E-135 Sawirman Mengungkap Makna-makna di Balik Nama-nama Sepeda Motor Yamaha
Oleh
Eldiapma Syahdiza
(Alumni Jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas Padang)
1. Pendahuluan
Media merupakan sarana penyampaian ide, gagasan, pendapat, dan pikiran seeorang, sekelompok atau sekumpulan orang. Melalui media, mereka memakai kata-kata dan kalimat sebagai alat untuk menyampaikan (entah itu) fakta ataupun kebohongan, mempengaruhi orang lain agar mengikuti keinginan mereka, menaikkan popularitas mereka, dan lain sebagainya (tergantung dari maksud dan tujuan mereka memanfaatkan atau mendayagunakan media). Jika para pembaca, pendengar atau penikmat kata-kata dan kalimat ini tidak cermat dan hati-hati dalam memaknai kata-kata atau kalimat ini (yang dibuat oleh orang yang berkepentingan) maka mereka akan terjebak dalam pusaran pemaknaan yang salah. Dengan kata lain, mereka akan mudah dibodohi hingga tidak tau lagi mana yang benar di antara ketidak-benaran dan mereka juga akan mudah terprovokasi; misalnya saja ketika saya membaca atau mendengar berita tentang Manohara yang disiksa suami Malaysianya dan penderitaan para TKI yang bekerja di Malaysia maka secara otomatis saya akan geram dan marah dengan hal-hal yang menimpa mereka dan menilai orang Malaysia tidak berperasaan. Penilaian seperti ini merupakan hal yang lumrah terjadi sebagai reaksi spontan saya atas sesuatu yang cukup mengejutkan bagi saya, namun jika saya tidak membarengi reaksi spontan saya ini dengan analisis yang kritis dan mendalam atas apa yang terjadi maka kemungkinan besarnya, saya akan membuat kesimpulan yang salah yang bisa saja membahayakan diri saya dan orang sekitar saya (saya bisa saja menulis sesuatu di internet yang menghina-dina orang Malaysia dan nantinya bisa mengakibatkan perang ’hinaan’ lebih buruknya perang militer antar dua negara bertetangga). Begitu besar dampak yang dapat muncul jika para pembaca tidak bisa memahami suatu teks atau wacana dalam media, mendorong atau lebih tepatnya memaksa mereka agar dapat menelaah kata-kata atau kalimat dalam media dengan lebih kritis.
Hal seperti ini tidak hanya berlaku untuk teks-teks berita yang ada di media namun juga untuk teks-teks atau wacana iklan yang ada di media. Malahan teks-atau wacana iklan sebaiknya mendapatkan porsi atau perhatian kritis yang sama atau lebih besar karena teks atau wacana iklan biasanya penuh dengan hal-hal yang terlalu berlebihan dan agak jauh dari fakta sebenarnya dengan kata lain konsep ’hiperealitas-nya’ sangat tinggi. Agar pembaca tidak terbuai hal yang sifatnya ’fatamorgana’ iklan, pembaca harus lebih kritis dalam memahami atau melihat iklan-iklan yang ada.
Konsep kekritisan seharusnya diterapkan dalam tiap lini kehidupan manusia karena dengan memahami sesuatu secara kritis, manusia akan menemukan hal-hal baru yang lebih menarik dan berarti (misalnya saja para penemu yang menemukan hal-hal atau barang-barang yang menakjubkan: mereka merupakan orang-orang yang berpikir kritis dan tidak mau hanya berpuas diri pada level ’aman’ saja). Konsep tentang penerapan kekritisan pada tiap lini kehidupan memang merupakan hal yang agak ’euforia’ (seperti yang dikatakan sebagian besar orang: ’teori mudah namun prakteknya belum tentu’). Kesulitan untuk menerapkan konsep ini pada tiap lini kehidupan memang cukup berat dan belum tentu semua orang sanggup melewatinya, namun setidak-tidaknya ada hal yang bisa mulai dilakukan semua orang (seperti yang telah dikemukakan sebelumnya) yaitu mulai berpikir kritis ketika membaca, mendengar ataupun menyaksikan teks-teks yang tersebar di berbagai media baik itu cetak ataupun elektronik. Kritis dalam membaca berbagai hal yang disajikan media bisa dengan mengacu atau tidak pada teori-teori terkait. Kritis namun tidak punya acuan teori terkait bisa saja dengan; meminta atau mendengar pendapat orang lain tentang hal-hal yang ada di media atau mencari sumber-sumber dengan cara dan sudut pandang lain. Hal ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak berkecimpung dalam bidang penelaahan wacana ataupun ilmu bahasa. Jika mereka berasal dari kelompok penelaah wacana atau orang yang menggeluti bahasa, maka ada beberapa teori yang bisa mereka jadikan acuan untuk telaah kritis seperti; teori CDA (critical discourse analysis = analisis wacana kritis), hipersemiotika, dekonstruksi, E-135 dan lain-lain.
E-135 merupakan salah satu teori menarik yang bisa dijadikan acuan dalam menelaah teks di media secara kritis karena teori ini merupakan gabungan dari beberapa pandangan yang saling mengisi atau melengkapi satu sama lainnya. Angka 1 dalam E-135 mengacu pada prinsip atau pandangan hermeneutik yag menjadi landasan ontologis atau landasan berpikir dasar teori ini. Angka 3 mengacu pada tiga pandangan atau pendekatan telaah wacana yaitu: formalis kritis, posmodernis, dan cultural studies (pendekatan budaya) yang dalam teori ini dikombinasikan agar saling melengkapi. Angka 5 mengacu pada lima tahapan analisis yaitu; elaborasi, representasi, signifikasi, eksplorasi, dan transfigurasi. Tahapan elaborasi adalah tahapan analisis dimana si penganalisis bisa menerapkan semua teori formalis atau linguistik mikro yang ada (dan pastinya sesuai dengan data) untuk langkah awal pemaknaan kritis. Tahapan representasi merupakan tahapan analisis yang menjadikan pembuat teks sebagai titik acuan dimana penganalisis mencoba mengurai apa yang dimaksud atau dituju oleh si pembuat teks. Tahapan signifikasi merupakan tahapan analisis yang menjadikan pembaca teks sebagai titik acuan dengan kata lain bagaimana si pembaca memaknai teks. Dalam tahapan ini, dapat dipakai teori semiotika, hipersemiotika, posmodernis dan analisis wacana kirits. Tahapan eksplorasi adalah tahapan analisis yang mempertimbangkan hypertext dan adanya kolaborasi atau kerja-sama dengan bidang ilmu lainnya seperti sejarah, ekonomi, politik, dan lain sebagainya agar penganalisisan lebih mendalam. Tahapan transfigurasi merupakan tahapan analisis terakhir yang mengalokasikan dua strategi untuk “melepaskan” makna-makna yang selama ini tertunda, yakni (1) melalui strategi “rekonstruksi makna”; kotak rekonstruksi makna adalah tempat penggodokkan makna pada tahapan transfigurasi. Tahapan tersebut tidak lagi menunda makna, tetapi saatnya melepaskan pemaknaan secara kritis, dan (2) melalui strategi “dekonstruksi makna” bisa dilakukan proses pemaknaan yang dilakukan dengan melakukan “penganyangan makna” pada kotak yang disebut Derrida dengan melting pot (“kotak penganyangan makna”). Tanda/simbol/kata yang dianalisis dengan objek formal linguistik (bentuk), fungsi, semiotik (makna), dan hipersemiotik melahirkan makna-makna (tesis-tesis) berbeda. Tesis-tesis tersebut “dianyang” pada “kotak pengayangan makna’ sehingga melahirkan proses dialektika kompleks.
E-135 merupakan teori yang cocok untuk menganalisis suatu teks dengan lebih kritis dan mendalam khususnya teks iklan yang banyak mempermainkan tanda-tanda linguistik dan non-linguistik serta memiliki beberapa tanda hiperrealitas yang apabila tidak dipahami dan diamati dengan kritis maka akan merugikan pihak pembaca ataupun konsumen iklan.
2. Pembahasan
Hal yang akan saya bahas pada tulisan ini adalah dua iklan sepeda motor keluaran Yamaha namun berbeda merk-(nya) yang terdapat pada koran Media Indonesia terbitan 2 April (iklan sepeda motor Scorpio Z) dan 16 April (iklan sepeda motor Jupiter MX) 2009. Saya tertarik membahas tentang iklan ini karena Yamaha merupakan produsen sepeda motor yang sangat laris di Indonesia dan Yamaha juga merupakan sponsor tim balap motor yang paling sering menang dalam pertandingan motor GP. Saya ingin membahas nama-nama yang dipilih Yamaha untuk menamai tipe-tipe motor yang dikeluarkannya dan kaitan atau alasannya memakai slogan ’semakin di depan’. Apakah slogan ini hanya bualan belaka atau bisa dipertanggung-jawabkan?
Data 1: lihat lampiran halaman i
a. Analisis simbol Jupiter MX sebagai tinanda Yamaha pada tahapan elaborasi
Pertama-tama kata-kata Jupiter MX dan Yamaha ditelaah berdasarkan teori-teori linguistik mikro yang sesuai. Jupiter adalah nama planet di tata surya kita dan juga nama dewa Romawi yang terdiri atas tujuh fonem, vokal dasar /u,i,e/, kontur naik (rising contour), dan sebuah kata dasar. Yamaha adalah sejenis nama keluarga Jepang, perusahaan, dan terdiri atas enam fonem dengan vokal dasar /a/. Tahapan ini memaknai kedua simbol lingual itu dalam kaitannya dengan hubungan, keterkaitan, keterikatan, gradasi, dan perlawanan makna secara linguistis. Penanda Jupiter sebagai simbol Yamaha, pada tahapan elaborasi dapat diungkap secara morfologis, yakni: (1) adanya keterkaitan proses pembentukan kata (sama-sama berasal dari nama sesuatu); Jupiter merupakan nama dewa Romawi sedangkan Yamaha merupakan nama keluarga yang merintis dan memiliki perusahaan sepeda motor yang diberi nama yang sama; (2) adanya kesamaan jumlah suku kata (sama-sama tiga suku kata); (3) di dalam bahasa Indonesia, kedua kata ini sama-sama dikategorikan sebagai kata dasar yang tidak ditambah oleh imbuhan apapun.
b. Analisis simbol Jupiter MX sebagai tinanda Yamaha pada tahapan representasi
Secara intrateks (teks iklan lain yang masih dibuat oleh si pembuat iklan atau produsen sepeda motor yang sama), kode Yamaha tidak hanya Jupiter MX tetapi juga Scorpio Z; seperti pada data berikut:
Data 2: lihat lampiran halaman ii
Kata-kata Jupiter MX dan Yamaha (dengan mengabaikan adanya MX) memiliki kesamaan yaitu sama-sama terdiri dari tiga suku kata namun ketika diperbandingkan dengan kata Scorpio Z (tanpa mempedulikan Z) terjadi ketidak-cocokan dimana kata Scorpio hanya terdiri atas dua suku kata. Dari perbandingan ini dapat disimpulkan bahwa pihak produsen kedua sepeda motor ini (Yamaha) tidak melandasi pemberian nama untuk tipe-tipe sepeda motornya hanya pada suku kata yang sama dengan namanya (Yamaha). Karena pada faktanya beberapa nama tipe motor lainnya hanya terdiri atas dua suku kata seperti: Vega R, Mio, atau Vixion. Hal yang mirip dari nama-nama ini adalah kecendrungan bahwa nama-nama ini ’berbau’ asing khususnya bahasa Latin (Romawi). Kata Jupiter dapat disimpulkan berasal dari nama Dewa Romawi yang merupakan pemimpin para dewa Romawi lainnya. Ini berarti pihak produsen (si pemberi nama) ingin produknya menjadi pemimpin diantara tipe-tipe sejenis lainnya (dari produsen yang berbeda). Kata Scorpio bisa juga disimpulkan berasal dari nama rasi bintang di langit yaitu rasi Scorpio dan juga dari legenda seorang pemimpin di Mesir yang bernama Scorpion King. Jika dilihat dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa si pihak produsen juga menginginkan sepeda motor tipe ini lebih maju dari tipe lainnya hal ini dapat disimpulkan dari keadaan bahwa rasi bintang termasuk scorpio berada di langit dan langit tentu saja selalu diidentikkan dengan tempat yang tinggi dan seorang raja juga mrupakan orang yang paling berkuasa di daerahnya. Satu-satunya hal yang menjadi kontradiksi adalah nama Yamaha (yang menjadi tinanda dari simbol Jupiter MX dan Scorpio Z), jelas sekali kata Yamaha berasal dari bahasa yang berbeda: bahasa Jepang walaupun sama-sama bahasa asing. Kenapa pihak produsen (Yamaha) tidak memakai nama Jepang untuk produknya? Mungkin penjelasan yang cukup logis untuk hal ini adalah fakta bahwa istilah Jupiter dan Scorpio telah mendunia dan pihak produsen ini punya ambisi untuk melebarkan sayapnya atau produksinya ke seluruh dunia sehingga jika mereka memakai nama atau istilah Jepang yang tidak terlalu populer takutnya akan mempengaruhi pangsa pasar produk mereka.
c. Analisis simbol Jupiter MX sebagai tinanda Yamaha pada tahapan signifikasi
Iklan ini (Jupiter MX dan Scorpio Z), ditujukan untuk konsumen atau masyarakat Indonesia karena ditampilkan pada koran Indonesia skala nasional. Pemilihan nama Jupiter telah membuat orang-orang semakin ingat juga akan kata Yamaha karena setiap iklan sepeda motor Jupiter MX yang namanya telah dikenal sebagian besar orang sebelumnya sebagai nama planet terbesar di tata surya kita; selalui disertai dengan nama, logo dan slogan Yamaha dan juga motto mereka ’semakin di depan’. Menurut saya, nama yang dipilih seperti; Jupiter ataupun Scorpio merupakan representasi dari motto mereka (pihak produsen) agar selalu ”semakin di depan’. Seakan-akan dengan pemakaian nama Jupiter pihak produsen ingin membuat konsumen atau pembaca iklan merasakan ’aura’ kepemimpinan atau kelebihan sepeda motor ini dari sepeda motor lain yang sejenis. Adanya slogan tambahan ’yang lain makin jauh ketinggalan’ dalam tiap iklan Jupiter MX semakin mempertegas kesan bahwa produsen ingin produknya dianggap sebagai produk yang lajunya lebih cepat dari motor lain. Dengan kata lain, pihak produsen tidak menekankan kelebihan pada irit bahan bakar melainkan pada kecepatan motor. Dalam iklannya pun pihak produsen (Yamaha) hanya menitikberatkan kelebihannya pada kecepatan dan tidak menyebut tentang irit bahan bakar. Jadi bagi para pembaca iklan yang memang ingin tau tentang motor harus lebih teliti dan kritis pada poin-poin khusus seperti ini supaya mereka tidak menyesal kemudian, misalnya saja si pembaca iklan tertarik membeli Jupiter MX karena tergoda iklan yang menarik padahal ia sebenarnya ingin mempunyai motor yang irit bahan bakarnya atau sebaliknya si pembaca hanya peduli pada kecepatan tapi yang didapatkan malah yang berlawanan.
d. Analisis simbol Jupiter MX sebagai tinanda Yamaha pada tahapan eksplorasi
Kata Jupiter dan Yamaha berasal dari dua bahasa yang berbeda kata pertama merupakan bahasa latin sedangkan kata kedua merupakan bahasa Jepang namun kedua kata ini saling terkait satu sama lainnya dimana kata Jupiter merupakan simbol bagi tinanda Yamaha. Hal ini membawa saya pada satu kesimpulan bahwa pihak produsen (Yamaha) ingin memperlihatkan adanya keterkaitan antara nama yang mereka pilih (Jupiter) dengan diri mereka (Yamaha). Diantara dua nama ini, saya melihat adanya keterkaitan dalam hal posisi atau kedudukan; berdasarkan telaah saya terhadap sejarah dari kedua nama ini. Kata Jupiter seperti yang telah saya kemukakan sebelumnya merupakan nama dewa Romawi yang sangat dihormati (karena ia merupakan pimpinan para dewa: ia setara dengan Zeus dewanya para dewa di Yunani) dan planet terbesar di tata surya kita dengan satelit yang juga banyak. Sedangkan nama Yamaha merupakan nama keluarga di Jepang yang merintis produksi sepeda motor dengan merk dagang yang sama. Jepang seperti yang kita ketahui merupakan negara yang pernah menjajah negara kita dan beberapa negara lainnya bahkan pada perang dunia kedua, Jepang merupakan negara yang cukup ditakuti kelompok sekutu karena serangan-serangannya yang tiba-tiba (salah satunya di Pearl Harbour Amerika Serikat). Jika kedua nama ini disepadankan (dan dilihat masing-masing sejarahnya), dapat dilihat adanya benang merah dimana simbol Jupiter sebagai tinanda Yamaha merupakan wujud pengakuan atau pernyataan diri secara halus; yang dilakukan bangsa Jepang untuk mendeklarasikan bahwa mereka merupakan bangsa yang disegani, dihormati, dan pemimpin. Jika dilihat dari segi ekonomi, Jupiter sebagai rajanya para dewa memiliki kekuasaan dan kekayaan tak berbatas hal ini sejalan dengan posisi bangsa Jepang (yang merupakan kebangsaan dari pemilik Yamaha) sebagai negara yang memiliki ekonomi yang kuat (hal ini dapat dilihat dari keanggotaan jepang sebagai anggota G-7 yang merupakan kumpulan negara-negara dengan kekuatan ekonomi kuat dan berpengaruh dan juga banyaknya usaha-usaha Jepang khususnya yang berkaitan dengan usaha ekspor dan industri automobile).
e. Analisis simbol Jupiter MX sebagai tinanda Yamaha pada tahapan transfigurasi
Tahap transfigurasi mengalokasikan dua strategi untuk “melepaskan” makna-makna yang selama ini tertunda, yakni (1) melalui strategi “rekonstruksi makna” dan (2) melalui strategi “dekonstruksi makna”.
1. Strategi “rekonstruksi makna”
Semua makna tertunda dari tahapan analisis satu, dua, tiga, dan empat dimasukan ke dalam kotak “rekonstruksi makna” berikut ini.
Kotak Rekonstruksi Makna
/jupiter/= proses morfologis= nama dewa dan planet terbesar = /yamaha/ = perusahan motor terbesar = pemakaian nama = slogan
I. tiga suku kata proses morfologis sama
II. pemakaian nama bahasa Latin Vega R-Mio-Vixion
III. Slogan Yang lain makin jauh ketinggalan semakin di depan
IV. kata dasar Jupiter rajanya dewa Yunani Jepang negara maju kuat dan ekonominya
V. makna hiperrealis tesis baru tanda baru
Tanda Rantai Abadi
Pemaknaan dapat dilakukan antara keterkaitan kata Jupiter dengan kata dasar, rajanya para dewa dan nama planet terbesar di tata surya kita, pemakaian nama, Jepang negara maju kuat dan ekonominya, scorpio, dan slogan. Proses pemaknaan seperti itu pada kajian ini disebut sebagai proses pemaknaan secara rekonstruksi. Misalnya, keterkaitan jupiter sebagai rajanya para dewa Romawi dan planet terbesar dan Yamaha sebagai representasi negara Jepang yang kuat dan maju eknominya merupakan “habitus” (sejenis ungkapan tidak sadar berbahasa dalam ruang sosial) dan hasil analisis ini tanpa ditriangulasi pada pihak pembuat iklan.
2. Strategi Penganyangan Makna (“Dekonstruksi Makna”)
Proses pemaknaan yang dilakukan dengan melakukan “penganyangan makna” pada kotak yang disebut Derrida dengan melting pot (“kotak penganyangan makna”). Menurut pemahaman saya, pemilihan nama tipe sepeda motor yang berasal dari (atau terdengar seperti) bahasa latin contohnya: Jupiter MX, Scorpio Z, Vega R, Mio dan Vixion merupakan taktik yang dipakai pihak produsen (Yamaha) untuk menginternasionalisasikan produk mereka dan sekaligus secara halus mendeklarasikan diri bahwa mereka (bangsa Jepang) merupakan bangsa yang hebat dan berkuasa karena bisa memakai nama dewa bangsa Romawi tanpa diprotes oleh negara bersangkutan (walaupun hal-hal yang berkaitan dengan dewa-dewa sudah hampir tidak ada lagi). Karena biasanya orang yang membuat sesuatu ingin menami apa yang dibuatnya berdasarkan nama-nama terdekat mereka; apakah itu nama daerah, saudara, sendiri, keluarga dan lain-lain. Jupiter MX, Scorpio Z, Vega R, Mio dan Vixion merupakan hasil cipta orang jepang jadi tidaklah mengherankan jika mereka menamainya dengan nama yang ‘berbau’ Jepang namun si produsen memutuskan sebaliknya dan alasannya telah kita bicarakan di atas.
3. Simpulan
Penelaahan kritis terhadap teks-teks yang ada di media sangatlah penting agar tidak terjadi salah interpretasi atau salah menyimpulkan apa saja yang diberitakan maupun diiklankan media. Banyak cara untuk menelaah teks di media dengan kritis dan salah satu caranya adalah dengan menggunakan E-135. ini merupakan teori yang memungkinkan kita untuk melihat makna suatu teks atau tanda lingual dari tahapan yang paling sederhana sampai ke yang kompleks. Contohnya saja dalam tulisan ini saya membahas tentang dua iklan motor yang berbeda: Jupiter MX dan Scorpio Z, namun satu produsen: Yamaha. Saya melihat nama-nama yang dipakai ’berbau’ bahasa latin. Setelah saya telaah dengan menggunakan lima tahapan analisis dalam E-135 akhirnya saya menyimpulkan bahwa penggunaan nama latin ini bertujuan untuk menginternasionalisasikan produk mereka dan secara tidak langsung juga mendeklarasikan kedigdayaan bangsa Jepang.
Referensi
Sawirman, 2008c. Forum Dosen Berprestasi Universitas Andalas (sebagai lampiran berkas prestasi unggulan) dengan judul tulisan Menciptakan Paradigma Wacana Berdimensi Cultural Studies (disebut dengan ”Eksemplar 135”), dipresentasikan di Rektorat Universitas Andalas tanggal 11 Juni tahun 2008.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar