistik akan lebih kaya dan bermanfaat (lebih tampak manfaatnya) contohnya saja kerjasama bidang linguistik dan forensik bisa melahirkan suatu ‘criminal profile’ (profil kriminal) berdasarkan tulisan dan kata-kata yang digunakan ketika berkomunikasi.
(19)
Tahapan Transfigurasi
(Pemetaan/Makna Hiperealis)
Tahapan ini menurut pemahaman saya (dari tulisan ini), saya menyimpulkan bahwa pada tahapan ini yang berperan adalah penganalisis teks. Yang menjadi pertanyaan saya adalah bedanya dengan ‘otoritas pembaca’ apa? Karena penganalisis teks kan juga pembaca teks? Apakah analisis-analisis pada kedua tahapan ini bisa sama atau bagaimana?
Tahap “Penundaan Makna”
(20)
Kebenaran makna dalam e-135 menganut “Prinsip Penundaan”? Bagaimanakah menurut Anda?
Saya tidak keberatan dengan hal ini karena ketika makna yang sebenarnya tidak dapat kita simpulkan secara literal ataupun langsung, kita bisa menunggu atau menunda pemahaman (pemaknaan) kita sampai kita memiliki bukti-bukti atau hal yang membantu merumuskan makna sebenarnya. Hal ini mirip dengan konsep seseorang tidak bisa langsung dinyatakan sebagai tersangka atau pelaku kejahatan kecuali sudah ada bukti-bukti konkrit dan logis yang memberatkan dan membuktikan tindakn melanggar hukum ini; walaupun sebelumnya telah ada hal-hal abstrak yang bisa menjadi alasan dicurigainya orang ini.
(21)
Bisakah Saudara membedakan Prinsip Penundaan Makna Menurut Derrida dan/atau Lyotard dengan e-135?
Bisa, prinsip penundaan makna Derrida dan Lyotard tidak dimulai dari tahapan dasar atau analisis terhadap bentuk lingual sedangkan prinsip penundaan makna menurut e-135 merupakan akumulasi dari lima tahapan yang ada dengan kata lain pada tiap tahapan pemaknaan itu ditunda lalu kemudian baru diolah di proses pengganyangan makna (melting pot).
(22)
Bagaimanakah Prinsip Penundaan Makna dengan terma “Rekonstruksi Makna” dalam e-135?
Cukup bagus dan mewakili konsep yang diinginkan penulis dimana penulis ingin membuat atau menyimpulkan suatu makna yang tertunda dari tiap-tiap tahapan dalam suatu proses pengganyangan makna. Hal ini bisa disepadankan dengan proses rekonstruksi suatu hal misalnya; bangunan.
Tahap Pengayangan Makna (Melting Pot)
(23)
Untuk mengungkap interpretasi pemaknaan terdalam dalam e-135 dapat dilakukan dengan pengayangan makna (melting pot) dengan model/diagram tersendiri, bagaimanakah menurut Saudara?
Konsep pengganyangan makna sangat bagus menurut saya karena dengan adanya konsep ini maka makna terdalam bisa dicapai yang dalam model atau diagramnya bisa diasumsikan berada pada irisan 1/2/3/4/5.
(24)
Bisakah model pengayangan makna yang diagram yang diusulkan mampu mengungkap “makna terdalam” (depth meaning) Baudrillard dalam Analisis Wacana menurut Saudara?
Bisa karena model penggayangan makna yang digambarkan dalam diagram merupakan persinggungan atau gabungan dari lima tahapan yang diajukan (elaborasi [1], representasi [2], signifikasi [3], eksplorasi [4], dan transfigurasi [5]) dan makna terdalam dapat dicapai melalui sintesis 1/2/3/4/5.
F. Pertanyaan Umum secara Holistik
(25)
Apakah e-135 telah ditulis dengan baik sesuai dengan Ejaan yang benar? Silakan kemukakan alasan Anda?
Saya bukanlah pakar dari ejaan yang benar namun saya lihat ada ketidak-konsistenan penulis dalam menulis e dalam e-135: apakah huruf kecil atau kapital? Saya juga mempertanyakan penggunaan huruf yang dimiringkan apakah hanya untuk kata berbahasa Inggris saja atau bisa untuk kata bahasa Indonesia juga? Selanjutnya perihal pemakaian bahasa asing; apakah karena tidak ada padanan dalam bahasa Indonesia atau memang harus ditulis dalam bahasa asing atau ada alasan lain?
(26)
Apakah e-135 telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis? Silakan kemukakan alasan Anda?
Menurut saya tulisan ini telah ditulis sesuai dengan kaidah dan etika akademis karena penulis menyebutkan dengan jelas darimana suatu pernyataan atau ide yang dikutipnya berasal.
(27)
Apakah e-135 telah dipikirkan dengan baik dan ditulis dengan baik? Silakan kemukakan alasan Anda?
Menurut saya, e-135 telah dipikirkan dengan baik namun belum ditulis dengan baik karena saya masih sulit memahaminya (mungkin ini juga berlaku bagi orang lain); entah karena format penulisan, pengorganisasian ide atau kata-kata yang digunakan terlalu sulit dipahami.
(28)
Apakah kelebihan dari e-135 menurut Anda?
Kelebihannya tentu saja memasukkan hal-hal yang tidak ada pada teori-teori sebelumnya (Formalis, Kritis, Posmodernis, Dekonstruksionis, dan Cultural Studies) dan juga memasukkan peran pengarang, pembaca, dan penganalisis untuk melakukan analisis terhadap teks
(29)
Apakah e-135 tidak terlalu ambisius?
Menurut saya tidak.
(30)
Apakah target yang diharapkan dari e-135 masuk akal dan realistis?
Target yang diharapkan cukup masuk akal dan realistis karena segala sesuatu yang punya dasar atau pijakan yang kuat maka akan mencapai hal yang baik (bisa tercapai dengan baik)
(31)
Apakah e-135 sesuai dengan tujuan penelitian wacana?
Menurut saya sudah karena tujuan penelitian wacana berdasarkan apa yang saya pelajari dari kuliah analisis wacana adalah menelaah suatu wacana secara mendalam dan dari banyak aspek sehingga sampai pada kesimpulan yang mendalam, menyeluruh dan dapat dipertanggung-jawabkan (baik itu secara linguistik maupun non-linguistik).
(32)
Apakah sudah ditunjukkan bahwa e-135 ini tidak merupakan pengulangan dari
yang sudah pernah dilakukan?
Sudah karena menurut saya e-135 ini merupakan penyempurnaan dari teori-teori yang telah ada dengan mengisi kekosongan-kekosongan dari teori-teori ini. Suatu penyempurnaan tidak bisa disebut pengulangan karena dalam penyempurnaan terdapat hal-hal baru yang ditambahkan di dalamnya.
(33)
Apakah e-135 sesuai dengan kepakaran peneliti?
Sesuai karena penulis e-135 merupakan pengajar mata kuliah analisis wacana, semiotika, bahasa dan media, bahasa dan ideologi, morfologi, fonologi, dll. Saya rasa hal ini bisa menjadi bukti ataupun alasan bahwa penulis menulis atau menciptakan e-135 sesuai dengan kepakarannya.
(34)
Apakah sudah ditunjukkan keterkaitan dengan pustaka-pustaka/hasil penelitian yang sudah terbit/sudah dilakukan?
Sudah
(35)
Apakah e-135 yang diajukan dapat dianggap inovatif dalam analisis wacana? Mengapa?
Bisa karena e-135 memformat analisis wacana menjadi lebih terstruktur mulai dari hal-hal dasar sampai hal-hal yang kelihatannya masih ‘mengawang-awang’ (adanya tahapan elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi = inovatif).
(36)
Apakah metode yang diajukan dapat menjawab tujuan yang diharapkan?
Dapat
(37)
Apakah e-135 sudah dipertimbangkan dengan baik? Mengapa
Menurut saya, e-135 telah dipertimbangkan dengan baik karena penulis telah berusaha untuk menyempurnakan teori-teori sebelumnya yang mempunyai kekurangan satu sama lainnya dan juga karena penulis telah membaca banyak buku hingga punya banyak masukan ataupun infirmasi baru.
(38)
Apakah e-135 yang diajukan masuk akal dan realistis?
Masuk akal malahan sangat realistis karena teori-teori yang ada sebelumnya masih ada kekurangan dalam beberapa hal.
(39)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S2?
Bisa asalkan e-135 mempunyai jam yang cukup panjang (dalam bebrapa kali pertemuan; minimal 4 kali) hingga para mahasiswa S2 bisa memahaminya dengan baiktelah dibukukan .
(40)
Apakah dengan sumberdaya, buku, dan peralatan yang ada e-135 dapat dilaksanakan dalam mata kuliah wacana di S1?
Bisa asalkan e-135 disosialisasikan dengan lebih sederhana dan fleksibel hingga lebih mudah dipahami.
G. Penutup
(41)
Bagaimanakah harusnya analisis linguistik yang ideal menurut Saudara?
Analisis linguistik yang ideal menurut saya seperti yang diharapkan oleh e-135 dimana ada unsur bentuk lingual baik itu analisis linguistik mikro maupun makro, memperhitungkan peran pengarang dan pembaca, mencoba mengatikan dengan ilmu lain, dan mencari makna dibalik makna.
(42)
Terkait dengan pertanyaan dimaksud, Bagaimanakah kontribusi E-135 untuk menjadikan ilmu linguistik menjadi semakin humanis serta semakin berguna bagi kemanusiaan, kemasyarakatan, dan perjuangan etsi/moral?
Jika e-135 bisa diaplikasikan secara baik dan benar serta sesuai harapan penulis maka ilmu linguistik mungkin dapat berperan banyak bagi kehidupan manusia karena ketika melakukan analisis wacana dengan menggunakan teori ini kita bisa menjadi lebih peka akan hal-hal kecil namun sensitif hingga kita bisa lebih menghargai orang lain. Hal ini akan berujung pada kondisi yang kondusif, damai, dan tenang (ketika semua orang saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya). Adanya tahapan analisis yang memungkinkan terjadinya kerjasama antara ilmu lingustik dengan ilmu-ilmu lainnya akan menambah atau meningkatkan fungsi linguistik dalam kehidupan kita karena ilmu lingustik akan lebih bermanfaat ketika ia bekerja-sama dengan ilmu lain contohnya ilmu neurolinguistik bisa merumuskan sebab gangguan bicara dan terapi untuk meminimalisir gangguan ini.
(43)
Item-item/ pertanyaan-pertanyaan nomor berapakah yang sulit Saudara pahami/ambigu? Mengapa?
Item nomor 34 saya ragu apakah yang dimaksud adalah keterkaitannya dengan teori yang sudah ada sebelumnya atau keterkaitannya dengan pemunculan e-135 dalam bentuk yang formal atau resmi.
(44)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?
Saran saya adalah agar e-135 ditulis dengan lebih sederhana dan langsung pada intinya (to the point). Misalnya saja dengan mengatakan bahwa e-135 merupakan teori analisis wacana yang merupakan gabungan dari pendekatan formalis kritis, posmodernis dan cultural studies dengan lima tahapan analisis: tahapan elaborasi (tahapan analisis bentuk lingual), tahapan representasi (tahapan penganalisisan teks berdasarkan sudut pandang atau otoritas penulis), tahapan signifikasi (tahapan analisis yang mempertimbangkan peran pembaca), tahapan eksplorasi (tahapan analisis yang memberdayakan konsep hipersemiotika dan kaitan linguistik dengan bidang ilmu lain), tahapan transfigurasi (tahapan analisi yang menjadi otoritas penganalisis teks atau wacana).
(45)
Mohon diberikan saran-saran lain terkait dengan e-135 di luar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan?
Contoh Aplikasi pada Mata Kuliah Wacana sesuai dengan Tugas Kelompok
1. Analisis simbol Anum sebagai tinanda caleg pilihan pada tahapan elaborasi
Anum dan caleg pilihan sebagai kata, terlebih dahulu dibedah dengan pendekatan formalis atau teori linguistik mikro. Anum adalah seorang perempuan berjilbab bernama lengkap Numlil Khaira Rusdi, M.Si, Apt yang juga seorang caleg DPR RI no urut 2 Dapil Sumbar 2 dari PBR (Partai Bintang Reformasi). Caleg pilihan adalah suatu kondisi, keadaan, ataupun pernyataan bahwa caleg yang dibicarakan merupakan orang yang terpilih (baik, jujur, berpendidikan, relijius, dll.). Tahapan ini memaknai kedua simbol lingual ini secara linguistis dalam kaitannya dengan hubungan, keterkaitan, keterikatan, gradasi dan perlawanan makna. Pada tahapan elaborasi ini, penanda Anum sebagai simbol caleg pilihan dapat diungkap secara morfologis, yakni; kata Anum dan caleg pilihan mengalami proses morfologis yang sama yakni; afiksasi dan pemendekan kata. Kata Anum berasal dari nama panjang Numlil Khaira Rusdi yang dipendekkan menjadi Num kemudian diberi awalan a- (walaupun di bahasa Indonesia tidak ada awalan a- tapi kita bisa menemukannya dalam bahasa lain misalnya bahasa Inggris). Hal ini juga terlihat muncul pada kata-kata caleg pilihan dimana kata caleg merupakan pemendekan dari kata-kata calon legislatif dan kata pilihan mengalami proses afiksasi dari akar kata pilih digabung dengan akhiran –an (pilih + -an).
2. Analisis simbol sebagai tinanda pada tahapan representasi
3. Analisis simbol sebagai tinanda pada tahapan signifikasi
4. Analisis simbol sebagai tinanda pada tahapan eksplorasi
5. Analisis simbol sebagai tinanda pada tahapan transfigurasi
Padang, Juni 2009
Nama: ELDIAPMA SYAHDIZA
Signature
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar